Bisa Disanksi, Dishub Himbau Ganti Sesuai Aslinya
BONTANG – Fenomena “Om Telolet Om” beberapa hari ini menggemparkan masyarakat Indonesia dan dunia. Betapa tidak, peristiwa yang dimulai dari kegemaran anak-anak asal Jawa Tengah yang suka menunggu bus dan meminta dibunyikan klakson dengan meneriakkan “Om Telolet Om”, mendadak viral di media sosial.
Di beberapa daerah pun tampak mengikuti tren tersebut saat bus melewati mereka. Namun, klakson bernada “telolet” tersebut bukanlah klakson standar yang diperbolehkan.
Kepala Bidang Perhubungan Darat Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Bontang, Bina Antasariansyah mengatakan klakson kendaraan jenis tersebut adalah klakson hasil modifikasi. Klakson tersebut pun tak laik untuk dipasang karena suaranya yang begitu nyaring. “Kalau klakson pabrikannya sudah melewati uji kebisingan. Kalau ini kan sangat bising, bisa mengagetkan orang,” kata Bina, Jumat (23/12).
Saat pengujian kendaraan bermotor atau uji kir dilakukan, jika ditemukan ada kendaraan yang menggunakan klakson tersebut, petugas Dishub akan meminta untuk dikembalikan seperti semula. “Kalau uji kir sudah jelas tidak lolos,” tambahnya.
Beruntung, pihaknya hingga kini belum menemukan bus atau kendaraan lain yang menggunakan klakson seperti yang disebutkan. Meski beberapa video di media sosial menampilkan salah satu instansi dan perusahaan yang mengikuti tren serupa, Bina mengaku belum mengetahuinya. “Belum, saya belum lihat videonya,” katanya.
Jika di jalan ditemukan bus dan kendaraan lain yang menggunakan klakson tak standar, maka itu sudah menjadi urusan dari kepolisian. Pengendaranya pun dapat dikenai sanksi karena melanggar Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Sanksinya pasti didenda,” ucap Bina.
Dalam UU tersebut, pada pasal 285 ayat (1) tertulis setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau
penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500ribu.
Bina berharap, masyarakat di Bontang tidak mengikuti tren tersebut karena dapat membahayakan diri sendiri. Selain itu, bunyi klakson yang dibunyikan begitu nyaring sehingga mengganggu lingkungan di sekitarnya. Para pemilik dan pengendara bus pun diminta mematuhi peraturan dan menggunakan suku cadang kendaraan yang asli dari pabriknya. “Lebih baik dari pabrikannya saja, lebih aman,” jelas Bina. (zul)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: