BONTANG – Sebanyak delapan rancangan peraturan daerah (raperda) diajukan Pemkot Bontang kepada DPRD Bontang. Penyerahan kedelapan raperda inisiatif itu dilakukan pada Rapat Paripurna ke-6 Masa Sidang II DPRD Bontang, Selasa (12/3/2019) di Ruang Paripurna DPRD Bontang.
Raperda yang diusulkan pemerintah yakni Raperda tentang Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Kawasan Permukiman, Raperda tentang Rencana Induk Pembangunan Kepaariwisataan Daerah tahun 2019-2025, Raperda tentang Penambahan Penyertaan Modal kepada Perseroan Terbatas Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, Raperda tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, dan Raperda tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah nomor 11 tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu.
Selanjutnya Raperda tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2009 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Taman, Raperda tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah nomor 20 tahun 2001 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Aneka Usaha dan Jasa, serta Raperda tentang Perubahan atas Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2012 tentang Pendirian Perseroan Terbatas Bontang Migas dan Energi.
Wakil Wali Kota Bontang, Basri Rase dalam pembacaan nota penjelasannya di hadapan pimpinan serta anggota DPRD Bontang menjelaskan, raperda pertama yang diusulkan tentang Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Kawasan Permukiman (RP3KP) merupakan pedoman bagi pemerintah daerah dalam pembangunan dan pengembangan bidang perumahan serta permukiman di Bontang. Melalui raperda ini, diharapkan permasalahan mengenai permukiman kumuh mampu ditangani dengan baik, tersedianya rencana pembangunan perumahan dan permukiman, serta terjadi peningkatan peran swasta dan masyarakat.
“Lahan untuk permukiman di Bontang sangat terbatas, sehingga diperlukan rencana untuk memastikan pembangunan dan pengembangan perumahan serta kawasan permukiman dapat mewujudkan keterpaduan kawasan dan memenuhi kebutuhan penduduk,” ujar Basri.
Raperda kedua tentang Rencana Induk Pembangunan Kepaariwisataan Daerah tahun 2019-2025, papar Basri merupakan pedoman utama bagi perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian pembangunan kepariwisataan daerah yang berisi visi, misi, tujuan, kebijakan, strategi, rencana, dan program yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam pembangunan kepariwisataan. Lanjut Basri, pengembangan pariwisata daerah dapat menjadi perhatian yang strategis dalam menunjang pembangunan suatu daerah.
“Diharapkan, sektor pariwisata mampu menjadi motor penggerak bagi perekonomian Bontang, karena proses dan output sektor lain seperti perikanan, perindustrian, dan lainnya dapat dijual sebagai objek kunjungan,” tambahnya.
Raperda ketiga tentang Penambahan Penyertaan Modal kepada Perseroan Terbatas Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, kata Basri dilakukan untuk memperoleh dua manfaat, yakni manfaat ekonomi dan manfaat sosial. Manfaat ekonomi yang dimaksud adalah mendapatkan keuntungan, sementara manfaat sosial untuk memperkuat badan usaha milik daerah (BUMD) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Penyertaan modal ini dapat menjadi sumber pendapatan daerah yang akan meningkatkan kemampuan anggaran pendapatan dan belanja daerah,” ujar Basri.
Sejak 2001 hingga 2013, akumulasi penyertaan modal Pemkot Bontang kepada Bankaltimtara sebesar Rp 63.620.000.000. Total deviden yang sudah didapatkan sejak 2001 hingga 2017 sebesar Rp 92.697.692.875.
“Berdasarkan kondisi tersebut, mendorong pemerintah daerah untuk melakukan penambahan penyertaan modal kepada Bankaltimtara dalam waktu 3 tahun anggaran ke depan, yakni 2019 hingga 2021 sebesar Rp 150 miliar.
Raperda keempat tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum, lanjut Basri diajukan karena tarif retribusi ditinjau sekali paling lama tiga tahun sekali dengan mempertimbangkan indeks harga dan perkembangan perekonomian sebagaimana diatur dalam pasal 155 Undang-Undang (UU) nomor 28 tahun 2009.
“Perubahan kedua ini akan memuat perubahan tarif retribusi mengenai pelayanan kesehatan masyarakat, mengakomodir retribusi pelayanan kesehatan hewan, dan mengubah tarif serta menambah jenis pelayanan dari retribusi pelayanan tera/tera ulang,” tambah Basri.
Sementara di raperda kelima tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah nomor 11 tahun 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, lanjut Basri akan dilakukan penyesuaian terhadap penghitungan tarif retribusi izin mendirikan bangunan (IMB).
“Penyesuaian terhadap komponen yang menjadi faktor penghitung retribusi IMB dengan tarif usulan baru tidak terlalu jauh dengan tarif sebelumnya, tetapi tetap dengan misi meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah) sebagai salah satu sumber pendapatan dengan kenaikan yang tidak terlalu signifikan, karena sejak 2011 belum pernah mengalami kenaikan,” ujarnya.
Raperda keenam, ketujuh, dan kedelapan tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2009 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Taman, Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah nomor 20 tahun 2001 tentang Pembentukan Perusahaan Daerah Aneka Usaha dan Jasa, serta Perubahan atas Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2012 tentang Pendirian Perseroan Terbatas Bontang Migas dan Energi, menurut Basri merupakan tindak lanjut penyesuaian terhadap aturan di atasnya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) nomor 54 tahun 2017 tentang BUMD dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 37 tahun 2018 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas atau Anggota Komisaris dan Anggota Direksi BUMD.
“Ada beberapa poin yang dimuat dalam perubahan ketiga raperda tersebut, pertama jangka waktu pendirian BUMD. Kedua, organ BUMD. Ketiga, persyaratan, pengangkatan, pemberhentian, dan masa kerja direksi, anggota direksi, dan anggota komisaris. Keempat, proses pemilihan anggota dewan pengawas atau anggota komisaris dilakukan melalui seleksi sekurang-kurangnya meliputi tahapan uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh tim atau lembaga profesional. Kelima, pencantuman perusahaan perseroan daerah pada Perseroan Terbatas Bontang Migas dan Energi, untuk membedakan dengan perusahaan swasta. Keenam, pencantuman perusahaan umum daerah pada Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Taman dan Perusahaan Daerah Aneka Usaha dan Jasa,” jelas Basri.
Usai pembacaan nota penjelasan sebanyak 25 halaman tersebut, Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni menyerahkan usulan raperda tersebut kepada Ketua DPRD Bontang Nursalam.
“Saya berharap delapan raperda ini untuk segera dilakukan pembahasan antara DPRD dengan tim pembahas dari Pemkot, sehingga diharapkan dapat direalisasikan pelaksanaannya,” tutup Basri. (zul)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post