Sudah menjadi kisah yang biasa, ketika orang mendaftar untuk pergi haji, mendapati kenyataan masuk daftar tunggu dan baru bisa berangkat sepuluh tahun mendatang. Berikut cerita Wakil Presiden Komisaris Kaltim Post Group (KPG) Zainal Muttaqin yang bertemu seorang yang mendapatkan panggilan berhaji dadakan.
Sangat banyak yang baru bisa berangkat haji, 15 atau 20 tahun kemudian. Bahkan ada yang baru bisa berangkat 36 tahun kemudian, sejak si calon jemaah mendaftarkan diri berangkat haji.
Karena memang teramat sangat banyaknya pendaftar haji, sementara jatah (quota) yang tersedia hanya untuk satu persen dari jumlah penduduk Indonesia, yang 250 juta jiwa.
Pemerintah Arab Saudi sendiri terus memperbesar dan meluaskan fasilitas haji, agar bisa terus menambah kemampuannya menerima semakin banyak jemaah haji. Targetnya bisa menerima 30 juta jemaah haji dari mancanegara, pada tahun 2030.
Tetapi pergi berhaji adalah panggilan dari Sang Pencipta. Selalu ada jalan untuk segera berangkat berhaji, ketika panggilan itu sudah tiba.
Panggilan yang sangat mendadak pun tidak menjadi persoalan. Hanya memerlukan sedikit kecekatan, agar panggilan yang sudah di genggaman itu tidak sia-sia. Demikian lah yang terjadi pada beberapa jemaah haji.
“Saya harus membeli tiket baru di Airport Changi Singapura, sebab tiket yang saya beli dari Indonesia dinyatakan sudah tidak berlaku lagi,” kata Al-Hakim, salah seorang yang mendapat panggilan berhaji dadakan itu, kepada penulis di Aziziyah, kawasan 7 Km dari Makkah, Saudi Arabia, tempat dia bermalam menjelang wuquf.
Al-Hakim tiba di Aziziyah Senin, 28 Agustus 2017, tiga hari menjelang wuquf di Arafah.
Tiket pesawat terbang yang dimiliki Al-Hakim sejak dari Jakarta, dan sebenarnya masih berlaku itu, jalurnya Jakarta-Singapura-Dubai-Jeddah. Namun ternyata jalur Dubai-Jeddah sudah tidak bisa digunakan.
“Saya mau menyoal tiket yang sebenarnya masih berlaku itu, tapi saya pikir tidak ada gunanya karena terdesak oleh waktu bahwa saya harus secepatnya tiba di Jeddah,” ungkapnya.
Maka dia memilih bersikap koperatif dengan petugas perusahaan penerbangan tersebut, di Airport Singapura itu. Al-Hakim disarankan membeli tiket baru, dengan jalur Singapura-Bombay-Riyadh-Jeddah.
Sebabnya adalah ketika mendarat di Bandara Internasional Jeddah, bakal tidak ada lagi petugas imigrasi. Karena semua orang mempersiapkan diri melaksanakan ibadah haji. Termasuk para petugas imigrasi.
Maka dia harus mendarat di terminal domestik Bandara King Abdul Azis Jeddah. Proses imigrasinya diselesaikan di Bandara Riyadh, ibu kota negara Saudi Arabia.
Al-Hakim mematuhi semua arahan petugas penerbangan. Maka selamat lah dia sampai di Aziziyah, tempat terdekat dengan lokasi wuquf di Arafah, hanya 17 Km.
“Labbaik Allahumma labbaik, labbaik la syarikala labbaik, innal hamda, wa nikmata, lakawal mulk, la syarikala,” Al-Hakim bertalbiyah, zikir khususnya para jemaah haji yang bermakna “aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, tiada sekutu bagimu, Engkau lah Sang Penguasa, tiada sekutu bagi-Mu”.
Berganti tiket di Singapura bukan masalah bagi Al-Hakim, karena bekal duitnya lebih dari cukup.
Pun berkomunikasi dengan petugas penerbangan di bandara negara lain, bukan masalah bagi Al-Hakim. “Saya pernah lama bekerja di Dahran dan Jeddah,” katanya menyebut dua kota internasional di Arab Saudi, yang membuatnya terbiasa berkomunikasi dengan berbahasa Arab dan Inggris.
Beberapa orang lagi yang satu penginapan dengan Al-Hakim di Aziziyah, juga mendapatkan panggilan berhaji mendadak.
“Saya dikabari dapat visa haji dan dua hari kemudian harus berangkat. Padahal saya sudah merencanakan bikin selamatan keluarga di Brebes (Jawa Tengah) dan bersama tetangga di Bekasi,” kata Casa Supriyanto, pengusaha muda di Bekasi, yang berhaji bersama sang istri.
“Saya Ramadan lalu tiba-tiba merasa punya keinginan kuat untuk berhaji, ya saya ihtiar mendaftar kesana kemari, alhamdulillah ternyata terkabul,” sambungnya.
Hal yang sama dialami pengusaha Jakarta, Doddy. “Entah kenapa saya tiba-tiba punya keinginan kuat berhaji. Maka saya berusaha mendaftar ke travel haji mana saja, semahal apapun ongkosnya saya bayar, yang penting bisa pergi haji,” kata pengusaha tambang itu, yang berhaji bersama sang istri.
Penulis sendiri berhaji atas ajakan istri, yang mengaku punya tabungan cukup untuk berhaji berdua. “Tolong lah carikan orang yang bisa membantu kita bisa berhaji tahun ini,” katanya, bulan Mei lalu, menjelang bulan Ramadan. Tepatnya tiga bulan menjelang pelaksanaan ibadah haji tahun 2017.
Alhamdulillah hasrat untuk berhaji itu bisa terlaksana. Meskipun harus menyiapkan dana setidaknya dua ratus juta rupiah perorang. Bandingkan dengan ongkos berhaji biasa (ONH) yang sekitaran Rp 35 juta perorang. (zam).
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: