JAKARTA – Polemik pemberian remisi pidana penjara sementara untuk I Nyoman Susrama, pembunuh wartawan Jawa Pos Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, memicu kontroversi di kalangan praktisi hukum dan kemanusiaan. Kebijakan remisi kontroversial itu menambah daftar panjang ketidakjelasan arah pemerintah dalam bidang hukum.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menyebut kebijakan Presidan Joko Widodo (Jokowi) dalam pemberian remisi itu jelas sangat menguntungkan penjahat. Itu tentu membahayakan bagi masyarakat. Terutama bagi korban dan keluarganya yang membutuhkan keadilan. ”Karakter kebijakan Jokowi (di bidang hukum, Red) tidak jelas dan tidak transparan, ini membahayakan,” ujarnya, kemarin (27/1).
Haris mengambil contoh lain untuk membuktikan bahwa kebijakan pemerintahan Jokowi terkesan menguntungkan penjahat. Salah satunya, remisi bagi pelaku pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib, Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus telah bebas murni Agustus tahun lalu setelah mendapatkan banyak remisi.
”Atau SAB anggota dewan pengawas BPJS (Ketenagakerjaan) yang diduga mencabuli sekretarisnya juga dikabulkan pengunduran dirinya oleh Presiden Jokowi,” terang Haris. Khusus untuk kasus dewan pengawas BPJS, Haris menilai pengunduran yang disetujui Jokowi kurang tepat. Sebab, kasusnya dilaporkan ke Bareskrim dan sedang diperiksa oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
Rentetan kebijakan yang kurang berpihak pada rasa keadilan itu, menurut Haris, menunjukan bahwa presiden gagal paham soal hukum. Kegagalan itu diduga akibat dari hukum yang hanya digunakan untuk memenuhi hasrat politik presiden dan kelompoknya. ”Perih rasanya dengan presiden gagal paham soal hukum, dan ini sudah berulang-ulang,” paparnya.
Khusus polemik pemberian remisi untuk Susrama, Haris meminta seluruh pihak untuk bersama-sama menjaga pilar demokrasi yang sedang dicederai oleh negara. Menurut dia, hanya kekuatan rakyat yang bisa menyelamatkan negara ini dari ancaman tersebut. ”Pembunuh jurnalis diremisi itu seperti menyebarkan ancaman terhadap pilar demokrasi,” tegasnya.
Sebelumnya, pada Jumat (25/1), Jokowi mengaku tidak tahu detail pemberian remisi tambahan kepada Susrama. Dia minta wartawan mengonfirmasi kembali kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly terkait masalah tersebut. ’’Kalau teknis begitu, tanyakan ke Menkum HAM,’’ kata Jokowi singkat. Padahal, remisi yang diterima Susrama dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) No 29/2018 yang diteken Jokowi.
Keppres bertanggal 7 Desember 2018 itu berisi tentang pemberian remisi berupa perubahan dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara. Susrama merupakan satu di antara 115 napi seumur hidup yang mendapat perubahan hukuman dari seumur hidup menjadi 20 tahun. (tyo/agm/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post