BALIKPAPAN-Keberadaan dokter spesialis patologi anatomi (PA) penting. Peran mereka memberikan diagnosis yang tepat agar metode pengobatan pasien tepat sasaran. Namun sayang, keberadaan dokter PA masih sangat minim. Tidak hanya sumber daya manusia (SDM), begitu juga dengan kelengkapan fasilitas laboratorium.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dr Diah Rini Handjari menuturkan, ilmu patologi mendampingi dokter bedah dalam penanganan pasien terutama kanker. Dokter PA berperan dalam penentuan diagnosis penyakit. Sehingga dokter bisa menentukan terapi dan pengobatan yang cocok.
Misalnya untuk kasus kanker payudara, dokter PA harus menganalisis apa kanker itu jinak atau tidak. Bila jinak, maka cukup angkat benjolan kanker saja. Namun bila ganas, harus amputasi atau angkat seluruh bagian payudara.
“Maka penting keberadaan patologi anatomi itu karena menentukan diagnosis yang tepat,” ucapnya saat ditemui dalam pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IAPI di Balikpapan yang berlangsung dari Jumat (22/11) hingga Minggu (24/11) itu.
Artinya dokter PA yang mengukur dan membaca tingkat penyakit dari stadium dan faktor pendukung. Selain itu, dokter PA melakukan peran autopsi klinik. Berbeda dengan autopsi forensik, autopsi klinik, yakni memeriksa orang yang meninggal di rumah sakit. Biasanya kalau pasien sakit meninggal di rumah sakit punya kebiasaan membiarkan saja.
“Padahal seharusnya yang meninggal di rumah sakit juga harus diautopsi agar tahu penyebab meninggal karena apa,” ujarnya. Tujuannya sebagai rekam jejak dan pelajaran pada masa mendatang untuk pengobatan kasus serupa.
Diah menuturkan, jumlah dokter PA sangat minim di Tanah Air. Total hanya ada 610 orang yang berprofesi sebagai dokter PA. Itu tidak sebanding dengan jumlah rumah sakit pemerintah yang tersebar di Indonesia mencapai 2.800 rumah sakit. Sementara di Kaltim, hanya terdapat sembilan dokter yang tersebar di tujuh rumah sakit.
“Kaltim sangat kurang untuk SDM (sumber daya manusia) dan laboratorium. Biasanya pasien harus dikirim ke Jakarta, Surabaya, dan Makassar,” bebernya. Masalah laboratorium juga menjadi dilema dokter PA.
Keberadaan laboratorium mendukung agar dokter PA mampu melakukan diagnosis yang tepat. Fasilitas laboratorium yang terakreditasi dan standar internasional. “Sudah jadi dokter PA, tapi ternyata tidak ada laboratorium mau ngapain tidak bisa kerja,” imbuhnya.
Dia mengakui, pemerintah daerah belum menyadari pentingnya keberadaan dokter dan laboratorium PA. Itu membuat pembangunan laboratorium tidak dianggap prioritas. Padahal laboratorium itu penting karena menentukan diagnosis.
“Dokter PA yang melihat berdasarkan data statistik bisa diketahui umur harapan hidup dan stadium. Semua menentukan diagnosis dan pengobatan,” ujarnya. Masalah utama karena pemeriksaan PA itu dianggap buang-buang uang saja.
Misalnya bagi pengguna BPJS Kesehatan, dokter PA malah bisa tidak dibayar dalam praktiknya. Sebab uang BPJS Kesehatan itu terbatas dan digunakan untuk satu paket. “Akhirnya daripada biaya tidak cukup, tidak dilakukan tindakan untuk dokter PA,” ungkapnya.
Akhirnya nanti yang dirugikan pasien, padahal hukumnya pemeriksaan PA itu wajib. Dia berharap wali kota maupun pemerintah daerah bisa perhatian terhadap keberadaan laboratorium PA di daerahnya.
Sementara itu, dosen patologi anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr Endang SR Hardjolukito menjelaskan, posisi patologi berfungsi menegakkan diagnosis yang bersifat baku emas. Jadi tanggung jawabnya berat.
Menurutnya diagnosis yang baik harus akurat, tepat waktu, dan lengkap. Khususnya kanker yang ganas ada grade hingga kedalaman yang berperan dalam terapi. Dia menegaskan, diagnosis yang tepat harus didukung dengan laboratorium andal yang baik, tidak abal-abal.
“Umumnya yang terjadi kesalahan eror. Kita harus bisa mencegah dan meminimalkan eror. Sehingga kita harus tahu apa risiko potensial yang menyebabkan kekeliruan pada PA,” sebutnya. Caranya dengan melakukan identifikasi secara umum dan khusus lewat laboratorium. Baik pra-analitik, analitik, hingga setelah analitik.
Endang menjelaskan, pencegahan terjadi kesalahan juga bisa dari berbagai cara. Identifikasi kekeliruan yang terjadi di setiap tahap. Mulai keliru dalam melabel atau mengetik pada lembar yang salah. “Kekeliruan terjemahan ke lembar jawaban juga berbahaya,” ujarnya.
Kedua pencegahan dalam menerima sampel ke patologi, sebaiknya melihat apa kondisi sudah sesuai syarat atau tidak. Selain mengidentifikasi spot yang berisiko, dokter PA juga bisa melakukan identifikasi faktor yang mudah terjadi kesalahan. Semakin banyak data yang diinput, maka potensi salah semakin besar.
Begitu pula sistem data yang harus simpel agar bisa dilaksanakan dengan baik. Saat melakukan proses ada banyak tahap yang berpotensi terjadi kekeliruan. “Buat report, interpretasi sampai salah mengetik. Harus konsisten dalam penggunaan istilah,” ujarnya.
Begitu pula saat ada insiden, dokter PA harus berani melaporkan dan menyebarkan kesalahan itu. Sehingga orang lain bisa mempelajari dan mencegah hal serupa di kemudian hari. (gel/rom/k15/prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post