Oleh Nirmaya Deasari
Saat ini telah memasuki tahun 2018, di mana masa millenium telah dilalui semenjak awal tahun 2000-an. Masa yang serba lebih modern pun menyeruak. Kemudahan dan kecanggihan menjadi tolak ukur perkembangan masa kini. Individu yang dinamis serta berfikir kritis pun menjadi salah satu cirinya. Tidak hanya itu, pergerakan masa yang lebih maju juga mendorong perekonomian. Tentu saja tidak dapat dipungkiri, menuntut pula kebutuhan dan biaya hidup yang lebih besar. Fenomena ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Kebutuhan yang meningkat, tidak sedikit memaksa pula peran serta kaum perempuan dalam mencari mata pencaharian.
Namun, hal ini justru menimbulkan sebuah permasalahan baru. Tidak sedikit dari kaum perempuan yang akhirnya harus menerima perlakuan yang tidak pantas. Dari posisi sebagai TKW hingga posisi penting dalam sebuah perusahaan, mengalaminya. Kekerasan fisik maupun psikis, stigma negatif, hingga marginalisasi. Hal yang paling banyak terjadi adalah sudut pandang masyarakat yang memandang perempuan hanya memiliki peranan dalam sumur, kasur, dan dapur semata. Sexual harassment masih mempengaruhi dalam sudut pandang masyarakat dalam menilai kemampuan perempuan bekerja. Quid pro quo dan hostile environment, menjadi dua contoh jenis perilaku diskriminasi terhadap perempuan. Quid pro quo merupakan keputusan dalam melakukan promosi kedudukan yang dipengaruhi atas keinginan seksual, sehingga dapat pula mempengaruhi pemberian gaji. Sedangkan hostile environment merupakan terjadinya perilaku yang tidak diinginkan berkaitan dengan gender yang dapat mengganggu kinerja individu.
Tidak hanya itu, pandangan bahwa perempuan tidak bisa mengambil keputusan atau membuat sebuah kebijakan sebaik kaum laki-laki, menjadi sebuah kendala yang dihadapi pula oleh kaum perempuan yang menduduki posisi yang cukup penting. Tercatat baru delapan dari 34 menteri (23,5 persen) di kabinet kerja Jokowi perempuan. Sebagaimana yang disampaikan pula oleh lembaga penelitian CEDAW (The Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Againts Women) bahwasanya saat ini masih banyak terjadi tindakan diskriminatif terhadap kaum perempuan.
Secara lebih luas, Organisasi Buruh International ILO pun telah menyampaikan bahwa perbedaan gaji antara karyawan laki-laki dan perempuan terbukti terjadi, walaupun prosentasenya terus menurun dari tahun ke tahun. Selain itu, tidak sedikit perempuan yang ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dari laki-laki, walaupun memiliki kompetensi yang sama. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh stigma yang berkembang dalam masyakarat. Tentu saja penilaian berdasarkan gender bukan pada kompetensi, cukup menyulitkan perempuan dalam bekerja secara maksimal.
Diskriminasi Pekerjaan
Didalam buku Etika Bisnis, Manuel G. Velasques menjelaskan bahwa arti dasar dari istilah diskriminasi adalah membedakan satu objek dari objek lainnya. Secara moral tidak netral karena membedakan seseorang dengan orang lain berdasarkan prasangka atau pandangan pribadi bukan berdasarkan keuanggulan yang dimiliki. Prasangka dan pandangan tersebut terkadang mengandung sikap-sikap yang tidak baik dan memunculkan ketidakadilan.
Di dunia keternagakerjaan, diskriminasi melibatkan tiga elemen besar. Pertama, keputusan yang merugikan seseorang atau lebih pegawai/calon pegawai karena didasarkan bukan pada kemampuan yang dimiliki, misalnya kemampuan melaksanakan pekerjaan tertentu atau kualifikasi-kualifikasi lain yang dianggap secara moral tidak baik. Kedua, keputusan yang diambil berdasarkan prasangka rasial atau seksual, dan sikap lain yang secara moral tidak benar dengan menempatkan seseorang dalam posisi yang tidak sesuai kemampuannya. Ketiga, keputusan yang merugikan kepentingan-kepentingan pegawai, yang mengakibatkan mereka kehilangan pekerjaan, kehilangan kesempatan memperoleh kenaikan pangkat atau memperoleh gaji yang lebih baik.
Bentuk Diskriminasi
Bentuk-bentuk diskriminasi dibedakan menurut tingkat tindakan diskriminatif tersebut. Pertama, tindakan diskriminatif tersebut merupakan tindakan individu yang secara sengaja dan sadar melakukan diskriminatif karena adanya prasangka baik. Kedua, tindakan diskriminatif mungkin merupakan bagian dari perilaku rutin dari sebuah kelompok yang terinstitusional, yang dengan sengaja dan sadar melakukan diskriminasi berdasarkan prasangka pribadi para anggotanya. Ketiga, tindakan diskriminatif merupakan bagian dari tindakan individu (tidak terinstitusional) yang secara tidak sengaja dan tidak sadar melakukan diskriminasi terhadap orang lain. Keempat, tindakan diskriminatif yang mungkin merupakan bagian rutinitas dari organisasi perusahaan atau kelompok yang secara tidak sengaja melakukan prosedur-prosedur formal yang mendiskriminasi kaum minoritas.
Diskriminasi terhadap kaum tertentu sangat merugikan dan merupakan tindakan yang secara moral tidak dibenarkan. Karena merugikan pihak yang menjadi korban diskriminasi, pelaku diskriminasi hingga institusi atau organisasi tersebut. Buruh perempuan di berbagai wilayah Indonesia sering mengalami diskriminasi di tempat kerjanya, mulai dari kesenjangan hak pekerja hingga pelecahan seksual. Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) mencatat, di Tahun 2016 pelecehan seksual banyak terjadi di perusahaan garmen, dimana 99 % pekerja di perusahaan garmen adalah perempuan. Pelecehan tersebut dilakukan oleh mekanik dan supervisor kepada buruh perempuan dengan ancaman kalau menolak, kontak mereka akan diputus atau beban kerja mereka akan ditambah. Tak jarang juga buruh perempuan akan mengalami kekerasan fisik seperti dengan dipukul, dibentak dan digebrak meja tempat mereka bekerja. Dalam hal pemberian upah pun buruh perempuan mendapatkan perlakuan yang tidak adil, yaitu hanya buruh laki-laki yang mendapatkan tunjangan keluarga. Kejadian ini merupakan bukti bahwa kaum perempuan masih saja menerima diskriminasi di tempat mereka bekerja.
Oleh karena itu, di akhir penulisan ini penulis ingin menyampaikan bahwa perilaku diskriminasi terhadap kaum perempuan adalah tindakan yang melanggar moral dan melanggar hak individu untuk mendapatkan hidup aman dan nyaman. Apapun itu bentuk diskriminasinya. Dan tidak ada satupun agama di muka bumi ini yang membenarkan tindakan diskriminasi dan pelecehan seksual.
Di masa era Kartini, dirinya harus berjuang hanya untuk sekedar mengenyam pendidikan. Kartini harus mendobrak pemikiran kala itu, bahwasanya perempuan juga berhak mendapatkan pendidikan dan berkarya. Kini, perempuan telah mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang jauh lebih baik dari masa Kartini. Hanya saja, perempuan masih harus berjuang untuk menjauhkan segala diskriminasi dan pandangan negatif yang diterimanya. Terima kasih Ibu Kartini, kini giliran kami yang akan melanjutkan perjuanganmu. Selamat Hari Kartini untuk seluruh perempuan di Indonesia. (***)
BIODATA PENULIS
Nama : Nirmaya Deasari
Tempat/ tanggal lahir : Bontang, 05 Mei 1983
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Gedongan RT 01 RW 04 Sleman, Mlati Yogyakarta
No Hp : 081253774758
Email : nirmayadeasari@gmail.com
Pendidikan saat ini : Mahasiswa Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada
Pekerjaan : PNS Dinas Kesehatan Kota Bontang
(Sedang Menjalani Tugas Belajar Beasiswa dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Kesehatan, Kementerian Kesehatan)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: