Oleh: Lukman Maulana, Redaktur Bontang Post
RABU (9/5) mendatang masyarakat Kaltim akan kembali disajikan acara debat publik Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim 2018. Tentu momen ini bakal menjadi sesuatu yang ditunggu setelah sebelumnya debat publik perdana telah sukses “menghibur” para pemirsanya.
Ya, debat publik yang biasanya identik dengan beragam retorika berbumbu kata-kata manis dan kerap dianggap pencitraan bahkan “drama” penuh kebohongan, nyatanya mampu membuat perut ini terpingkal. Alih-alih saling tebar pesona dengan gengsi maksimal, para pasangan calon (paslon) yang berebut simpati massa nyatanya hadir demikian “humoris”.
Beragam candaan, baik yang disengaja maupun tidak, dan blunder-blunder politik yang “memanaskan” suasana nyatanya mengaburkan semua anggapan terkait debat politik yang selama ini tertanam di benak masyarakat. Debat publik kemarin itu, disebut-sebut bukanlah suatu debat. Melainkan panggung mengumbar kemesraan di antara para paslon yang kerap kali cipika-cipiki.
Walaupun menghibur dan di luar ekspektasi, debat perdana kemarin juga turut disayangkan berbagai pihak. Pasalnya yang dipaparkan para kandidat KT-1 dan KT-2 sejauh ini masih bersifat abstrak, belum memunculkan solusi konkret atas permasalahan-permasalahan yang dihadapi Bumi Etam. Padahal sejatinya debat publik dapat memberikan gambaran kepada masyarakat terkait program-program yang diusung para calon untuk dipilih.
Tentu hal ini mesti menjadi perhatian bagi pihak di balik debat publik kedua. Baik keempat paslon, para penyelenggara, moderator, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu sendiri. Bagaimana agar pengalaman dari debat perdana dapat dijawab dengan perbaikan-perbaikan sehingga debat kedua nantinya bakal lebih berkualitas dan terarah.
Di satu sisi, para calon gubernur dan wakil gubernur mesti lebih menyiapkan diri. Karena “jualan” mereka tak lain adalah program. Bukan sekadar janji-janji manis nan abstrak yang membuat tergagap saat dijelaskan. Hal ini jelas akan menjadi perhatian masyarakat Kaltim yang akan menggunakan hak pilihnya 27 Juni mendatang.
Pengamatan saya, ada beberapa catatan dalam debat perdana yang mesti dijadikan perhatian. Pertama, masih adanya calon yang terlihat gugup dan terbata-bata dalam berbicara. Hal ini mesti diperbaiki para calon untuk bisa memberikan kesan baik kepada para pemirsa di mana pun berada. Pastinya masyarakat akan lebih condong pada calon yang berpembawaan tenang namun tegas dan lancar dalam menggulirkan gagasan-gagasannya ketimbang calon yang beberapa kali mengalami kondisi “pause”.
Kedua, sebagaimana yang sudah saya paparkan sebelumnya, yaitu perlu adanya paparan program-program, visi dan misi yang lebih jelas dan spesifik. Karena yang saya lihat, permainan kata yang dilontarkan para paslon nyatanya masih begitu luas dan makro, yang bisa dengan mudah disusun mahasiswa.
Ketiga, masih adanya calon yang tidak fokus dalam mengikuti debat. Masih ada perkataan-perkataan calon yang melenceng dari pertanyaan, blunder, atau malahan tidak paham dengan maksud yang sedang dibahas. Pun begitu, ada calon yang terjebak dalam “kesombongan” sehingga lebih banyak bicara tentang diri sendiri ketimbang masyarakat Kaltim. Ini yang harus dihindari.
Akan tetapi saya melihat, sudah ada iktikad baik dari masing-masing calon untuk menghadirkan politik yang santun dalam debat perdana. Dalam tutur kata yang terucap, para calon kerap menyampaikan salam dan penghormatan terlebih dulu satu sama lain. Pun begitu, adegan cipika-cipiki yang mengisyaratkan keakraban beberapa menghiasai layar kaca.
Selain itu, nuansa politik yang biasanya terasa panas, nyatanya terasa adem dengan guliran-guliran candaan yang tanpa disadari mampu menghibur masyarakat. Saling serang memang terjadi, namun intensitasnya tak menimbulkan rasa benci. Hal seperti ini semestinya memang ditunjukkan oleh para kandidat, politik yang saling hormat-menghormati satu sama lain.
Saya pikir “kemesraan” dan “keramahan” di debat perdana, perlu untuk dipertahankan di debat kedua. Sementara untuk lelucon atau humor-humor yang sempat terjadi, saya rasa perlu untuk dikurangi pada debat kedua. Para calon mesti lebih serius dan menghindari humor-humor yang tidak perlu. Sesekali bolehlah, demi mendinginkan suasana.
Karena pada intinya tujuan debat adalah untuk saling beradu visi dan misi, program-program kerja yang akan dijalankan bila benar terpilih. Maka sudah seharusnya itu yang ditampilkan secara maksimal. Debat ini adalah panggung bagi para kandidat untuk menjaring simpati masyarakat lewat cara yang tepat, “jualan” program. Sehingga harus menjadi perhatian serius apabila mereka ingin diberi amanah memimpin Kaltim.
Apabila program-program itu menarik, solutif, dan masuk akal, menyentuh kepentingan masyarakat Kaltim, tentu akan membuat masyarakat bersimpati. Ditambah ajakan untuk datang ke tempat pemungutan suara (TPS), muaranya pastilah digunakannya hak pilih untuk memilih calon yang dianggap sesuai dengan harapan masing-masing. Angka golongan putih (golput) yang selama ini menjadi momok di setiap pemilu pun bisa jadi berkurang. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: