bontangpost.id — Masih ada yang salah kaprah kala menyebutkan istilah bagi para difabel. Seperti pada mereka yang mengalami gangguan pendengaran. Masyarakat kerap menggunakan istilah tunarungu alih-alih Tuli. Sebab istilah tunarungu dianggap lebih sopan ketimbang Tuli. Padahal pemaknaan tunarungu sejatinya menyinggung perasaan mereka.
Kepala Inkubator Bisnis (Inbis) Permata Bunda Anggi V Goenadi menjelaskan bila tunarungu dianggap teman Tuli sebagai label yang melekat tentang kondisi medis. Definisinya terkait dengan kerusakan, ketidakmanpuan indera pendengaran, karena ada kata ‘tuna’ di dalamnya.
“Menurut teman Tuli, itu jadi semacam judgement di masyarakat kalau mereka itu tidak mampu,” terang Anggi ketika ditemui bontangpost.id di kantornya, Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Api-Api, Kecamatan Bontang Utara, Selasa (21/9/2021) sore.
Sedangkan Tuli dengan huruf T kapital adalah pilihan entitas yang mereka yakini dan pahami. Tuli jadi cerminan budaya, bahwa mereka bukan tidak mampu berkomunikasi, namun punya cara berbeda dalam berkomunikasi. Yakni melalui bahasa isyarat.
Yang jadi soal, kata Anggi, istilah tuli di masyarakat kerap dijadikan umpatan. Dalam pemaknaan masyarakat umum diasosiasikan sesuatu yang buruk atau jelek. Sebabnya untuk menegaskan perbedaan itu digunakan T besar, untuk menyebut Tuli. Tuli menandakan subjek yang aktif dan setara dengan individu lain.
“Misalnya di tongkrongan ada teman yang fokus sama lain hal atau tidak dengar ketika temannya yang lain bicara, lalu diteriakin ‘dasar tuli’. Padahal Tuli dan tuli punya makna berbeda,” terang Anggi.
Lebih jauh dia menerangkan, masyarakat kerap memaksakan apa yang menurut mereka sopan kepada teman Tuli. Sebabnya kata tunarungu tetap dianggap lebih sopan ketimbang Tuli. Padahal mereka lebih nyaman dan lebih suka disebut Tuli. “Kadang kita terlalu egois, maksakan kata yang menurut kita halus. Tapi problemnya kenapa kita yang ngeyel, padahal mereka yang berhak,” tegasnya.
Bahkan secara umum, lanjut Anggi, istilah penyandang disabilitas pun cukup problematik. Kata disabilitas berakar dari bahasa Inggris disability, yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Sebabnya mereka lebih suka bila disebut difabel, berasal dari kata different ability, alias mereka mampu namun punya cara berbeda. Sementara penyandang disabilitas menurut UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mencakup aspek sosial dan medis.
“Campaign besarnya, mereka ini bukan tidak mampu. Logika yang terbangun jadinya kan mampu, tidak mampu. Normal, tidak normal. Padahal kata kuncinya mereka punya cara berbeda,” urainya.
Sementara, salah seorang teman Tuli yang bernaung di Inbis Permata Bunda Muhammad Agus Setiawan (28) membenarkan bila dirinya lebih senang disebut Tuli ketimbang tunarungu. Tuli merupakan identitasnya. Seorang Tuli itu mampu membantu orang lain, bisa berdaya, dan bisa berusaha.
“Tunarungu berarti tidak bisa apa-apa. Sementara kami (Tuli) bisa berbuat sesuatu,” kata Agus. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post