BALIKPAPAN- Konsumsi bahan bakar nonsubsidi di Kalimantan menunjukkan tren positif sepanjang 2018. Dari data Pertamina Marketing Officer Region VI, konsumsi Pertamax naik 16 persen dibanding 2017. Secara rinci, konsumsi 2017 sebesar 256.300 kiloliter (kl) dan 2018 sebesar 296.188 kl. Pertalite, konsumsinya naik 20 persen. Pada 2017 konsumsinya hanya 871.826 kl, tahun lalu mencapai 1.042.255 kl.
Sebaliknya, premium justru mengalami penurunan konsumsi sebesar 9 persen. Tahun lalu hanya 1.134.711 kl, sedangkan 2017 mencapai 1.246.212 kl. Total gasoline, konsumsinya meningkat 4 persen. Sedangkan untuk produk gasoil, konsumsinya tumbuh 10 persen dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan paling tinggi dialami Dexlite hingga 92 persen.
Perhitungan konsumsi untuk jenis BBM ini pada 2017 tidak dilakukan menyeluruh karena baru diluncurkan pada akhir tahun. Solar PSO pertumbuhannya paling kecil. Hanya 3 persen. Kemudian, Pertamina Dex tumbuh 15 persen.
Dewan Pertimbangan Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Balikpapan Afiuddin Zainal Abidin menjelaskan, distribusi BBM premium memang dikurangi. Sekarang banyak SPBU yang tidak menjual BBM premium lagi. Seperti yang dialami di SPBU miliknya, ada penurunan pasokan sebesar 40 persen. Di sisi lain, BBM nonsubsidi ditambah.
“Sekarang, BBM nonsubsidi diincar. Apalagi harga minyak dunia awal tahun lalu meningkat. Sedangkan premium sudah lebih dari dua tahun tidak ada penyesuaian harga. BBM dengan kadar oktan 88 persen itu mestinya dijual Rp 7.200–7.400 per liter,” tuturnya, Senin (28/1).
Afiudin menilai, langkah Pertamina menekan konsumsi dengan meminimalisasi dispenser untuk premium cukup baik. Bisa dilihat SPBU perkotaan, yang menjual premium tidak terlalu banyak, khususnya di Balikpapan.
“Kita juga paham bahwa Pertamina punya kewajiban dividen besar terhadap negara. Kalau tidak salah 50 persen dari laba. Di sisi lain, mereka juga ditugasi program BBM satu harga dan didorong mengambil alih pengelolaan blok migas. Ya tapi kan tidak semua masyarakat paham. Tahunya ketika harga naik timbul gejolak. Untuk itu butuh sosialisasi,” jelasnya.
Dia menyebut, kendati harga BBM subsidi ditahan, peminatnya memang berkurang. Afiudin menyebut, peminat BBM nonsubsidi terus naik dari tahun ke tahun. Banyak masyarakat yang sudah paham memakai BBM yang berkualitas untuk kendaraannya. Apalagi kendaraan roda empat dan roda dua masa kini minimal memakai BBM RON 92. (aji/ndu/k15/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post