SAMARINDA – Puluhan lembaga penyiaran di Bumi Etam baik radio maupun televisi tercatat melakukan pelanggaran standar pedoman siaran sepanjang 2017 lalu. Pelanggaran yang dilakukan bervariasi, mulai dari menayangkan konten berbau pornografi, testimoni pengobatan, hingga pemberitaan kriminalitas yang tidak sesuai ketentuan.
Dari kalkulasi laporan di Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kaltim, diketahui jumlah pelanggaran penyiaran selama 2017 ada sebanyak 20-an lebih. Di antaranya sebanyak sepuluh lembaga penyiaran radio, lima lembaga penyiaran radio, dan ada juga satu lembaga penyiaran berlangganan yang melanggar.
Atas pelanggaran-pelanggaran tersebut, KPID Kaltim telah melakukan pemanggilan lembaga penyiaran bersangkutan. Bukan hanya memberikan teguran, KPID bahkan sampai menjatuhkan sanksi dengan penutupan lembaga penyiaran yang melanggar.
“Bahkan ada satu stasiun televisi di Kutai Timur yang kami tutup. Karena menayangkan film yang mengandung pornografi. Kebetulan lembaga penyiaran tersebut tidak berizin,” terang Ketua KPID Kaltim, Suarno usai rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPRD Kaltim, Selasa (23/1) kemarin.
Pun begitu, KPID juga menemukan salah satu stasiun televisi lokal di Samarinda yang kedapatan menayangkan konten iklan dengan muatan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT). Praktis KPID langsung melakukan pemanggilan dan memberikan teguran. Pasalnya konten berbau LGBT dilarang untuk ditayangkan.
“Konten LGBT itu misalnya laki-laki berpakaian seperti perempuan atau banci. Karenanya kami membuat surat edaran larangan penayangan konten LGBT ini,” jelasnya.
Lalu dalam pemberitaan kriminalitas, KPID banyak menemukan adanya konten yang melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dilakukan stasiun televisi. Yaitu wajah tersangka pelaku kriminalitas yang tidak diburamkan. Apalagi bila korbannya merupakan anak di bawah umur, wajahnya mesti ditutup.
“Untuk kasus pelecehan seksual, baik korban, keluarga, dan tersangka, itu wajib ditutup semua wajahnya saat diwawancarai,” urai Suarno.
Sementara untuk lembaga penyiaran radio, pelanggaran yang ditemukan selama 2017 yaitu adanya penayangan iklan-iklan testimoni pengobatan yang bombastis. Kemudian adanya siaran lagu-lagu yang mengandung konten porno, baik lagu Indonesia maupun lagu barat. Atas pelanggaran-pelanggaran ini, KPID langsung memberikan teguran kepada stasiun-stasiun radio tersebut.
“Contohnya lagu Despacito. Lagu ini nyata sekali mengandung pornografi, muatan-muatannya seksual, terkandung baik dari segi narasi maupun video klipnya,” beber dia.
Suarno mengungkap, sebagai bentuk antisipasi terjadinya pelanggaran, KPID sebenarnya telah terlebih dulu memanggil lembaga penyiaran sebelum memberikan teguran atau sanksi. Apabila efek siaran yang melanggar tersebut sudah nyata di masyarakat dan berefek fatal, KPID tak segan-segan untuk langsung menegur.
“Tapi kalau kami lihat persoalannya masih dalam aspek yang kami bina, maka kami panggil lembaga penyiarannya. Kami berikan penjelasan jangan sampai lagi melanggar konten-konten yang telah ditentukan,” urai Suarno.
Bentuk antisipasi kedua yaitu dengan melakukan sosialisasi kepada lembaga penyiaran. Misalnya menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim 2018 mendatang, KPID membuatkan surat edaran terkait yang boleh disiarkan dan yang tidak boleh disiarkan. Contoh lainnya dalam hal konten berbau porno, KPID membuat selebaran lagu-lagu yang tidak boleh disiarkan di radio.
“Tolok ukur lagu-lagu disebut berbau porno didengar dari baitnya. Kalau tayang di televisi, tolok ukurnya dari bait maupun dari video klip,” paparnya.
Diakui Suarno, tenaga pemantau siaran yang dimiliki KPID Kaltim jumlahnya terbatas. Di Samarinda ada 13 tenaga pemantau. Sementara di enam kabupaten/kota di Kaltim yang memiliki lembaga penyiaran radio maupun televisi, belum terdapat tenaga pemantau. Untuk itu dia berharap peran aktif masyarakat melaporkan kepada KPID apabila menemukan pelanggaran penyiaran.
“Memang kami sangat membutuhkan peran masyarakat. Kami berharap dari sosialisasi yang kami lakukan bisa tumbuh lembaga masyarakat pemerhati media,” tegas Suarno.
Adapun bagi masyarakat yang menemukan pelanggaran bisa melaporkan melalui situs web dan jejaring sosial milik KPID Kaltim. “Itu saja (tempat melapor) yang lebih umum. Seperti yang di Kutai Timur itu kan, kami dapatnya dari pengaduan di facebook,” pungkasnya. (luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: