bontangpost.id – Perkara atas dugaan korupsi di tubuh PT Perumda Aneka Usaha dan Jasa (AUJ) menjadi sorotan publik. Pasalnya dua tersangka yang sudah dirilis sebelumnya oleh Kejaksaan Negeri Bontang telah dihentikan penanganannya. Menanggapi itu, Pengamat Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Orin Gusta Andini mengatakan jika ada keberatan maka upaya praperadilan bisa ditempuh.
“Kalau sudah ditetapkan tersangka dan di SP3, serta dirasa ada kejanggalan dengan penghentian penyidikan itu bisa dilakukan praperadilan oleh pihak ketiga,” kata Orin.
Menurutnya praperadilan itu tidak hanya bisa dilakukan oleh saksi dan pelapor langsung. Tetapi juga bisa ditempuh oleh masyarakat luas. Artinya bisa diwakili oleh organisasi masyarakat atau LSM yang memperjuangkan kepentingan umum.
“Dengan alasan tidak sahnya penghentian penyidikan,” ucapnya.
Ia juga menyebut ketentuan penghentian penyidikan itu ada tiga unsur. Meliputi tidak cukup bukti, ternyata bukan peristiwa pidana, dan demi hukum. Aspek demi hukum terbagi lagi menjadi perkara sudah pernah diputus, tersangka meninggal dunia, dan penanganan perkara sudah kedaluwarsa yakni melebihi 12 tahun.
Jika dihubungkan dengan kasus yang terjadi di Perumda AUJ, aspek demi hukum tidak bisa menjadi landasan. Sebab kedua tersangka yang sudah dihentikan masih ada dan durasi penanganannya baru masuk kadaluwarsa di 2026. Pasalnya perkara ini dimulai sejak 2014 silam.
Selain itu pengembalian kerugian negara juga tidak bisa menghapus pidana. Jika itu masuk dalam tindak pidana korupsi. Ia menjelaskan bahkan percobaan dan pembantuan dalam melakukan tipikor dipidana sama dengan pelaku. Itulah keistimewaan dari UU Tipikor.
“Kalau sudah masuk ranah pidana maka penyelesaiannya melalui proses hukum,” tutur dia.
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bontang Yusril Ihza Mahendra menyoroti ketidak profesionalisme kinerja dari Kejaksaan Negeri Bontang. Menurutnya, penanganan perkara ini sudah terlalu memakan waktu lama. Namun ujungnya ada dua berkas perkara yang dihentikan.
“Secara pribadi dan kelembagaan kami menyoroti instansi kejaksaan. Sebab setiap penanganan kasus di Perumda AUJ terkesan molor. Dugaan saya ini bukti tidak profesional,” kata Yusril.
Selain itu, ia juga mengaku heran lantaran penghentian perkara ini terjadi dihembuskan saat pergantiaan kursi pimpinan di internal kejaksaan. Padahal acuan penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP itu sudah terjadi sejak dua tahun lalu.
“Kalau memang tidak bersalah kenapa dulu diseret pihak yang dihentikan perkaranya. Anehnya informasi ini keluar saat beberapa posisi diduduki oleh pejabat baru,” tutur dia.
Yusril juga menyatakan jangan sampai ada keterlibatan pemerintah. Sehingga terjadi proses tawar-menawar untuk membebaskan status tersangka. Mengingat Pemkot Bontang merupakan pemilik saham dari perusahaan pelat merah ini. Ia juga mendesak kejaksaan untuk menginformasikan hasil audit penghitungan kerugian negara yang baru muncul.
“Hasil audit dari BPKP atau inspektorat harus disampaikan. Jangan ditutupi,” terangnya.
Selanjutnya, HMI juga meminta agar kejaksaan bersikap profesional terhadap sejumlah kasus yang saat ini ditangani. Dijelaskan dia, jangan sampai ada kabar bahwa pejabat di korps adhyaksa ini tidak netral atau mudah disogok. Terkait aksi dari HMI, pihaknya masih akan melakukan konsolidasi internal. Tak hanya itu, ia juga mendorong agar instansi berwajib untuk mengevaluasi internal kejaksaan.
“Bisa juga dari Kajati Kaltim melakukan supervisi terhadap Kejari Bontang. Karena riak ini harus segera dituntaskan,” sebutnya. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: