SAMARINDA – Meski masih menyisakan beragam persoalan seperti sengketa lahan dengan warga, pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda terus digenjot Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim. Diperkirakan, tol sepanjang 99,02 kilometer tersebut akan rampung pada Desember 2018.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kaltim, M Taufik Fauzi mengungkapkan, progres pembangunan jalan tol mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Dia mencontohkan, seksi satu yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kaltim sebagian besar sudah rampung.
Kata dia, seksi satu yang menghubungkan kilometer 13 dan Kecamatan Samboja itu telah rampung. “Kemudian di seksi dua progresnya 80 persen. Sedangkan seksi tiga dan empat progresnya 86 persen. Di seksi lima, progres 75 persen,” katanya, Senin (7/5) kemarin.
Seksi terakhir tersebut mengalami keterlambatan, lanjut Taufik, disebabkan kontur tanah yang lembek. Sehingga di salah satu bagian seksi, ketika dilanjutkan tanahnya mengalami penurunan.
“Di sana (seksi lima, Red.) ada penurunan kontur tanah. Nanti akan dilakukan pengurangan air di sepanjang lokasi tol. Tetapi itu tidak menghalangi progres pembangunan jalan tol. Semuanya akan tetap berlanjut,” ujarnya.
Diwartakan, dua seksi di jalan tol tersebut diketahui ada sepuluh lahan yang masih bermasalah. Tak ingin berlarut-larut, Selasa (21/2) lalu, dilaksanakan pertemuan antara warga yang lahannya masih bermasalah dengan PT Jasa Marga Balikpapan Samarinda (JMBS).
Dari 10 warga, ada beberapa keluhan dalam pembebasan lahan tol. Di antaranya, perbedaan harga yang signifikan dan penyusutan ukuran lahan yang dibebaskan. Miswoto salah satunya. Warga yang lahannya berada di seksi lima, Kelurahan Handil Bakti, Palaran tersebut tidak mempermasalahkan lahan miliknya dikerjakan meski belum ada pembebasan lahan.
Permasalahannya, ada perbedaan harga yang jomplang dengan lahan milik istrinya. “Padahal, satu hamparan, sama-sama berada di tepi jalan. Tapi, punya saya harganya lebih tinggi dari milik istri saya,” terangnya. Lantaran perbedaan tersebut, dia pun mempertanyakannya.
Sama halnya dengan Sri Puji Rahayu. Melalui kuasa hukumnya, Roy Hendrayanto, dia mempertanyakan hal-hal yang menjadi pertimbangan pembedaan harga meski berada pada hamparan yang sama. “Hal tersebut bisa membuat masalah horizontal dengan warga. Mestinya, harus dijelaskan sejelas-jelasnya agar tak timbul pertanyaan,” ujarnya.
Sementara itu, Manajer Pembebasan Lahan PT JMBS Aji Setia menerangkan, pertemuan tersebut ingin memberitahukan kepada 10 warga yang lahannya masih bermasalah bahwa PT JMBS sudah memegang surat penetapan dari Pengadilan Negeri (PN) mengenai penitipan uang (konsinyasi).
“Kami ingin sosialisasikan bahwa konsinyasi sudah ada, bila ada permasalahan hukum, selesaikan di jalur hukum. Jangan menghalangi proses pembangunan. Apalagi dengan anarkis,” ujarnya. Pasalnya, Aji menyebut sudah tidak ada waktu lagi untuk pembebasan lahan. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: