SAMARINDA – Langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda menjadikan Kota Tepian sebagai kota yang bebas dari anak jalanan (anjal), gelandangan dan pengemis (gepeng) sepertinya benar-benar serius. Kamis (16/8) kemarin, Wali Kota Samarinda, Syaharie Jaang bahkan telah mendeklarasikan kota yang ia pimpin sebagai kota yang bebas dari anjal dan gepeng.
Dalam deklarasi yang berlangsung di di halaman parkir Kompleks Lembuswana itu, Jaang mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak lagi memberikan uang kepada anjal dan gepeng. Menurut dia, keterlibatan masyarakat akan menjadi kunci agar masalah tersebut bisa segera diselesaikan di ibu kota Kaltim.
“Kalau ingin memberikan bantuan tidak masalah, tidak ada yang melarang. Namun semua ada tempatnya, bisa langsung datang ke panti asuhan maupun ke pesantren. Daripada memberi uang ke anjal dan gepeng,” tutur Jaang.
Politisi Demokrat ini menuturkan, anjal dan gepeng kebanyakan berasal dari luar kota dan sudah sering ditertibkan serta dijatuhi sanksi. Namun nyatanya sanksi itu tidak memberi efek jera. Bahkan walaupun telah dipulangkan para anjal dan gepeng kerap kembali lagi ke Samarinda.
“Jangan membuat mereka (anjal-gepeng, Red.) berpikiran mengemis di Samarinda itu menguntungkan, dalam sehari bisa dapat dua ratus hingga tiga ratus ribu rupiah. Karena warga Samarinda ini jika memberi uang biasanya dengan pecahan besar. Jadi walaupun sudah dipulangkan mereka kembali lagi,” tutur dia.
Untuk mempertegas peraturan daerah (perda) terkait itu, Jaang pun sudah menginstruksikan kepada lurah, camat, RT, serta seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) agar turut serta mendukung program Samarinda bebas anjal dan gepeng. Selain itu, para stakeholder terkait diminta sigap melaporkan setiap masyarakat yang mencurigakan di lingkungannya.
“Masa iya seorang RT tidak mengetahui jika ada orang dari luar daerah yang tinggal di kawasannya dengan jumlah sepuluh hingga dua puluh orang. Laporkan ke lurahnya agar cepat ditindaklanjuti instansi terkait,” serunya.
Terpisah, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Samarinda, Ridwan Tassa menuturkan, pihaknya telah cukup melaksanakan sosialisasi, dari memasang spanduk hingga papan informasi terkait larangan memberi pada anjal-gepeng.
Tidak itu saja, Perda Nomor 7 Tahun 2017 tentang Anak Jalanan dan Gelandangan Pengemis di Samarinda telah dipampang di papan pengumuman yang kerap dilintasi warga di setiap persimpangan jalan protokol. “Itu sudah ada perdanya. Deklarasi ini sebagai tindak lanjut,” kata dia.
Sosialisasi pun dirasa sudah cukup matang dan dilakukan selama tiga bulan. Sehingga tidak ada alasan masyarakat tidak mengetahui akan perda tersebut. Dan menurut petugas di lapangan, saat ini jalanan sudah cukup sepi dari anjal dan gepeng. “Jalan-jalan sudah disusuri. Tidak ada lagi anjal dan gepeng,” klain dia.
Namun, ia juga tidak memungkiri jika ke depannya masih ada kemungkinan anjal dan gepeng berkeliaran di jalanan. Dan bila hal itu terjadi, ia akan segera berkoordinasi dengan instansi terkait untuk ditertibkan.
“Nanti mereka yang terjaring razia akan diintrogasi dulu. Jika dia tidak sekolah, akan kami masukkan ke panti asuhan provinsi. Apabila dia berasal dari luar daerah, akan dipulangkan,” ucapnya.
Ridwan menegaskan, sanki tegas pun menanti para warga yang memberi uang kepada anjal dan gepeng. Sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 7 Tahun 2017, setiap pemberi uang kepada anjal dan gepeng dapat dijatuhi denda maksimal Rp 50 juta. “Ini sebagai bentuk edukasi. Yang ketahuan memberi akan disidangkan,” ujarnya.
Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda agar dapat memantau perkembangan anjal dan gepeng, maupun pemberi melalui CCTV (Closed Circuit Televisioan) milik Dishub yang sudah terpasang di persimpangan jalan. “Mereka kan memantau arus lalin, jadi bisa sekalian memantau anjal dan gepeng,” ujarnya. (*/dev)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: