Mengenal sepak bola sejak sekolah dasar, Sultan Samma melanjutkan mimpi hingga menjadi pemain profesional. Penampilan apik pada pengujung Torabika Soccer Championship (TSC) 2016 lalu, membuat Sultan menjadi salah satu yang dipertahankan Pusamania Borneo (PBFC) musim ini. Tak tanggung, manajemen langsung menyodorkan kontrak selama dua musim untuk pemain 30 tahun tersebut.
Perkenalannya dengan sepak bola bermula dari kepindahan ke Sulawesi Barat mengikuti sang nenek. Dari sana ia bertemu sejawat bermain si kulit bundar. Sejak kelas V SD hingga lulus SMA, penggawa yang identik dengan nomor 22 tersebut menempuh pendidikan di Sekolah Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
“Hampir delapan tahun di Sulawesi dan hanya bermain bola di tingkat kampung,” kenang Sultan.
Namun, ketika mengakhiri pendidikannya sebagai siswa putih abu, suami dari Marisa Mustari itu kembali ke Kota Tepian, kemudian tinggal bersama kedua orang tuanya. Dia pun memutuskan bekerja sebagai buruh pabrik kayu di kota kelahirannya.
“Ya, kerja sambil main tarkam. Waktu itu ikut klub GMC Sportivitas di Samarinda Seberang,” imbuhnya.
Kecintaan terhadap si kulit bundar, membuat Sultan mengakhiri masa kerjanya yang masih berusia satu tahun pada 2004 silam. Restu orang tua mengalir deras. Keinginan Sultan berhenti kerja dan melanjutkan karier sebagai pesepak bola mendapat dukungan. Tak perlu waktu lama bagi pemian berpostur 175 sentimeter tersebut untuk menanjak.
Pada umurnya yang ke-19, pemain berposisi penyerang itu direkrut Persisam U-21. Hingga pada 2006 bersama Persisam U-23, Sultan membawa timnya menjuarai kejuaraan nasional kala itu.
“Saya lupa nama kejuaraannya. Yang jelas setelah itu saya ikut training camp (TC) selama dua tahun untuk persiapan PON 2008,” jelasnya.
Meski Kaltim menjadi tuan rumah di ajang terbesar Tanah Air tersebut, Sultan Samma cs harus puas dengan medali perunggu. Ditumbangkan Jawa Timur pada partai semifinal. Namun, dari sanalah karier pemain kelahiran 13 April 1986 itu melejit. Ya, penampilan gemilangnya pada multi-event empat tahunan tersebut membuat klub profesional melirik.
Persiba Balikpapan yang notabene kontestan kasta tertinggi di Indonesia, menyodorkan kontrak selama tiga musim. Bermain selama tiga tahun untuk Beruang Madu, anak pasangan Samsul dan Syamsiah itu pun kembali diperpanjang selama semusim.
“Kemudian pindah ke Sriwijaya FC pada 2012, selama setengah musim di sana. Saya pindah lagi ke Gresik United. Dan, musim 2014 saya ikut Persisam Putra,” bebernya.
Sayang, keinginan Sultan membela tim kota kelahirannya tak berjalan sesuai harapan. Pada tahun yang sama, Persisam Putra pindah pindah home base ke Pulau Dewata. Klub asal Kota Tepian itu pun berganti menjadi Bali United.
“Akhirnya saya pindah ke Bali lewat seleksi dan sepakat kontrak satu musim,” ungkapnya.
Belum berakhir masa kontrak semusim, manajemen Pesut Etam melakukan pendekatan terhadap Sultan. Seraya gayung bersambut, keinginan besar membela Samarinda datang tiba-tiba. Kompetisi bertajuk Piala Jendral Sudirman menjadi debut pertama bermain bersama PBFC.
“Waktu itu bos bayar biaya transfer ke Bali United karena sisa kontrak saya masih dua bulan kalau enggak salah,” tambahnya.
Digali lebih jauh, terkait biaya yang dikeluarkan, ia mengaku tidak menahu urusan nominal. Biaya tersebut pun menjadi rahasia antara manajemen PBFC dan Bali United. Hanya butuh satu musim, Sultan Samma cs berhasil mendaratkan trofi Piala Gubernur Kaltim 2016.
“Rasanya bangga bisa meraih trofi. Apalagi di antara tim-tim kuat,” kata Sultan.
Meski sempat mendaratkan Piala Gubernur Kaltim, diakui sultan musim 2016 merupakan tahun ujian yang sangat berat. Pascacedera, ia kurang dipercaya menjadi starter. Bahkan sempat terlintas untuk berpindah klub.
“Tapi berjalannya waktu, ternyata masih dipercaya manajemen PBFC,” tuturnya.
“Waktu ingin tanda tangan kontrak, saya runding dulu dengan keluarga. Dan kebetulan saya juga baru menikah sekitar empat bulan. Jadi perlu banyak pertimbangan dan akhirnya memilih kembali main untuk kota kelahiran,” sebutnya.
Banyaknya penonton di Samarinda diakui Sultan menjadi gairahnya. Riuh suporter mampu membakar semangat terus berjuang maksimal.
“Menurut saya, tidak ada pemain lebih baik daripada klubnya. Hadirnya suporter membakar semangat. Seperti pada pertandingan terakhir melawan Martapura FC (dua hari lalu). Meski hanya uji coba rasanya terbakar karena dukungan penonton,” lafalnya.
Sultan pun mengaku sangat mengidolakan dua pemain pemain asal Indonesia. Yakni Bima Sakti dan Fakhry Husaini. Menurutnya, baik di luar dan atau dalam lapangan, kedisiplinan keduanya sangat terjaga. Pun demikian dengan etika yang diklaim patut dicontoh.
“Selain orang tua, Fakhry Husaini juga punya andil besar atas segala pencapaian saya. Dialah pelatih PON di Kaltim, saat saya belum menjadi apa-apa,” tutupnya. (*/asp/bby/kpg/gun)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: