Oleh:
Hasan Basri, S.Pd
Pemuda Muhammadiyah Kutai Timur.
Staff Pengajar SMK Muhammadiyah 1 Sangatta
Bulan ramadan telah memasuki pekan terakhir, dan beberapa hari kedepan ramadan akan berlalu di depan kita. Jika diberikan umur yang panjang Insya Allah bulan ramadan akan kembali menyapa tahun depan. Bulan ramadhan yang kita dapati setiap tahunnya memiliki fenomena secara sosio-kultural yang patut kita cermati, fenomena yang penulis maksud adalah ketika memasuki bulan ramadan dan mendekati hari raya idul fitri maka akan kita dapati terjadinya banyak perubahan yang serba cepat pada masyrakat, salah satunya adalah pola perilaku konsumsi masyrakat yang mengalami perubahan.
Bila kita memaknai konsumsi adalah kegiatan manusia mengurangi atau menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidunya, maka pada bulan ramadan makna konsumsi akan mengalami pergeseran menjadi konsumtif, dimana pada tahapan ini asas konsumsi bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup tapi lebih kepada keinginan dan hasrat.
Menjelang bulan ramadhan dan hari raya idul fitri maka yang terjadi hampir semua barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan harga disebabkan oleh tingginya permintaan ini setali tiga uang dengan hukum ekonomi yang mengatakan bahwa apabila permintaan meningkat dan barang yang disediakan berkurang maka akan cendrung terjadi kenaikan harga, sebenarnya fenomena ini wajar saja menurut teori ekonomi namun hal ini tak wajar bagi masyrakat yang berenghasilan minim.
Maka tingginya tingkat konsumsi mengakibatkan stok barang ditingkat produsen mengalami kekurangan, sehingga pemerintah mengantisiasi hal itu harus menyiapkan stok pangan lebih banyak lagi.
Hal ini juga yang menyebabkan terjadinya inflasi, jika menilik teori ekonomi makro maka inflasi diartikan kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus atau bisa juga diasumsikan jumlah uang yang beredar dimasyrakat lebih banyak. Data yang dirilis oleh Bank Indonesia inflasi berdasarkan indeks harga konsumen bulan mei 2017 sebesar 4,33 % sedangkan mei 2016 sebesar 3,33 %, artinya bulan mei tahun 2017 ada kenaikan sebesar 1 % dari tahun lalu.
Dari data ini bisa kita simpulkan menjelang ramadan masyrakat cenderung lebih konsumtif. Bulan juni menjelang lebaran diprediksi akan menjadi puncak terjadinya inflasi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka inflasi menjelang bulan ramdahan dan hari raya idul fitri yang pertama adalah tingginya permintaan barang konsumsi sehingga mendorong terjadinya peningkatan harga, tingginya permintaan barang ini berbanding lurus dengan tingginya harga pada tingkat produsesn.
Kedua yang mendorong terjadinya inflasi adalah kecendrungan para pedagang menumpuk atau menimbun barang daganganya sehingga terjadi kelangkaan dan menyebabkan terjadinya kelangkaan stok barang yang berakibat harga barang juga semakin tinggi. Perilaku menimbun ini oleh sebagian besar pedagang dipengaruhi oleh motif mendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Hal ketiga yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah kenaikan pendapatan yang lebih besar menjelang hari raya.
Menurut hemat penulis kenaikan pendapatan ini ada dua sumber yang pertama ialah Tunjangan Hari Raya atau kita biasa mengenalnya dengan sebutan THR yang merupakan bentuk apresiasi terhadap tenaga kerja dalam bentuk uang tunai. Pada umumnya besaran THR yang diterima jauh lebih besar dari penghasilan dalam sebulan, umumnya THR bisa mencapai 2-3 kali lipat dari besarnya penghasilan setiap bulan.
Besarnya pendapatan mendorong masyrakat cendrung melakukan aktifitas pembelanjaan (pengeluaran) yang lebih tinggi untuk kebutuhan hari raya misalnya belanja untuk kebutuhan pokok, makanan jadi, pakaian, bahkan samapai ada kebutuhan lux seperti peralatan elektronik, perhiasan, motor dan mobil. Kenaikan pendapatan yang kedua biasanya didapatkan dari jasa pegadaian yaitu pencaiaran dana cepat dalam jumlah tertentu dengan cara menggadaikan suatu barang sebagai jaminannya. Dana tambahan ini juga umumnya digunkan untuk konsumsi ramdhan dan menjelang hari raya.
Konstruk media terhadap budaya konsumtif
Tingginya tingkat konsumsi masyrakat pada bulan ramadhan juga dipengaruhi oleh konstruk media. Salah satu contoh sederhana bisa kita lihat menjelang ramadhan maka saluran televisi juga berlomba-lomba seolah menampakkan wajah kealiman. Mulai dari program reality show sampai iklan semuanya disulap menjadi tontonan yang bersifat religius.
Fenomena ini sebenarnya berwajah ganda disatu sisi ia menampilkan religiutas namun disisi yang lain ada permianan simbol, istilah kedua ini dipopulerkan oleh Jean Baudillard seorang sosiolog asal Prancis. Permaian simbol ini menurut Baudillard adalah kondisi dimana realitas yang nyata digantikan oleh realitas semu permainan tanda yang dimainkan oleh media yang ketika kita menelisik lebih jauh maka ada kepentingan akumulasi kapital yang menggiring masyrakat lebih konsumtif.
Hampir semua iklan diasosiasikan dengan ramdhan, beli ini beli itu, kalau tidak beli ini itu maka tidak religius. Akhirnya makna ramadhan mengalami pergeseran dari aktifitas peribadatan menjadi aktifitas yang menjauhkan kita dari makna tersebut, maka tak salah ada tagline yang mengatakan “Aku berbelanja maka aku ada, hal ini untuk menggambarkan realita sosial sebagian masyrakat pada bulan ramadhan.”
Dari beberapa hipotesis di atas menunjukkan menunjukkan betapa masyrakat menjelang ramadhan dan hari raya sangat konsumtif. Logikanya pada saat bulan ramdhan tingkat konsumsi bisa berkurang karena kita melakukan ibadah puasa, tetapi kenyataan di lapangan malah sebaliknya. seharusnya ketika berpuasa maka kita bisa menahan nafsu, termasuk hasrat untuk berbelanja yang justru akan menggiring kita ada perilaku konsumtif.
Bukankah dalam agama kita dilarang berlebih-lebihan sebagaimana dalam Al Quran surah al-A’raf ayat 31 yang artinya “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. Puasa juga seyogyianya mengantarkan kita pada perilaku zuhud yakni perilaku tidak mementingkan hal – hal yang bersifat keduniawian, atau meninggalkan gemerlap kehidupan yang bersifat material dalam mengabdikan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Semoga diwaktu ramadhan yang tersisa kita bisa lebih memaknai ibadah sebagai sarana untuk mendekatkan diri keada Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga pada akshirnya mengantarkan kita pada pribadi-pribadi yang bertakwa. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: