Oleh: Stevi H. Rumengan S.H (Staf Divisi Hukum Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Bontang)
Tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun 2020 resmi berjalan. Di provinsi Kaltim, ada 9 kabupaten kota yang akan menyelenggarakan perhelatan pesta demokrasi ini. Sebagai salah satu cita-cita reformasi, pilkada secara langsung ini sebagai upaya membentuk dan menjalankan pemerintahan yang demokratis.
Penguatan pemerintahan yang demokratis menjadi upaya bersama dalam menggapai tujuan berbangsa dan bernegara, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
Hakikat dalam Pemilihan secara langsung ini, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih. Tentunya selama terpenuhi syarat yang telah diatur oleh peraturan perundangan.
Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, dalam mekanisme pencalonan menjadi calon kepala daerah, terdapat dua jalur pencalonan. Yakni calon kepala daerah melalui usungan partai politik dan atau gabungan partai politik, serta melalui jalur perseorangan.
Adapun partai politik atau gabungan parpol yang dapat mengusung calon kepala daerah minimal memperoleh paling sedikit 20 persen kursi DPRD atau 25 persen dari jumlah perolehan suara sah dalam pemilu terakhir.
Pada Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bontang Tahun 2020 ini, jika partai politik ingin mengusung bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota maka partai politik atau gabungan partai politik minimal memiliki 5 kursi di DPRD Kota Bontang.
Kemudian jika ada pasangan calon perseorangan yang ingin mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bontang, maka yang bersangkutan minimum harus memiliki 12.039 dukungan dan minimum tersebar pada 2 kecamatan di Kota Bontang. Ini sesuai Keputusan KPU Kota Bontang Nomor: 90/PL.02.2-Kpt/6474/KPU-Kot/X/2019.
Adapun dokumen dukungan yang diserahkan ke KPU berupa surat pernyataan dukungan (formulir model B.1-KWK perseorangan), surat pernyataan pasangan calon perseorangan yang memuat tabel daftar nama pendukung (formulir model B.1.1-KWK perseorangan), serta rekapitulasi jumlah dukungan (formulir model B.2 KWK perseorangan). Dokumen ini diserahkan di Kantor KPU Kota Bontang pada tanggal 19 s/d 23 Februari 2020.
Sebagaimana tertuang pada Pasal 30 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, salah satu tugas dan wewenang Pengawas Pemilu yakni mengawasi tahapan pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan, serta melakukan evaluasi pengawasan penyelenggaraan pemilihan dalam pencalonan pemilihan kepala daerah.
Merujuk hal tersebut, melakukan pengawasan dalam tahap pengumpulan serta verifikasi faktual dukungan untuk pasangan bakal calon perseorang menjadi sangat penting. Ada beberapa titik rawan saat pengumpulan dukungan baik yang dilakukan oleh tim maupun bakal pasangan calon perseorangan. Antara lain, jumlah dukungan minimum yang tidak sesuai dengan ketentuan, kelengkapan administrasi tidak terpenuhi, terjadi pemalsuan dokumen dukungan, pemberi dukungan belum memenuhi syarat (usia, domisili) dan sebagainya.
Secara khusus, setidaknya terdapat tiga potensi pelanggaran yang menjadi catatan pengawas pada masa penggalangan dukungan perseorangan.
Pertama, potensi pelanggaran manipulasi dokumen dukungan. Pada PKPU Nomor 3 Tahun 2017 disebutkan bahwa, dukungan hanya diberikan kepada satu pasangan calon, memenuhi syarat sebagai Pemilih yang berdomisili di daerah Pemilihan, tercantum dalam DPT Pemilu terakhir dan/atau DP4.
Waktu yang terbatas serta banyaknya dukungan minimum yang harus digalang dapat mendorong terjadinya upaya-upaya melawan hukum, yakni dengan memalsukan dokumen dukungan.
Sehingga, ada ancaman sanksi bagi setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan dengan ancaman pidana paling lama 72 bulan dan denda paling banyak 72 juta (Pasal 185A UU Nomor 10 Tahun 2016).
Kedua, potensi memaksa/intimidasi. Jika dalam upaya pengumpulan dukungan kepada calon pasangan perorangan dilakukan dengan cara-cara melawan hukum, seperti ada ancaman kekerasan, intimidasi, bahkan dengan menjanjikan maupun memberikan uang atau materi lainnya sebagai kompensasi/imbalan untuk mempengaruhi menggunakan hak pilihnya, tindakan tersebut dapat dijerat dengan ancaman pidana penjara dan denda. (Pasal 187A UU Nomor 10 Tahun 2016).
Ketiga, Potensi melibatkan pihak yang dilarang (ASN). Potensi dalam pengumpulan dukungan yakni dengan melakukan mobilisasi ASN maupun menggunakan perangkat Pemerintah. Pada Pasal 2 (Huruf f), Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 9 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, menggarisbawahi dengan tegas bahwa setiap ASN harus menjaga netralitas, integritas dan bebas dari konflik kepentingan.
Tentu kita semua sangat berharap bahwa penyelenggaraan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bontang Tahun 2020 dapat berjalan secara adil dan berintegritas. Hal ini akan relevan dengan hasil pemilihan yang diperoleh.
Proses demokrasi ini sangat ditentukan oleh peran aktif semua pihak, tak terkecuali masyarakat umum. Peran aktif masyarakat tidak hanya pada saat kampanye dan pemungutan suara saja, tetapi harus sejak pada masa pencalonan seperti saat ini. Mari jadilah pengawas partisipatif untuk Pilkada Kota Bontang yang bermartabat. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post