Dahlan Iskan divonis 2 tahun penjara, pada Jumat (21/4), dalam sebuah persidangan yang prosesnya sejak awal sudah penuh kejanggalan. Majelis hakim ternyata tak kuasa juga melawan ulah jaksa yang mendakwa Dahlan secara ngawur dan mengabaikan fakta-fakta persidangan. Mantan Menteri BUMN ini benar-benar telah menjadi korban orang-orang yang menyalahgunakan kekuasaan melalui alat negara.
Bila ingin tahu betapa ngawur dan kejamnya proses hukum terhadap Dahlan Iskan, beberapa poin di bawah ini mungkin akan sedikit membantu memahaminya:
- Kasus ini digarap atas inisiatif pihak kejaksaan, berdasarkan peristiwa tahun 2003. Itu artinya 14 tahun silam. Baru dibuka sekarang, dengan proses yang cepat, sigap, sistematis. Tidak ada misalnya sidang ditunda karena jaksa terlambat mengetik dakwaan. Demi apa? Apa yang sebenarnya sedang “diperjuangkan” kejaksaan, alat negara, dalam kasus ini?
- Dahlan Iskan, seorang profesional, pengusaha dan pemilik jaringan media, diminta oleh Gubernur Jatim waktu itu menjadi direktur utama di PT Panca Wira Usaha (PWU), perusahaan daerah milik Pemda Jatim yang kondisinya pada 2003 itu sangat buruk dan seharusnya sudah bangkrut.
Salah satu langkah penyelamatan perusahaan itu adalah dengan menjual aset mangkrak di Kediri dan Tulungagung. Nah, inilah yang menjadi, lebih tepatnya dijadikan kasus, 14 tahun kemudian; Dahlan dituduh bersalah dalam proses pelepasan aset itu.
- Apa dan di mana salahnya Dahlan? Jaksa ngotot menilai pelepasan aset PWU di Kediri dan Tulungagung melanggar ketentuan, karena tanpa izin DPRD Jatim. Padahal dari keterangan banyak saksi dalam persidangan terungkap, semua pihak termasuk DPRD Jatim telah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri, hingga keluarlah rekomendasi: karena PT PWU berbentuk perseroan, maka penjualan dan pembelian aset di PT PWU mengikuti Undang-Undang PT Nomor 1 Tahun 1995, di mana penjualan aset PT PWU tidak memerlukan izin dari DPRD Jatim. Ini clear.
- Jaksa ngotot menilai penjualan aset PWU di Kediri dan Tulungagung keluar dari ketentuan karena tidak diumumkan di media massa dan tidak dilelang. Yusril Ihza Mahendra, pengacara Dahlan, mengatakan penjualan dua aset itu memang tidak harus diumumkan di media massa. Sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas dan AD/ART perusahaan, kewajiban mengumumkan hanya untuk aset keseluruhan atau sebagian besar. Sementara, kata Yusril, dua aset yang dijual hanya sebagian kecil dari total aset PWU. Jadi, tidak ada kewajiban mengumumkan di media.
- Jaksa ngotot menuduh pelepasan aset tidak melalui proses lelang. Padahal sesuai keterangan saksi di persidangan, ada tiga pihak yang mengajukan penawaran sebelum akhirnya terjual ke PT Sempulur Adi Mandiri. Lelang dilaksanakan dengan sistem tertutup.
- Jaksa ngotot menuding ada niat jahat Dahlan pada pelepasan aset PWU. Padahal, Dahlan Iskan masuk ke PT PWU karena diminta oleh Pemda Jatim untuk membenahi perusahaan yang sudah mau bangkrut itu, sebagai profesional yang terbukti sukses mengelola banyak perusahaan, dan selama menjabat direktur utama, dia tak pernah menerima gaji atau fasilitas apapun. Sejak awal Dahlan memang menolak gaji dan fasilitas. Lagi pula, dengan ratusan perusahaan yang dimilikinya, sangatlah tidak masuk akal Dahlan masih “mencari uang receh” apalagi hendak memperkaya diri dari perusahaan daerah yang sudah mau bangkrut. Dia sudah kaya dari perusahaannya sendiri.
- Jaksa menuntut Dahlan 6 tahun penjara, dan majelis hakim memvonisnya hukuman 2 tahun penjara. Hakim menyatakan Dahlan tidak terbukti melakukan korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer, yakni Pasal 2 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, tapi terbukti melakukan “korupsi secara bersama-sama” sebagaimana disebutkan dalam dakwaan subsider, Pasal 3 Undang-Undang itu.
Lepas dari semua fakta-fakta di atas, vonis hakim adalah bukti betapa hukum kita begitu mudah dijadikan alat untuk “menghabisi” seseorang.
Pakailah akal sehat dan hati nuranimu; nilai moral, nilai luhur, atau nilai keadilan macam apa yang sedang diperjuangkan alat negara dalam kasus Dahlan ini? Apakah penegakan hukum? Ini peristiwa belasan tahun lalu, tidak ada operasi tangkap tangan (OTT), tidak ada laporan BPK, tidak ada hasil sadapan telepon atau apapun sejenisnya yang lazim dalam kasus-kasus korupsi. Atau penyelamatan uang negara? Please, googling bagaimana kondisi PT PWU sekarang, setelah proses penyelamatan berdarah-darah yang dilakukan Dahlan Iskan dulu itu; PT PWU tak jadi bangkrut, asetnya bertambah besar berkali-kali lipat, dan yang tadinya hanya membebani APBD karena harus terus mendapat suntikan modal, telah menghasilkan laba. Alih-alih merugikan negara, keputusan pelepasan aset itu sudah terbukti pada akhirnya justru menguntungkan negara.
Satu-satunya yang terang benderang dan kasat mata dari kasus ini adalah ini; pemegang kuasa hendak mengirim pesan kepada kita semua, anak bangsa ini, bahwa orang hebat seperti Dahlan Iskan saja, seorang mantan menteri sarat prestasi, pemilik jaringan media terbesar di Indonesia, dapat dengan mudah kami habisi, apalagi cuma ‘butiran debu’ seperti yang lain!
Semoga Allah terus menguatkan Pak Dahlan, memberinya ketabahan, dan membuka hati para pemegang palu hukum di tingkat berikutnya, sehingga bebas dalam proses naik banding nanti. ([email protected])
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post