bontangpost.id – Kasus dugaan korupsi pembangunan RS Tipe D ditemukan oleh Satreskrim Polres Bontang. Namun berdasarkan perkembangan waktu pihak kepolisian berencana menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Meskipun waktunya belum ditentukan secara jelas.
Kapolres Bontang AKBP Yusep Dwi Prastiya mengatakan saat ini pihaknya merampungkan berkas-berkas yang dibutuhkan. Salah satunya perihal dokumen pengembalian kerugian negara.
“Kalau itu sudah lengkap semua, ya ada potensi dihentikan,” katanya.
Langkah ini dilakukan berdasarkan arahan Kapolri. Penanganan kasus korupsi yang paling diutamakan ialah pengembalian kerugian negara. Oknum yang bersangkutan diberi tenggat waktu selama 2 bulan untuk mengembalikan keuangan negara.
Baca juga; Kasus Dugaan Korupsi RS Tipe D Berpotensi SP3
“Kalau dalam kurun waktu 2 bulan itu tidak ada itikad baik, kasusnya diproses, tapi untuk ini, yang bersangkutan sudah mengembalikan kerugian negara sebelum jatuh tempo waktu yang diberikan,” ucapnya.
Adapun kasus ini dalam tahap lidik. Polisi pun belum menetapkan tersangka. Diketahui, modus korupsi yang merugikan negara, yakni adanya temuan pembangunan yang tidak sesuai spesifikasi. Sehingga menimbulkan kerugian negara senilai Rp 289 juta lebih.
“Pihak Inspektorat sudah melakukan penghitungan kerugian negara,” katanya.
Diketahui, pengerjaan bangunan ini dimulai pada 2019. Kala itu, Pemkot Bontang mengucurkan anggaran sebesar Rp 7,3 miliar untuk pembangunan di eks Kantor Diskes melalui APBD. Pengerjaan dilakukan oleh CV Tajang Jaya. Pembangunan ini dilakukan karena diskresi wali kota saat itu. Setahun berselang kembali digelontorkan anggaran sebesar Rp 11,6 miliar. Tender dimenangkan oleh PT Kanza Sejahtera.
Sementara Pengamat Politik dan Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah mengatakan logika aparat penegak hukum mesti diluruskan. Pasalnya dua perkara yang ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan berakhir dengan situasi yang sama.
Sebelumnya Kejaksaan Negeri Bontang juga menghentikan penyelidikan atas kasus dugaan korupsi di tubuh Perumda AUJ. Dua orang yakni Andi Muhammad Amri dan Lien Sikin yang ditetapkan tersangka sebelumnya dicabut. Pasalnya kejari menyatakan alat bukti keduanya tidak cukup.
Berdasarkan laporan perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk tersangka LSK harus mengembalikan uang senilai Rp 50 Juta. Kemudian per 19 September lalu sudah dikembalikan ke Bank Kaltimtara.
Sementara untuk Andi Muhammad Amri berdasarkan BPKP tidak ada nominal yang perlu dikembalikan. Alhasil, perkara tindak pidana korupsi penyertaan modal tidak dapat dilanjutkan. Meski begitu, proses perkara tersebut bisa kembali digelar setelah ada alat bukti yang cukup.
“Mereka (polisi dan jaksa) harusnya patuh terhadap Undang-Undang. dalam UU Tipikor jelas pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidananya,” tutur dosen yang akrab disapa Castro ini.
Terkait temuan dugaan korupsi di RS Tipe D ia sudah menduga sebelumnya. Poinnya, anggaran yang tidak sesuai peruntukan, sudah pasti berpotensi korupsi. Dan sekarang terkonfirmasi dengan penyidik kepolisian. Persis, penyidik jangan sampai masuk angin. ia menyatakan jangan berharap melawan korupsi, jika aparat penegak hukumnya yang justru tidak konsisten menangani perkara.
“Tidak akan akan efek jera kalau setiap perkara yang sudah sangat terang adalah kasus korupsi, tapi justru dilepaskan oleh penyidik. Jangan sampai kepercayaan publik semakin menurun terhadap kepolisian,” sebutnya.
Ia menduga juga peran yang menyelewengkan keuangan negara bukan dari satu pihak. Karena lazimnya kasus korupsi, pasti selalu melibatkan persekongkolan banyak orang. Jadi penyidik jangan hanya menyasar pelaku lapangan. “Tapi juga yang menyuruh melakukan serta yang turut serta melakukan kejahatan,” pungkasnya. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post