Langkah pemuda yang tergabung dalam Organisasi Gerakan 20 Mei Kutai Timur, atas uji materi Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berjalan sesuai harapan. Gugatan mereka dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Sidang perdananya telah digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (25/1).
Agenda sidang yaitu mendengarkan permohonan pemohon yang diwakili kuasa hukum Ahmad Irawan dan Jamal Pratama. Pemohon menyampaikan dasar gugatan kepada majelis hakim. Yakni, Pasal 15 ayat (3) huruf d UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang APBN Tahun 2018 mengenai ketentuan penyaluran anggaran transfer ke daerah dan dana desa.
Irawan mengatakan, dalam peraturan tersebut, penyaluran dana desa yang berasal dari APBN dapat ditunda atau dipotong apabila daerah tidak memenuhi anggaran atau menunggak membayar iuran yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.
Hal itu, jelas dia, bertentangan dengan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, Pasal 28C ayat 2, Pasal 28A dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945, bahwa Indonesia adalah negara hukum. “Jadi, kebijakan dan keputusan penyelenggaraan negara harus berdasarkan hukum dan konstitusi,” kata Irawan, Kamis (25/1).
Menurut dia, frase dalam Pasal 15 tersebut telah membuka pintu kesewenang-wenangan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Padahal, transfer anggaran ke daerah merupakan cerminan hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah, pemanfaatan sumber daya alam secara adil dan selaras, serta hak untuk mempertahankan hidup dan kehidupan masyarakat di daerah.
Dia menegaskan, pemotongan anggaran desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan desa tersebut tanpa dasar hukum dan tidak sesuai prosedur. Sehingga menyebabkan ketidakpastian hukum, tidak konsisten, tidak adil, dan tidak proporsional.
Padahal, tambah dia, dalam perspektif perimbangan keuangan negara, dana yang ditransfer harus sesuai dengan undang-undang yang telah menetapkan presentase dana bagi hasil dan dana transfer ke daerah.
“Jadi, pemerintah pusat tidak melakukan alokasi dana sesuai presentase minimum yang diatur. Anggaran yang telah dibagi pun tetap masih dipotong,” ujar Irawan.
Akibatnya, lanjut Irawan, pelayanan dasar di daerah terganggu. Padahal prinsipnya, ketika daerah tidak memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai pelaksanaan kewenangan desentralisasi, seharusnya kebijakan yang dikeluarkan adalah membantu daerah, bukan sebaliknya.
Jadi, ujar dia, penundaan atau pemotongan yang dilakukan oleh pemerintah pusat telah bertentangan dengan prinsip bahwa pemerintah harus mengelola keuangan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah daerah, penduduk daerah penghasil dapat mempertahankan hidup dan kehidupannya serta hidup yang layak, pemanfaatan sumber daya alam harus adil dan selaras,” tutur Irawan.
Usai mendengar pokok permohonan yang diuraikan pemohon, Hakim Konstitusi Aswanto meminta pemohon untuk mengelaborasi permohonannya. Pemohon juga diminta memperbaiki hal-hal tekhnis dan mengulas lebih komprehensif korelasi antara pelaksanaan pemotongan anggaran dengan pelanggaran hak konstitusi warga negara.
Pemohon pun diberi kesempatan oleh Panel Hakim Konstitusi untuk memperbaiki permohonan selama 14 hari, yaitu pada Tanggal 7 Februari 2018. Jika tidak ada perbaikan permohonan sebelum tanggal tersebut, maka dianggap tidak terdapat perbaikan permohonan. (yuz/hd/JPC)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: