Oleh: Muhammad Zulfikar Akbar (Redaktur Pelaksana Bontang Post)
BOCORNYA 87 juta data pengguna Facebook di seluruh dunia dan diduga dimanfaatkan oleh Cambridge Analytica, menjadi pukulan telak bagi Mark Zuckerberg. Sang Chief Executive Officer (CEO) harus menerima kecaman dari banyak pihak. Bahkan Selasa (10/4) lalu, ia menjadi bulan-bulanan cecaran para senator Amerika Serikat (AS) yang mempertanyakan tentang keamanan data pribadi di media sosial ini.
Data-data pengguna yang bocor, seperti tudingan dari berbagai pihak, dimanfaatkan untuk kepentingan Pemilu Presiden (Pilpres) AS 2016 lalu. Meski belakangan, Cambridge Analytica yang dituduh memanfaatkan kebocoran data tersebut membantahnya. Hanya sekira 30 juta data pengguna yang mereka manfaatkan, diperoleh dari perusahaan yang berizin resmi Facebook, dan tidak digunakan untuk membantu Donald Trump menang di Pilpres AS 2016.
Meski begitu, publik sudah terlanjur geram. Facebook seakan sudah melalaikan kepercayaan yang diberikan oleh penggunanya saat pertama kali menyetujui terms and agreement kala mendaftar Facebook. Namun Facebook tak bisa disalahkan sendirian. Sebab, Zuckerberg dalam keterangannya di hadapan senator menyebut, pengguna punya akses penuh atas data yang mereka miliki.
Pernyataan ini saya pastikan benar. Sebab, bagi orang yang benar-benar mau membaca terms and agreement, menyimak dengan baik segala persyaratan dan konsekuensi yang diterima jika menggunakan aplikasi pihak ketiga, pasti menemukan beberapa opsi yang dibebaskan kepada pengguna untuk memilihnya. Apakah memilih untuk mempersilakan aplikasi pihak ketiga terhubung dengan data profil Facebook, ataupun tidak memperbolehkan aplikasi pihak ketiga mengakses seluruh data yang kita miliki.
Namun, banyak pengguna Facebook yang ternyata abai dalam melakukan “proofing”. Maksudnya, membaca dan menyimak dengan baik aturan serta konsekuensinya, sebelum bermain atau mengakses aplikasi pihak ketiga ini. Akhirnya, pengguna mengakses aplikasi pihak ketiga seperti permainan kepribadian, dan lain-lain. Sedangkan pengguna juga menyetujui mereka mengakses data pribadi yang kita miliki. Padahal, proses “proofing” ini penting agar kita benar-benar yakin untuk membagikan secara sukarela atau tidak data pribadi yang kita miliki kepada aplikasi pihak ketiga.
Isu kebocoran data ini tak hanya ada di AS saja. Dari rilis yang disampaikan Chief Technology Officer (CTO) Facebook Mark Schoepfer, Indonesia berada di urutan ketiga dalam daftar negara yang terdampak, setelah AS di peringkat pertama dan Filipina di peringkat kedua. Menurut rilisnya, ada sekitar 1 juta akun Facebook di Indonesia yang bocor. Diyakini pula oleh berbagai pihak, data pengguna Facebook yang bocor di Indonesia itu dimanfaatkan untuk kepentingan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2017 lalu.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) selaku regulator sudah melayangkan surat peringatan kepada Facebook Indonesia, agar menjelaskan permasalahan terkait penyalahgunaan data pribadi pengguna Facebook oleh pihak ketiga. Pun meminta kepastian Facebook untuk menjamin data pribadi pengguna di Indonesia. Sayangnya, karena jawaban Facebook Indonesia dinilai kurang memuaskan, Kominfo melayangkan surat peringatan kedua kepada Facebook. Media sosial yang dipakai oleh 130 juta masyarakat Indonesia (data dari Internet World Stat tahun 2017) ini terancam ditutup oleh pemerintah, jika tak bisa memberikan jawaban yang memuaskan.
Soal jaminan perlindungan data pribadi, sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. Agar masyarakat paham tentang hak-haknya sebagai pemilik data pribadi, dalam pasal 26 dijabarkan secara jelas, di antaranya pemilik data pribadi berhak: a. Atas kerahasiaan data pribadinya; b. Mengajukan pengaduan dalam rangka penyelesaian sengketa data pribadi atas kegagalan perlindungan kerahasiaan data pribadinya oleh penyelenggara sistem elektronik kepada menteri; c. Mendapatkan akses atau kesempatan untuk mengubah atau memperbarui data pribadinya tanpa mengganggu sistem pengelolaan data pribadi, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan perundang-undangan. (selebihnya bisa dibaca di permen kominfo).
Atas kasus ini, jika memang ditemukan data pribadi masyarakat yang diambil dari Facebook dan dimanfaatkan untuk kepentingan lain, maka dapat mengajukan pengaduan langsung kepada menteri karena dinilai gagal memberikan perlindungan kerahasiaan data pribadinya. Meski begitu, baik pihak Facebook dan masyarakat tampaknya sudah harus mulai belajar satu sama lain. Pihak Facebook diminta untuk menjaga kepercayaan masyarakat untuk menjaga data pribadi penggunanya. Di sisi lain, masyarakat harus mulai bijak untuk menaruh data-data pribadinya di media sosial yang rentan diakses oleh semua orang.
Semoga dengan kejadian ini, kita dapat memanfaatkan media sosial dengan baik, bijak, dan menggunakannya untuk kepentingan yang baik pula. Meski Facebook terancam diblokir, hal itu tidak menjadi masalah berarti. Facebook bukanlah kebutuhan primer. Masih banyak cara untuk terkoneksi satu sama lain dengan masyarakat dunia. Teknologi adalah tentang kebermanfaatannya untuk khalayak. Jika sudah tidak bermanfaat, lebih baik tinggalkan saja. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: