SANGATTA – Tanaman palawija maupun holtikultura di Kutim semakin terabaikan. Kutim dianggap lebih condong mengutamakan perkebunan seperti sawit dan karet. Akibatnya, Kutim mengalami krisis kedua tanaman tersebut. Padahal sebelum Kutim dimekarkan, beberapa kecamatan seperti Muara Bengkal merupakan penghasil terbesar. Hebatnya, sampai ekspor dalam negeri.
“Kita memiliki masalah pertanian pangan saat ini. Saya ingat dulu Muara Ancalong dan Muara Bengkal merupakan kawasan palawija saat masih Kutai. Panen melimpah sampai ekspor. Karena penataan masalah pangan dibidang palawija sangat diperhatikan. Sekarang kita jadi kabupaten, masalah palawija seperti kedelai hilang. Masalah holtikultura seperti pisang mulai hilang. Jadi hampir hilang semua saat ini,” ujar Pemerhati Pertanian, Halidin Katung.
Kutim, saat ini jauh tertinggal dengan beberapa kabupaten tertangga lainnya. Pasalnya, daerah tersebut menyeimbangkan antara tanaman pangan dengan perkebunan. Bahkan tak sedikit yang mengutamakan tanaman pangan. Sehingga, tidak mengalami krisis seperti yang dialami Kutim saat ini. “Kita tertinggal dengan Panajam, Paser Utara, Kutai Kartanegara, dan Berau,” katanya.
Dirinya meminta agar masa makmur dahulu dikembalikan lagi seperti semula. Ada beberapa upaya agar tanaman pangan Kutim kembali Berjaya. Pertama, melakukan usaha tani dengan intensifikasi. Intensifikasi merupakan pemanfaatan bibit, pupuk, pemberantasan hama dan pengairan secara tersier, sekunder, dan primer yang benar dan baik serta menyiapkan pola bercocok tanam modern.
Kemudian, eksistensifikasi. Merupakan pemanfaatan lahan kosong yang belum dimanfaatkan semaksimal mungkin. Seperti melakukan cetak lahan sawah baru dan atau perluasan areal, pemanfaatan lahan tidur baik hutan ringan maupun utan semak. Dengan catatan, tidak menggarap hutan berat karena merupakan keseimbangan manusia.
Selanjutnya, dipersifikasi tanaman. Langkah ini dianggap perlu untuk menyeimbangkan antara tanaman pangan yang satu dengan yang lainnya. Jika tanaman ladang, tidak hanya fokus pada kedelai, akan tetapi diselingi dengan komoditi lain seperti jagung, kacang tanah, serta ubi kayu. Begitupun jika dipersawahan tidak hanya menanam padi, juga perlu ditebar ikan di areal tersebut.
Terakhir ialah Rehabilitasi. Mulai dari perbaikan saluran air, waduk, bendungan sampai perbaikan cara tanam.Kemudian, selain petani yang mendapatkan bimbingan, para penyuluh pertanian juga wajib dibina. Tak kalah penting, satu desa satu penyuluh. Hal ini dimaksud agar kinerja penyuluh lebih efesien, efektif, dan fokus dalam bekerja.
“Kenapa tidak kita benahi lagi dengan baik. Yang tua hilang yang muda lagi bergerak. Sektor pangan dikemas dengan rapi. Diprogramkan secara terpadu dan konprehensif. Sehingga semua pekerjaan dalam pertanian pangan, terkonsentrasi, terfokus, terkoordinasi, dengan baik dan terpadu. Sehingga daerah kita ini tidak hanya dilihat dari sektor kelapa sawit saja, tetapi pangan juga,” katanya.
Hal senada juga diutarakan oleh, Sekretaris Umum, DPD KNPI, Arham. Selaku pemuda dirinya menilai pemerintah mulai mengabaikan sektor tanaman pangan. Padahal, Kutim kaya dan unggul dengan daerah lain. Karena minimnya perhatian dan keseriuasan, akhirnya Kutim tertinggal jauh dengan daerah tetangga.
“Luas sawah komoditi padi eksisting di Kutim 6.458 hektar ditambah dengan pencadangan food estate seperti jagung, singkong dan lainnya seluas 62.634 hektar. Belum lagi ditambah dengan rehabilitasi dan penghijauan di lahan kritis. Jika potensi tersebut dimaksimalkan, seharusnya Kutim mandiri pangan. Baik berupa padi, jagung, kedelai, dan lainnya,” kata Arham yang juga merupakan alumni pertanian tersebut. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: