Adanya aksi unjuk rasa dari Aliansi Masyarakat Bontang Menggugat (AMBM) yang menolak kenaikan tarif PDAM Tirta Taman direspons cepat Pemkot dan DPRD Bontang. Kedua lembaga eksekutif dan legislatif tersebut langsung mengadakan rapat dadakan mengingat situasi yang emergency.
Rapat dihadiri sebagian besar anggota DPRD juga perwakilan Pemkot Bontang dan Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni. mengambil kesimpulan agar kenaikan tarif PDAM yang awalnya mencapai 300 persen menjadi 50 persen.
Bakhtiar Wakkang mengatakan sejak zaman pemerintahan Adi Darma, mantan Direktur PDAM, Adhief juga sempat mengusulkan kenaikan tarif. Namun usulannya ditolak karena dewan meminta air mengalir selama 24 jam. “Ketika tiba-tiba dinaikkan, sosialisasi kurang maksimal, maka masyarakat akan kaget, jadi perlu cari jalan terbaik, klasifikasi harga perlu ditinjau ulang. Intinya, komunikasi perlu ditingkatkan untuk mengetahui apa keinginan masyarakat,” ujarnya, Senin (8/5) kemarin di ruang rapat DPRD Bontang.
Kadir Tappa juga mengatakan bahwa dirinya ingin mengetahui berapa besaran yang dibutuhkan PDAM untuk membayar biaya operasional. Selain itu, dasarnya apa hingga kenaikan mencapai angka 300 persen. Ada yang dari Rp 3.200 menjadi Rp 7.800? Mengapa tidak per periode naiknya, karena kalau seperti ini akan terasa sekali. Apalagi, ekonomi Bontang sedang berada di minus 0,38. “Ini perlu dikaji ulang, kita transparan saja, dan dihitung bersama agar tidak meresahkan. Saya lihat juga pendemo ada yang provokatif dan perlu diselidiki,” ungkapnya.
Arif juga ikut menyuarakan, disebutkan bahwa warga di sekitar rumahnya banyak yang mengeluh. Menurutnya, kinerja beberapa pegawai PDAM kurang maksimal. Dirinya melihat beberapa struk pembayaran PDAM warganya, mulai dari 17 kubik, 19 kubik hingga 24 kubik. Tetapi, tiba-tiba di bulan April mencapai 90 kubik, ini sungguh tidak wajar. Kemungkinan pegawai PDAM tidak mencatat meteran. “Sehingga, sebelum ada kenaikan perlu ada koordinasi dengan seluruh elemen masyarakat agar tidak ada komplenan seperti ini,” ujarnya.
Direktur PDAM, Suramin melalui Manager Administrasi dan Keuangan, Musni mengatakan sesuai standar nasional penggunaan air rumah tangga sebanyak 10-15 kubik. Jika di atas 10 kubik maka bukan kebutuhan pokok dan masuk tarif progresif dengan satuan yang lebih tinggi.
Dasar kenaikan tarif hingga mendapat angka yang telah ditentukan yakni menghitung tarif komponen biaya dikali biaya produksi dibagi biaya kebocoran. “Tahun 2016, kami rugi sebesar Rp 11,9 miliar, itu hasil audit BPK,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Golkar Muslimin mengatakan di media sosial banyak masyarakat memojokkan pemerintah. Pihaknya mengapresiasi ketika Wali Kota mengatakan tidak ada demo pun kenaikan tarif tetap akan dievaluasi.
Dan sebenarnya, tidak ada pemerintah yang ingin memiskinkan warganya. “Saya hanya lihat, PDAM ini kurang sosialisasi, kalau sosialisasi dilakukan secara global saya kira demo ini tidak akan terjadi. Oleh karena itu, ini jadi pengalaman, dan harus ada titik temu agar diterima semua,” ungkap dia.
Beberapa anggota dewan lainnya menyuarakan hal yang sama, mereka meminta agar kenaikan tarif ditinjau ulang. Sedangkan dari Suhud mengatakan momen kenaikan tarif ini kurang tepat. Sudah masyarakat menderita dengan kenaikan listrik ini juga dibebani tarif PDAM yang naik. “Kenaikan tarif seharusnya bertahap atau berkala supaya tidak berat, kalau sudah ada perwalinya dipending atau dievaluasi,” tuturnya.
Menanggapi hal itu, Suramin mengatakan perbaikan mutu pelayanan salah satunya dengan pencatatan meteran. Pihaknya sudah memiliki aplikasi pencatatan meteran melalui android. Hanya kendalanya, jika rumah yang sudah direhab, sementara meteran tidak dipindah kedepan.
Ditambahkan Dewan Pengawas PDAM, Taufik yang juga Kabag Sosial dan Ekonomi mengatakan, saat direktur PDAM menyampaikan usulan menaikkan tarif ada 3 opsi. Yakni kenaikan 50 persen, 70 persen, dan progresif. Dengan adanya Permendagri nomor 71 tahun 2016 maka diambil kenaikan dengan tarif progresif. Di sisi lain, direktur juga ingin memberikan PAD ke Pemkot Bontang sesuai dengan saat dirinya melakukan fit and proper test. Tak hanya itu, masyarakat Bontang memang boros air, bahkan satu keluarga mencapai 50 kubik.
Padahal, pihaknya menginginkan sesuai standar yakni 10-15 kubik. “Karena kalau tidak hemat, air akan habis. Soal waktu yang tidak tepat kami terima, tetapi kami mengharapkan SK ini jangan dibatalkan, karena kami harus membayar sistem sebesar Rp 50 juta,” terangnya.
Ketua DPRD Bontang, Nursalam mengatakan bahwa PAD jangan dulu dipikirkan, yang terpenting masalah ini bisa selesai. Seharusnya juga sosialisasi sampai ke tingkat RT, ini hanya sampai Camat. Oleh karena itu, karena SK tak bisa dibatalkan jadi kenaikan yang awalnya mencapai 300 persen disepakati bersama menjadi 50 persen.
Yang sudah membayar, tidak mungkin dikembalikan, tetapi diakumulasikan untuk pembayaran bulan depannya. “Untuk subsidi dari pemerintah nanti dilihat lagi anggarannya, kenaikan tarif juga sebaiknya dilakukan secara berkala,” pungkasnya.(mga)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post