SAMARINDA – Investasi minyak goreng berbahan dasar crude palm oil (CPO) diyakini bisa menjadi masa depan industri di Kaltim. Potensinya sangat baik mengingat produksi kelapa sawit yang terus meningkat 20 persen per tahun.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim Muhamad Nur mengatakan, CPO punya banyak bisnis turunan. Saat ini di Indonesia sedang fokus mengembangkan hilirisasi B20, sebenarnya itu sangat potensial. Kaltim harus bisa menghadirkan produk yang dibutuhkan oleh masyarakat. “Bisa saja minyak goreng, mentega, dan sebagainya. Tergantung pelaku usaha melihat pasar yang ada seperti apa,” jelasnya Rabu (27/3).
Dia menjelaskan, adanya industri hilir di Kaltim tentunya sudah menjadi harapan semua pihak. Efeknya terhadap ekonomi tentunya sangat besar. Nilai tambah yang dihasilkan dari hilirisasi kelapa sawit, tentunya menghasilkan peningkatan kontribusi pada produk domestik regional bruto (PDRB). “Kalau hilirisasi ini memiliki pabrik, maka akan menghasilkan tenaga kerja,” katanya.
Menurutnya, apapun industri hilirnya tentu potensial. Contoh biodiesel, sebuah energi masa depan yang dibutuhkan masyarakat. Kaltim bisa mengembangkan itu, karena menjadi salah satu energi terbarukan yang bisa dihasilkan dari kelapa sawit. “Hilirisasi terbarukan yang dibutuhkan saat ini, karena industri pengolahan kinerjanya per tahun menurun, walaupun pada triwulan terakhir 2018 meningkat,” tuturnya.
Pada triwulan IV 2018, tercatat volume ekspor minyak kelapa sawit (CPO) tumbuh sebesar 53,88 persen (yoy), lebih tinggi 2,06 persen (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara keseluruhan pada 2018, lapangan usaha industri pengolahan Kaltim tumbuh lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya. Tercatat pertumbuhan 2018 sebesar 0,52 persen (yoy), melambat dibanding tahun sebelumnya yang tumbuh 3,47 persen (yoy).
Pasokan bahan baku gas alam dari hulu migas yang terbatas menyebabkan output dari industri pengolahan gas menurun. Di sisi lain, industri pengolahan nonmigas, utamanya minyak kelapa sawit masih mendapatkan tekanan harga dari pasar internasional.
Kampanye negatif terhadap CPO asal Indonesia di beberapa negara maju menyebabkan, pasokan komoditas ini berlebih di pasar CPO dunia. Sehingga memberi pengaruh pada penurunan harga CPO. Kinerja industri pengolahan pada triwulan I 2019, diperkirakan lebih lambat.
Di sisi industri migas, rencana investasi oleh salah satu pengelola blok migas diperkirakan belum memberikan dampak signifikan. Keputusan investasi berupa pengeboran sumur migas yang lebih banyak baru akan dilaksanakan pada triwulan berjalan. Sehingga dampaknya akan muncul di triwulan berikutnya.
Tren penurunan harga CPO juga diperkirakan masih berlanjut. Di samping itu, panen kedelai Brasil diperkirakan terjadi pada Februari-Mei 2019. Ini berisiko menurunkan permintaan Tiongkok akan minyak kelapa sawit. “Makanya dibutuhkan hilirisasi untuk membantu kinerja ekspor CPO saat ini,” pungkasnya. (*/ctr/ndu/k18/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post