Di Doyo, Kris Rumyak menyelamatkan bayinya dengan membungkusnya dengan kantong plastik. Di Sentani, Prada Syahril dan rekan melepaskan bayi yang terjepit kayu selama berjam-jam.
ROBERT MBOIK-ELFIRA, Jayapura
Sabtu Malam (16/3), Lewat Pukul 22.00 WIT
MATA Kris Rumyak terbelalak. Di malam yang telah larut itu, air sudah tinggi sekali. Menenggelamkan seluruh badan jalan raya di hadapannya.
Tanpa berpikir panjang, Kris langsung balik badan. Lari ke rumahnya di kawasan Doyo, Kabupaten Jayapura. Ada istri dan anak-anaknya di sana.
Air bah terus mengejar.
Kris harus beradu cepat. Pintu rumah setengah didobrak. Sembari meminta istrinya bergegas, dia menggendong bayinya yang baru berusia 10 bulan.
Diambilnya kantong plastik. Dibungkusnya si bayi dengan kantong tersebut. Itu satu-satunya cara mengamankan si kecil yang terpikir olehnya. Mereka harus dengan segera meninggalkan rumah. Menuju tempat pengungsian.
Tapi, di sekitar rumah, air sudah semakin tinggi…
Di Tempat Lain, 10 Jam Berselang
Sayup suara tangisan bayi terdengar oleh Prada Syahril. Di tengah suara tempias air. Dan, teriakan sejumlah orang di sana-sini.
Pada kemarin pagi (17/3) itu, Kampung Taruna, Sentani, Kabupaten Jayapura, masih berselimut banjir. Bersama Sertu Hanafi, Seru Samsi, Prada Yacob, dan Prada Yusril, Syahril jadi bagian tim penyisir dari Yonif RK 751/VJS untuk membantu proses evakuasi.
Syahril pun mencari sumber suara tangis bayi itu. Menajamkan telinga sembari matanya mengawasi kanan kiri.
Ternyata suara tersebut berasal sebuah rumah kayu yang sudah runtuh. Dan, bayi malang itu ada di kolong. Terjepit di antara reruntuhan kayu…
Bermula dari Hujan Deras
Malam yang jatuh pada Sabtu lalu itu mendatangkan kecemasan pada Kris. Hujan deras yang tak kunjung reda yang jadi penyebab.
”Awalnya saya lihat air tiba-tiba masuk ke rumah. Biasanya kalau hujan turun tidak bisa saja terjadi seperti itu,” ungkapnya dengan nada terbata-bata kepada Cenderawasih Pos.
Merasa ada yang janggal, dia pun memutuskan keluar rumah untuk memperhatikan kondisi yang terjadi di luar. Tapi, sebelumnya dia berpesan ke istri dan anak-anak agar tidak meninggalkan kediaman mereka.
”Saya juga pesan, apa pun kondisinya, jangan sampai panik,” katanya.
Berjalanlah Kris menuju jalan raya. Tak begitu jauh sebelumnya. Tapi, gelapnya malam menghalangi pandangannya.
Benar saja, air deras menerjang dari aliran sungai di balik permukiman padat penduduk di sekitar Perumahan BTN Nauli Advent Doyo.
”Saya pun langsung berbalik arah menuju rumah,” jelasnya.
Air bah itu pun meluluhlantakkan ratusan rumah, termasuk milik Kris. Menghanyutkan apa saja, berbagai barang dan sejumlah orang. Doyo memang salah satu titik terparah dalam musibah banjir bandang di Kabupaten Jayapura kali ini.
Beruntung, Kris dan keluarga selamat dari maut. Termasuk anaknya yang baru berusia 10 bulan yang dibungkusnya dengan kantong plastik.
Mereka, bersama sekitar 4 ribu pengungsi lain, kini berlindung
di posko utama yang sudah disiapkan pemerintah. Yang berlokasi di sekitar kompleks kantor bupati Kabupaten Jayapura.
Mereka akan bertahan di sana sampai dengan batas waktu yang belum ditentukan. Sebab, hingga kemarin tim evakuasi masih mencari korban yang masih hilang.
Gergaji, Motor, Ambulans
Syahril dan rekan-rekannya harus berpikir secepat-cepatnya untuk menyelamatkan si bayi yang terjepit kayu. Didapatlah dua gergaji yang langsung digunakan untuk memotong kayu tersebut.
Begitu si bayi sudah terbebas dari jepitan, Syahril langsung menggendongnya. Membawa sepeda motor, bayi yang diperkirakan telah terjebak berjam-jam itu segera dilarikan ke puskesmas terdekat. Tapi, di tengah jalan berpapasan dengan ambulans.
”Si bayi pun berhasil dievakuasi ke Puskesmas Sentani dengan menggunakan ambulans,” terang Kapendam XVII/Cenderawasih Kol Inf Muhammad Aidi.
Hingga tengah malam kemarin waktu setempat, belum diketahui orang tua si bayi berparas Papua yang diperkirakan baru berusia 5 bulan itu. Bahkan, belum bisa dipastikan apakah orang tua bayi tersebut selamat dari terjangan banjir.
Masih Ada Harapan
Sepanjang ingatan Kris selama tinggal di Doyo, memang sudah beberapa kali banjir melanda. Tapi, tak pernah seperti sekarang ini.
”Banjir kali ini merupakan yang terparah dari peristiwa-peristiwa yang sudah pernah terjadi sebelumnya,” paparnya.
Harta bendanya kini lenyap sudah. Bahkan, untuk kembali ke tempat tinggalnya, dia belum sepenuhnya yakin. Khawatir banjir seperti sekarang ini, atau bahkan lebih parah, terjadi lagi.
Hari-hari ke depan memang terasa gelap bagi Kris. Namun, masih ada yang terus dia syukuri tak henti-henti.
”Harta benda sudah habis. Tapi, saya masih punya harapan karena keluarga saya selamat dari bahaya ini,” katanya. (*/c10/ttg/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post