JAKARTA – Debat Kandidat edisi kedua untuk Pilpres 2019 masih sebulan lagi. Namun, dari suguhan di debat pertama sudah tampak mana saja yang perlu diperbaiki. Sehingga, pada debat kedua 17 Februari mendatang seluruh ide para kandidat bisa dikuras lebih maksimal, Juga tentunya, lebih menghibur penonton di seluruh Indonesia.
Salah satu catatan utama dalam debat pertama Kamis (17/1) lalu adalah suasananya yang terlalu kaku. Pakar Komunikasi Politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menyarankan agar debat kedua dan seterusnya diatur dalam nuansa yang lebih rileks. ’’Kalau buat paslon seharusnya santai saja, tidak usah terlalu tegang juga,’’ ujarnya saat ditemui usai diskusi di Jakarta Pusat kemarin (19/1)
Pada debat pertama 17 Januari lalu, suasananya tampak cukup tegang meskipun di akhir sesi debat kedua paslon tampak bergenmbira dan berpelukan. Moderator misalnya, menurut Hendri sudah menjalankan tugasnya dengan baik. namun, kekakuan masih tampak terlihat pada mereka saat membawakan debat.
Selain itu, dia mengingatkan para kandidat bahwa debat adalah pertunjukan televisi. Karena itu, penampilan, sikap, gesture, dan tindakan para kandidat juga akan diperhatikan publik. ’’Paslon ini perlu lebih serius dari sisi entertaining,’’ lanjutnya. Hendri menyarankan tim sukses kedua paslon membuat kajian entertainment. Minimal mengkai baik tidaknya penampilan para kandidar pada debat pertama.
Misalnya, Tim Kampanye Nasional 01 bisa mengkaji apakah intonasi capres Joko Widodo saat itu disukai oleh publik atau tidak. ’’Kalau disukai, ya silakan diteruskan,’’ tutur Hendri. Sama halnya dnegan Badan Pemenangan Nasional 02, bisa dikajiapakah gerakan joget capres Prabowo Subianto disukai publik atau tidak. bila masyarakat suka, maka ciri khas itu bisa dipertahankan di debat kedua.
Sementara, catatan utama Hendri bagi KPU untuk debat kedua adalah jangan terlalu akomodatif kepada paslon. ’’Ikuti saja peraturan yang ada, laksanakan. Kalau paslonnya nggak suka, diemin aja,’’ tambahnya. KPU harus lebih tegas membuat aturan main dan harus dipatuhi oleh kedua paslon.
Senada, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini juga mengingatkan KPU agar lebih konsisten dalam peraturan perundangan. UU pemilu hanya mewajibkan KPU meminta pertimbangan paslon dalam menunjuk moderator. Selebihnya merupakan otoritas KPU sebagai penyelenggara.
Karena itu, dia menyarankan KPU menyiapkan debat seperti menyiapkan PKPU. Konsep debat secara matang dibuat oleh KPU tanpa intervensi paslon. Kemudian, terhadap konsep tersebut dilakukan uji publik. Di situlah KPU akan mendapat masukan dari semua pemangku kepentingan pemilu, tidak hanya paslon. ’’Tetapi tetap saja, pengambil keputusan atau penentu akhir itu adalah KPU,’’ ujarnya.
Kemudian, KPU jangan lagi mengambil panelis dari usulan kandidat. Itu akan menimbulkan kesan ada hubungan politik antara panelis dengan kandidat. KPU, lanjut Titi, harus menunjukkan otoritasnya sebagai penyelenggara dengan memutuskan sendiri siapa panelis debat.
Selain itu, tidak perlu ada kisi-kisi pertanyaan yang diberitahukan. Pertanyaan itu harus merupakan hasil pendalaman panelis dan barus disampaikan saat debat. ’’Untuk melihat respons orisinal atau otentik dari pasangan calon,’’ jelas perempuan kelahiran Palembang itu.
Catatan lain dari Titi adalah jam tayang debat yang terlalu malam. Dia menuturkan, Indonesia memiliki tiga zona waktu, dan Jakarta berada di zona terakhir. ’’Kalau jam 8 (malam), itu jam 10 di Indonesia Timur. Sehingga selesainya jam 12 malam,’’ lanjutnya.
Menurut Titi, sebaiknya debat dimajukan setidaknya menjadi pukul 19.00 Wib atau 21.00 Wit. Bila maju menjadi pukul 18.00, akan banyak tudingan karena waktunya mepet dengan jadwal salat. ’’Kami sebenarnya di awal mengusulkan debat diselenggarakan mewakili tiga wilayah besar Indonesia. Barat, Tengah, Timur,’’ tambahnya.
Sementara itu, Cawapres 02 Sandiaga Salahuddin Uno sepakat dengan usulan Hendri. Menurut Sandi, debat Pilpres berikutnya perlu dibuat lebih santai. Lantaran durasi debat sekitar 2,5 jam. Faktor usia paslon menjadi pertimbangan Sandi.
”Saya melihat bahwa kalau kita berdiri terus lama 2,5 jam itu tentunya kan sangat melelahkan. Dan perlu pijit. Apalagi buat Pak Prabowo yang mendekati 70 dan Pak Kyai (Maruf Amin) sudah lewat 70 itu,” ujar Sandi usa menghadir Indonesia Millenial Summit di Jakarta, kemarin (19/1).
Dia mencontohkan, format debat pada saat pemilihan Gubernur DKI Jakarta itu lebih baik daripada debat sesi pertama Kamis (17/1) lalu. Termasuk soal pemberian kisi-kisi yang dianggap membuat suasana debat jadi kurang menarik. Daripada kisi-kisi dibocorkan, lebih baik hanya diberi tahu topic debat.
”Kita mengelaborasi per topik. Itu akan jauh lebih mendalam dan perdebatanya akan melihat dan mengukur masing-masng pasangan calon terhadap pemahamanya di topic tersebut,” ungkap Sandi.
Kemasan debat sesi pertama itu juga dianggap terlalu mewah. Dengan menghadirkan banyak penonton. Padahal, menurut Sand bisa dibuat lebih sederhana lagi. ”Menurut saya dibuat di studio TV saja. Di studio TV duduk terus undang millennial,” jelas mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Kaum millennial diundang terutama kelompok-kelompok yang belum menjatuhkan pilihanya hingga saat ini. Sandi percaya, para millennial baru akan menentukan pilihannya setelah semua debat digelar atau sesaat sebelum hari pencoblosan pada 17 April.
Selain itu, debat itu sesungguhnya bukan hanya untuk para penonton yang ada di dalam ruang debat. Tapi, lebih ditujukan untuk ratusan juta masyarakat Indonesia. ”Nggak usah pakai yel-yel. Itu sudah lewat lah zaman yel yel itu sudah. Kita sudah melewati fase hingar bingarnya,” kata dia.
Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Amin Jusuf Kalla menyuarakan hal senada. Hanya saja, dia lebih menyoroti memberikan catatan terhadap debat pertama pasangan calon pada Kamis (17/1) malam. Dia menuturkan debat itu semestinya harus lebih bisa menunjukan kemampuan personal pasangan calon dalam menyikapi persoalan.
”Pemimpin itu harus mengambil sikap pada waktu debat. Kadang-kadang tidak perlu persiapan. Sebenarnya diskusi ini harus mencerminkan itu,” ujar JK yang tiga kali ikut kontestasi pilpres itu. JK memang mendapatkan undangan untuk hadir menyaksikan debat di Hotel Bidakara itu. Tapi dia lebih memilih untuk nonton bersama dengan kolega di rumah dinas Wakil Presiden di Jalan Diponegoro.
Lebih lanjut, JK menyarankan agar dalam debat kedua tidak terlalu banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang diberitahukan terlebih dahulu sebelumnya. Karena sangat mungkin jawaban dari pertanyaan tersebut telah dipersiapkan bukan hanya oleh paslon tapi juga tim sukses. ”Bolehlah bahwa arahnya lebih. Saya lebih (menyarankan agar) memberikan impact leadershipnya,” imbuh JK.
Di sisi lain, besarnya tekanan publik mulai membuat KPU melunak. Langkah perbaikan pun muncul satu persatu. Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengakui, debat pertama belum sepenuhnya memenuhi harapan publik Indonesia. Karena itu, secara internal pihaknya melakukan evaluasi menyeluruh. Terkait format dan mekanisme debat untuk perbaikan di edisi berikutnya.
Salah satu yang dievaluasi adalah pemberitahuan kisi-kisi pertanyaan panelis kepada para kandidat sebelum debat berlangsung. Untuk hal tersebut, tuturnya, KPU akan mengartikulasikan harapan publik. ’’Sehingga untuk debat berikutnya abstraksi soal yang dibuat panelis tidak diberitahukan kepada kandidat,’’ ujarnya kemarin.
Perbaikan-perbaikan lainnya akan terus dibahas agar pelaksanaan debat kedua 17 Februari mendatang nisa memenuhi ekspektasi semua pihak. ’’KPU RI terbuka terhadap kritik dan saran dari masyarakat,’’ tambah mantan Komisioner KPu jawa Tengah itu.
Debat kedua akan mempertemukan Jokowo dan Prabowo secara head to head. Keduanya tidak akan didampingi cawapres. Tema yang dibahas adalah energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan infrastruktur. Bila tidak ada perubahan, rencananya debat tersebut akan diselenggarakan di hotel Sultan Jakarta. (byu/jun/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post