SAMARINDA – Sejumlah tokoh lokal mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Teranyar, mantan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Kaltim, Herwan Susanto memilih berlabuh di partai berlambang bola dunia tersebut.
Pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Budiman menilai, banyaknya tokoh lokal yang bergabung di partai besutan Muhaimin Iskandar tersebut bakal merebut basis suara Partai Golongan Karya (Golkar) Kaltim. Khususnya dalam perebutan kursi legislatif di gedung Karang Paci.
“Golkar harus punya daya antisipasi terhadap caleg-caleg yang lain. Misalnya Gerindra dengan Andi Harun dan PKB dengan Jahidin, Syafruddin, dan masuknya Herwan Susanto. Karena ini ancaman bagi Golkar,” ungkap Budiman belum lama ini.
Begitu juga dengan kemunculan caleg baru seperti Fatimah Ashyari dari Partai Nasional Demokrat (NasDem). Ancaman juga datang dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang dibintangi Rusman Yaqub dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan yang mengusung caleg seperti Zufri Yahya, Edi Kurniawan, Iswadi, dan Ananda Emir Moeis.
“Kalau melihat caleg-caleg yang diusung partai lain, artinya Golkar ini masuk dalam status awas. Kalau sebelumnya dapat kursi di DPRD Kaltim sampai bisa mengusung calon gubernur sendiri, maka 2019 nanti posisinya bisa berbeda,” katanya.
Menurutnya, semakin banyak caleg potensial yang diusung partai di luar Golkar, khususnya calon yang memiliki basis massa di akar rumput, ancaman terhadap kursi mayoritas yang pernah dimiliki Golkar semakin tinggi. Hal ini bila melihat komposisi calon terbaru, khususnya calon-calon dari PDI Perjuangan yang juga punya peluang lolos di DPRD.
“Otomatis peluang caleg Golkar akan berkurang,” imbuh Budiman.
Karena itu, dalam keadaan pertarungan yang sangat ketat di Pemilihan Legistif (Pileg) 2019, lanjut dia, pengurus Golkar harus mampu mengelola isu-isu strategis yang dapat menyentuh aspirasi masyarakat.
Apabila hal itu tidak mampu dimainkan, maka kursi mayoritas DPRD Kaltim yang pernah didapatkan Golkar pada Pemilu 2014, dapat beralih ke partai-partai menengah yang sudah menyiapkan strategi untuk mendapatkan suara terbanyak.
“Artinya sekarang pengurus Golkar harus mencari cara yang jitu untuk kembali mendapatkan suara mayoritas. Bisa saja memanfaatkan isu-isu yang berkembang saat ini,” ucapnya.
Kata dia, pemilu 2019 akan dipenuhi pemilih milenial. Golkar sebagai partai politik lama perlu memanfaatkan caleg-caleg muda potensial yang dapat merebut hati pemilih milenial.
“Pemilih pemula itu sangat tinggi di pemilu 2019. Partai mana saja yang mampu mendekati pemilih milenial ini, maka bisa dipastikan akan memenangkan pileg. Ini juga harus diantisipasi oleh Golkar,” sarannya.
Selain itu, “tabungan” basis suara masa lalu dapat dipertahankan untuk kembali memilih caleg yang diusung Partai Golkar. Peran itu bisa dilakukan tokoh-tokoh politik lama yang kembali bertarung di Pileg 2019.
“Caleg-caleg yang diusung Golkar harus memelihara basis massa yang ada. Memang mau tidak mau dalam pemilu yang akan datang, pengaruh figur itu akan tetap menentukan menang atau kalahnya calon yang diusung,” tutup Budiman. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post