ANAK belasan tahun perlahan mendayung kapal sedikit menjauhi salah satu dermaga di Bontang Kuala. Setelahnya mesin dihidupkan, kapal melesat menuju Selat Makassar. Selama perjalanan sesekali dia dan rekannya memperhatikan botol kaca 600 mililiter dilengkapi sumbu yang dijejer di sudut kapal. Botol itu sebelumnya sudah disulap menjadi bom rakitan.
Cahaya fajar belum sempurna ketika mereka tiba di lokasi tujuan, perairan Tobok Batang. Dari atas kapal, anak itu mencelupkan kepalanya. Mencari kerumunan ikan. Setelah ketemu, dengan sigap ia mengambil korek api dan menyulut sumbu lalu melemparnya ke laut. Tidak hanya satu. Bom-bom itu dilemparkan di beberapa titik. Ikan mengapung terkena ledakan bom. Membuat mereka mudah memungutnya.
“Itu aktivitas saya dulu. Dari SD sudah ikut ngebom ikan. Hampir setiap hari seperti itu,” kata Yusta, ketua Kelompok Konservasi Terumbu Karang Bontang Kuala (Karaka), ditemui di kediamannya, Ahad (7/1/2024).
Dengan mengebom, terang Yusta, dirinya mampu meraup 400-600 kilogram ikan. Jauh lebih banyak dari hasil tangkapannya dengan cara menjaring. “Itu baru dari satu bom,” ujarnya.
Aktivitas yang dilakukannya sejak duduk di kelas 6 SD itu,belakangan membuatnya merasa bersalah karena menyebabkan kerusakan ekosistem laut. Pasalnya, setiap bom yang meledak bisa menghancurkan 4-5 meter persegi terumbu karang.
“Padahal dulu terumbu karang di sana (Tobok Batang) cantik sekali. Sekitar 15 menit kalau mau ke sana dari Bontang Kuala,” ucapnya lirih.
Pria 35 tahun ini menyebut, karena terumbu karang rusak maka ikan juga menjauh dari Tobok Batang. Ini menyebabkan para nelayan terpaksa harus melaut lebih jauh, hingga ke perairan Kabupaten Kutai Timur. Bahkan demi menghemat ongkos, mereka terpaksa harus menginap berhari-hari meninggalkan keluarga. Tak sebanding dengan penghasilan yang pada akhirnya diperoleh.
“Kadang justru lebih mahalan ongkos solarnya dari pada (uang) yang didapat,” katanya tertawa getir.
Sadar tindakannya salah, Yusta memutuskan untuk berhenti menjaring ikan dengan cara mengebom laut saat memasuki pendidikan di jenjang SMA. Dirinya memilih fokus belajar sembari mencari cara untuk mengembalikan ekosistem laut, khususnya ikan di perairan Bontang.
Hingga akhirnya Yusta bertemu dengan kelompok nelayan Kimasea asal Kampung Selambai, Kelurahan Loktuan, Kecamatan Bontang Utara.
Bertemu kelompok binaan Pupuk Kaltim itu membuat Yusta penasaran. Pasalnya, kelompok nelayan yang bermukim lebih jauh dari kediamannya itu kerap beraktivitas di Tobok Batang. Bukan untuk menjaring ikan, tapi memperbaiki terumbu karang yang rusak dan hancur akibat pengeboman.
Berbanding terbalik dengan Bontang Kuala yang sudah mendapat stigma, karena dikenal biangnya pengebom ikan.
“Kalau ada yang tertangkap, walau bukan orang Bontang Kuala, pasti yang kena Bontang Kuala. Sudah terlanjur dicap (suka bom ikan). Ya, mungkin karena dari kakek kami juga sudah ngebom ikan,” ujarnya.
Berkaca dari semangat anggota Kimasea, pria yang kini bekerja di Kantor Lurah Bontang Kuala itu pun bertekad untuk membantu memperbaiki ekosistem laut di kawasan konservasi Tobok Batang.
“Saya beranikan diri minta ke Pupuk Kaltim untuk dibuatkan kelompok seperti Kimasea. Sampai akhirnya kelompok Karaka terbentuk,” ujarnya tertawa ringan.
Dijelaskan Yusta, kelompok nelayan Karaka resmi dibentuk pada Mei 2022 dengan jumlah anggota sebanyak 12 orang. Menariknya 12 anggota tersebut seluruhnya merupakan pelaku pengeboman ikan.
Melalui bantuan Pupuk Kaltim, para mantan pengebom ikan ini dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan, khususnya terkait metode penangkapan ikan dengan cara yang lebih ramah lingkungan. Di samping itu, mereka juga dibekali ilmu soal transplantasi karang. Mulai dari cara pembuatan, perawatan hingga monitoring yang wajib dilakukan secara berkala di tiap bulannya.
Hingga akhirnya Karaka bisa ikut serta bersama Kimasea memulihkan ekosistem laut di Tobok Batang. Tak hanya itu, Karaka juga bekerja sama dengan Kimasea dalam program terumbu karang buatan untuk proses penurunannya.
“Pupuk Kaltim tidak hanya melarang kami untuk mengebom ikan, tapi mereka juga memberikan kami solusi agar bisa menjaring ikan sambil tetap menjaga ekosistem laut,” terangnya.
Saat ini total media transplantasi karang yang sudah Karaka turunkan di Tobok Batang mencapai sekitar 85 unit dengan berbagai bentuk dan ukuran. Mulai dari fishdome, kotak dan tenda.
Media transplantasi karang yang diproduksi oleh Karaka ini pun kini perlahan-lahan mulai menampakkan hasil. Ini dibuktikan dengan bibit-bibit karang yang berhasil tumbuh lebih cepat hingga menghasilkan karang yang cantik. Kondisi ini diklaim Yusta berdampak pada semakin banyaknya ekosistem laut yang menyambangi Tobok Batang.
“Jangankan ikan putih, cumi-cumi saja sekarang banyak di Tobok Batang. Jadi, nelayan kalau mau tangkap ikan tidak perlu jauh-jauh lagi,” klaim Ketua Kelompok Karaka ini.
Kini hampir dua tahun terbentuk, Karaka tidak hanya berfokus pada transplantasi karang, namun juga pada sektor keramba jaring hingga pariwisata. Bahkan untuk keramba jaring saja, Karaka sudah berhasil melakukan dua kali panen ikan putih dengan total mencapai 110 kilogram. Rencananya, di tahun ini Karaka kembali mengembangkan keramba jaring namun dengan membudidayakan lobster.
Jumlah anggota Karaka juga perlahan-lahan bertambah. Kini, tercatat telah mencapai 16 orang. Yusta pun berkomitmen untuk kembali menjaring nelayan-nelayan potensial untuk bergabung di Karaka. Sembari memberikan edukasi dan pemahaman kepada nelayan-nelayan sekitar untuk meninggalkan cara-cara merusak dan berbahaya saat menjaring ikan.
“Unit usaha yang dibangun Karaka ini cukup membantu menambah penghasilan anggota di samping melaut,” akunya.
Tak kalah pentingnya, kata pria ramah ini, anggota Karaka yang dulu sebagai pengebom ikan kini bisa hidup tenang. “Mengebom ikan itu bikin hidup waswas. Kita tidak tahu kapan ditangkap,” ujarnya.
Beralih ke Konservasi
Jusman berbicara serius dengan lawan bicaranya di seberang telepon. Sejurus kemudian dia mulai merapikan lapak dagangannya, lalu mengendarai motor ke rumahnya di Kampung Selambai, Kelurahan Loktuan, Kecamatan Bontang Utara.
Setelah bersalin pakaian, dia bergegas ke kapal yang ditambatkan tak jauh dari kediamannya. Satu jam berlayar, Jusman akhirnya sampai di perairan Tobok Batang. Berjarak 4 mil dari rumahnya.
Di sana sudah terdapat kapal-kapal lain berkumpul. Tujuannya sama, mengumpulkan ikan hasil pengeboman nelayan asal Bontang Kuala. “Hasil bom itu banyak. Mereka tidak sanggup kalau bawa pulang sendiri,” ujar Jusman, ditemui di rumahnya, Ahad (7/1/2024).
Ikan-ikan itu tidak dipasarkan di Bontang. Warga Bontang, sebutnya, sudah hapal ikan hasil bom. Jadi enggan untuk membeli. “Makanya kami biasanya jual ke Kutim, Samarinda sampai Balikpapan,” sebutnya.
