BONTANGPOST.ID, Bontang – Proses pendataan warga miskin di Kota Bontang hampir tuntas. Pemerintah Kota menargetkan seluruh data rampung sebelum tenggat waktu 10 November 2025. Langkah ini menjadi bagian dari upaya mewujudkan data tunggal kesejahteraan warga, agar penyaluran bantuan sosial dan program tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL) perusahaan tepat sasaran.
Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, menjelaskan bahwa progres pendataan telah mencapai sekitar 80 persen. Pendataan dilakukan secara serentak di seluruh kelurahan, dengan proses verifikasi dan validasi melibatkan berbagai pihak, seperti Bapperida, Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (Dissos-PM), serta pemerintah kelurahan.
“Kami akan olah kembali dan periksa ulang bersama. Semua pihak hadir agar validasi benar-benar akurat,” ujar Agus Haris.
Menurutnya, data dikumpulkan berdasarkan kondisi riil keluarga di lapangan sesuai enam kriteria kemiskinan yang ditetapkan Kementerian Sosial (Kemensos). Data ini nantinya menjadi acuan utama dalam penyaluran bantuan dari APBD maupun program TJSL perusahaan.
“Kami ingin data yang real, bersumber dari masyarakat sendiri. RT dan lurah harus menyerahkan data faktual agar intervensi pemerintah dan perusahaan tepat sasaran,” tambahnya.
Selama ini, ketidaksesuaian data kerap membuat bantuan sosial tidak tepat sasaran. Karena itu, Pemkot Bontang bertekad membangun basis data tunggal yang bisa digunakan untuk mengukur efektivitas program sosial dan kontribusi perusahaan terhadap kesejahteraan warga.
“Kalau datanya tidak sesuai fakta lapangan, kita tidak bisa mengukur tingkat keberhasilan APBD atau TJSL. Kasihan juga perusahaan, sudah bantu tapi tidak fokus,” tutur Agus.
Verifikasi Lapangan dan Keterlibatan Multi Pihak
Data hasil pendataan nantinya akan dipresentasikan di hadapan seluruh perusahaan yang beroperasi di Bontang. Dari situ, pemerintah akan menentukan proporsi kontribusi sosial masing-masing perusahaan sesuai kondisi ekonomi warga.
Agus menjelaskan, saat ini Bontang tidak memiliki warga dalam kategori fakir miskin ekstrem (desil satu). Namun, masih terdapat warga di desil dua hingga empat yang menjadi prioritas penerima bantuan.
“Desil dua sampai empat itu yang jadi sasaran intervensi bersama. Perusahaan juga akan tahu kondisi ekonomi per rumah tangga dan bisa menentukan porsi bantuannya,” ujarnya.
Terkait jumlah pasti warga miskin, Agus menyebut belum dapat dipastikan karena pendataan masih berjalan. Namun, ia memperkirakan angka kemiskinan menurun dibandingkan data sebelumnya.
“Sepertinya turun. Tapi nanti setelah final, data resmi akan diserahkan ke Kemensos. Tidak ada lagi dua versi data. Semua akan terintegrasi jadi satu data tunggal,” tegasnya.
Ia menambahkan, Badan Pusat Statistik (BPS) kini hanya berperan mengawal dan mengevaluasi proses validasi, bukan lagi sebagai pengelola data terpisah.
“BPS tidak punya data sendiri. Mereka hanya mendampingi saat penetapan data bersama Pemkot. Setelah itu, data tunggal diserahkan ke Kemensos,” jelasnya.
Pendataan Hampir Selesai
Sementara itu, Kepala Dissos-PM Bontang, Toetoek Pribadi Ekowari, mengungkapkan bahwa proses pendataan sudah memasuki tahap akhir. Tim enumerator hanya menyisakan sekitar 877 jiwa dari total 16.384 jiwa yang harus disurvei.
“Data terus bergerak. Waktu tersisa lima hari, tinggal sekitar 877 jiwa lagi yang harus disurvei. Ini sudah mencapai 94 persen,” ungkap Toetoek.
Tim enumerator mengumpulkan data secara detail, mulai dari biodata, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengeluaran, aset, hingga status rumah. Selanjutnya dilakukan verifikasi lapangan untuk memastikan kelayakan warga dalam kelompok desil yang tepat.
Adapun rincian kepala keluarga (KK) yang sudah disurvei per kecamatan yaitu:
-
Bontang Selatan: 2.400 KK
-
Bontang Utara: 1.700 KK
-
Bontang Barat: 675 KK
Pemkot Bontang berharap, setelah data tunggal ini disahkan, seluruh bantuan sosial maupun program TJSL perusahaan dapat tersalurkan secara lebih tepat sasaran. Data tunggal ini juga akan menjadi tolok ukur baru efektivitas program pengentasan kemiskinan di kota industri tersebut.
“Kami ingin tidak ada lagi tumpang tindih data. Dengan satu data yang valid, pemerintah dan perusahaan bisa berkolaborasi lebih efisien dalam menurunkan angka kemiskinan di Bontang,” tutup Agus Haris. (ak)







