bontangpost.id – Kisruh terkait pengajuan pembuatan masterplan penanganan banjir terus bergejolak. Kabarnya, usulan dari Pemkot Bontang itu tidak mendapat persetujuan dari legislator untuk masuk pergeseran anggaran mendahului APBD Perubahan 2020.
Menanggapi itu, Pengamat Politik Universitas Mulawarman (Unmul) Lutfi Wahyudi mengatakan perlu optimalisasi ruang konsultasi antara kedua pihak. Karena jika masing-masing saling ngotot adu kuat tidak ada memunculkan kebaikan dari itu. Menurutnya ada saluran yang lebih efektif dibandingkan secara formal.
“Ada forum lobi. Bahkan DPRD juga masuk jajaran Forkopimda. Memang secara formal juga harus mendapat persetujuan dari DPRD. Bahkan dewan juga harus diingatkan salah satu hasil rekomendasi pansus banjir DPRD,” kata Lutfi.
Menanggapi jika program yang dicanangkan kepala daerah kurang komprehensif menurut kacamata wakil rakyat, sebaiknya pemkot melakukan perbaikan program. Sehingga tidak perlu ditunda hingga berlarut-larut. Bila keduanya memiliki itikadnya baik.
“Kecuali kalau dijadikan untuk arena tawar-menawar politik, itu lain lagi sudah,” ucapnya.
BACA JUGA: Rancangan Awal RPJMD, Penanganan Banjir Dilakukan 2023, Komisi I; Sebaiknya 2022
Aspek prioritas ialah manfaat yang didapatkan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga titik poin temunya itu harus ada good will dari masing-masing pihak. DPRD sebagai Lembaga pengawas kebijakan pemerintah itu bisa melakukan kompromi dengan pemerintah daerah.
Berkenaan dengan keputusan terkait pengajuan di pergeseran anggaran mendahului APBD perubahan di tangan pimpinan dewan, Dosen Fisipol ini menjelaskan tergantung terhadap regulasi yang ada. Selama tidak bertentangan terhadap regulasi tata tertib di DPR, MPR, dan DPRD. Itu tidak menjadi persoalan.
Sehubungan dengan potensi adanya pertarungan politik pada momentum ini, ia tidak menampiknya. DPRD merupakan Lembaga politik hasil pemilu. Sementara kepala daerah merupakan pejabat politik hasil dari pilkada. Maka tidak heran dan biasanya memang begitu, segala sesuatunya itu dikaitkan dengan kepentingan politik. Masalahnya, jika dikaitkan masyarakat menjadi dirugikan atau tidak. Namun, ketika melalui aksi dari kedua pihak ini merugikan rakyat justru menjadi boomerang.
“Dua-duanya mendapatkan amanah untuk menjalankan kekuasaan itu. Satu untuk menjalankan roda pemerintahan, satunya mengawasi. Kalau tujuannya sama ada titik temu untuk kompromi itu,” pungkasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post