Hasil dari mengumpulkan ikan hasil bom itu bisa mencapai Rp46 juta. Jumlah yang membuatnya tergiur. Cara ini terus dilakukan Jusman dan rekannya bahkan saat bertemu tim dari Pupuk Kaltim pada 2009 lalu.
“Niat awalnya hanya ingin ambil uang dari Pupuk Kaltim, makanya kami mau diedukasi dan dibina soal konservasi terumbu karang ini. Tapi, kemudian kami tergugah dan sadar jika konservasi ini penting untuk keberlangsungan kami juga sebagai nelayan,” paparnya sembari tertawa kecil.
Pria yang sejak kecil mewarisi profesi nelayan dari keluarganya ini menyebut, edukasi yang terus diberikan Pupuk Kaltim membuat dirinya perlahan berubah. Ia pun mulai beralih menangkap ikan dengan cara yang lebih ramah lingkungan.
Cara ini juga ditularkan Jusman ke rekan nelayan lainnya yang kerap melakukan aktivitas penangkapan ikan dengan cara yang merusak.
Seiring waktu, Jusman dan rekan-rekannya tidak hanya sekadar memperoleh edukasi tentang pentingnya menjaga ekosistem laut dan penangkapan ikan dengan ramah lingkungan. Namun, mereka turut serta dilibatkan dalam program transplantasi karang dan terumbu karang buatan di Tobok Batang yang dilakukan Pupuk Kaltim sejak 2009 lalu.
Pendampingan yang gencar dilakukan Pupuk Kaltim kepada Jusman dan rekan-rekannya ini pun berujung pada pembentukan kelompok nelayan binaan bernama Kimasea pada 2017 lalu.
Saat dibentuk, Kelompok Kimasea terdiri dari 12 orang nelayan. “Kami didampangi untuk pemantauan dan pengamatan terumbu karang. Kami juga dibekali sertifikasi menyelam agar program konservasi terumbu karang bisa lebih optimal,” paparnya.
Sejak dibentuk, kelompok Kimasea terus memperoleh berbegai pelatihan dan keterampilan dari Pupuk Kaltim. Salah satunya, yakni pembuatan media terumbu karang.
Berbagai pembekalan itu berujung pada ladang ekonomi dan sumber penghasilan baru bagi kelompok Kimasea lewat berbagai usaha. Di samping aktivitas melaut yang tetap dipertahankan.
Mulai dari budidaya keramba kerapu, perjalanan wisata air, hingga pekerjaan bawah air dari berbagai pihak.
”Kini anggota Kimasea sudah mencapai 46 orang. Dan rata-rata anggota yang terlibat bisa mendapat tambahan penghasilan Rp2 juta-Rp3 juta per bulan,” ujarnya.
Tak hanya membawa dampak positif bagi penghasilan Jusman dan rekannya, program konservasi terumbu karang besutan Pupuk Kaltim ini diklaim Jusman mulai memperbaiki ekosistem laut di Tobok Batang. Ini dibuktikan dengan semakin banyaknya ikan yang menyambangi Tobok Batang. Kondisi ini membuat para nelayan tidak perlu lagi untuk menjaring ikan hingga ke perairan tetangga.
“Tobok Batang kini sering dihampiri Lumba-lumba. Bahkan beberapa waktu lalu saat menyelam kami bertemu dengan Pari Manta,” jelas Jusman bangga.
Berdaya Memberdaya
Program transplantasi karang dan terumbu karang buatan di Tobok Batang sendiri berangkat dari keprihatinan Pupuk Kaltim terhadap kondisi terumbu karang di perairan Kota Bontang yang terus mengalami kerusakan setiap tahunnya.
Menukil data Dinas Perikanan Kelautan dan Pertanian (DPKP) Kota Bontang, pada 2015 sebanyak 2.500 hektare terumbu karang mengalami kerusakan dari total 5.464 hektar luas wilayah terumbu karang di Bontang.
Kerusakan itu diakibatkan oleh penggunaan alat tangkap serta metode penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Seperti menggunakan bahan peledak hingga bahan kimia beracun.
Padahal perairan di Kota Bontang merupakan bagian dari kawasan Segitiga Terumbu Karang Dunia (Coral Triangle). Keberadaannya dicadangkan sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dan gudang hayati laut bagi keamanan pangan dunia.
Pada 2009 Pupuk Kaltim meluncurkan program transplantasi karang dan terumbu karang buatan di Tobok Batang dengan luasan mencapai 20 hektare. Program ini melibatkan pihak ketiga dalam proses pembuatan dan penurunannya.
“Setiap tahun sekitar 500 unit terumbu karang diturunkan di Tobok Batang yang merupakan kawasan konservasi laut Pupuk Kaltim di Bontang,” jelas Vice President Departemen Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Pupuk Kaltim, Sugeng Suedi saat dikonfirmasi pada Sabtu, (6/1/2024).
Belasan tahun berlangsung, kini total terumbu karang yang berhasil diturunkan Pupuk Kaltim di Tobok Batang telah mencapai 6.822 unit. Dengan pemantauan dan monitoring yang dilakukan secara berkala setiap bulannya.
Rinciannya, yakni 256 unit terumbu karang buatan pada 2009, 566 unit terumbu karang pada 2011, dan 1.000 unit terumbu karang dipasang pada 2012. Kemudian masing-masing 500 unit terumbu karang buatan diturunkan di Tobok Batang pada 2013, 2014 dan 2015.
Selanjutnya tujuh tahun berturut-turut, tepatnya pada 2017-2023 kemarin, Pupuk Kaltim kembali menurunkan sebanyak 500 unit terumbu karang buatan di tiap tahunnya. Menariknya, terumbu karang buatan yang diturunkan sejak 2017 itu merupakan buah karya kelompok nelayan Kimasea.
Keberhasilan kelompok Kimasea memproduksi media terumbu buatan tak terlepas dari peran Pupuk Kaltim, yang membekali pengetahuan dan keterampilan pembuatan media pembibitan terumbu karang sesuai spesifikasi. Serta pemberian berbagai pelatihan yang dilakukan secara bertahap.
Tercatat hingga 2023, kelompok Kimasea telah menurunkan sekitar 3.500 terumbu buatan di perairan Tobok Batang.
“Sejak saat itu pengadaan terumbu buatan yang sebelumnya diberikan kepada pihak ketiga, mulai dipasok dari kelompok Kimasea,” terang Sugeng.
Keberhasilan itu pun menjadi langkah awal bagi kelompok Kimasea untuk pengembangan unit usaha terumbu buatan di Kota Bontang. Mereka tidak hanya melayani kebutuhan untuk Pupuk Kaltim saja, tapi juga memasok pesanan dari pemerintah kota maupun pihak lain di Kota Bontang.
Sebelum pembentukan kelompok Kimasea, Pupuk Kaltim terlebih dahulu membekali kelompok Kimasea dengan pelatihan teknik transplantasi dan kemampuan menyelam secara benar.
Dua pelatihan tersebut diberikan guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kelompok Kimasea. Agar terumbu buatan yang telah diturunkan mampu berkembang dalam menjaga ekosistem perairan.
“Ini sebagai upaya untuk mengantisipasi potensi kerusakan terumbu buatan oleh beragam faktor. Sehingga program ini bisa berjalan maksimal,” sebutnya.
Usai lima tahun membina kelompok Kimasea, tepatnya pada 2022, Pupuk Kaltim kembali membentuk kelompok nelayan baru. Kali ini kelompok nelayan itu bernama Karaka yang berasal dari Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Utara.
Kelompok Kimasea dan Karaka tergabung dalam program Kilau Samudera. Akronim dari Konservasi Taman Laut dan Sarana Media Terumbu Karang.
Tak berbeda jauh dari Kimasea, kelompok Karaka dibentuk guna memperluas manfaat sekaligus meningkatkan kesadaran nelayan untuk tidak lagi menangkap ikan menggunakan cara-cara yang dapat merusak ekosistem laut.
Pun untuk pembinaan yang diberikan juga tidak berbeda jauh. Di awal pembinaan, kelompok nelayan Karaka difasilitasi pelatihan dan sertifikasi menyelam. Termasuk pelatihan keterampilan yang berkaitan dengan pemberdayaan di sektor kelautan juga telah disiapkan Pupuk Kaltim untuk lima tahun ke depan. (Sari)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post