SAMARINDA – Hingga 2018, Samarinda masih tercatat sebagai daerah dengan peringkat pertama pengguna narkotika di Kaltim. Dari catatan Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Samarinda, tahun ini Kota Tepian masuk dalam jajaran kota yang tergolong darurat narkoba.
Kepala BNNK Samarinda, AKBP Siti Zaekomsyah mengungkapkan, sebagai ibu kota provinsi yang menjadi pusat perputaran roda perekonomian, Samarinda tergolong daerah yang dijadikan target penyebaran narkoba.
“Dari data kami hingga akhir 2017 terdapat 26 orang yang sudah kami tangkap karena narkoba. Mereka berasal dari beragam umur atau jenjang pendidikan. Ada yang berprofesi sebagai guru, ada pula yang masih anak-anak,” sebut Siti, Rabu (25/4) kemarin.
Dari 26 tersangka yang diungkap BNNK Samarinda, aparat berhasil mengamankan sekira 139,65 gram sabu dan 9,6 gram sabu. Khusus ganja, badan tersebut mendapatkannya dari tersangka yang berprofesi sebagai pekerja swasta pada bulan Agustus 2017.
Kemudian di Mei 2017, BNNK berhasil mengungkap 48,68 gram sabu. Aparat mendapatkannya dari seorang laki-laki pengangguran bernama Eko Retno Dinata.
“Sekarang penyebaran narkoba sudah menyentuh seluruh wilayah di Samarinda. Tidak ada satupun wilayah yang terbebas narkoba. Kami pernah memetakan titik-titik rawan narkoba, tetapi sepertinya itu tidak lagi efektif. Kalau kami sudah menindak pelaku di satu titik, pada hari berikutnya mereka bisa berpindah tempat,” bebernya.
Kondisi demikian diperkirakan karena arus masuk narkoba yang tidak lagi terpusat di satu tempat. Ibu kota Kaltim ini sudah menjadi tempat strategis bagi pengedar melakukan transaksi narkoba.
Siti menyebut, jalur resmi seperti pelabuhan dan bandara sudah mendapatkan penjagaan ketat dari aparat. Sehingga pengedar narkoba tidak lagi menggunakannya untuk mengirim barang haram tersebut. “Karena pengedar tahu betul, jalur-jalur itu sudah mendapatkan penjagaan ketat dari aparat kepolisian. Makanya mereka mencari jalur yang jauh dari jangkauan aparat,” ungkapnya.
Kata dia, pengedar biasanya menggunakan jalur tikus seperti pelabuhan rakyat atau meminta bantuan nelayan. Jalur tersebut masih jauh dari jangkauan aparat kepolisian dan TNI.
Terlebih sejumlah daerah di Kaltim memiliki jalur masuk nonformal yang kuantitasnya jauh lebih banyak ketimbang jalur resmi. Apalagi semua wilayah di Kaltim belum mendapatkan penjagaan ketat aparat kepolisian dan TNI.
Pada umumnya, lanjut Siti, salah satu jalur masuk narkoba di Samarinda berasal dari Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara). Namun tidak menutup kemungkinan distribusi barang haram tersebut dari Kalimantan Selatan (Kalsel), Jakarta, dan Surabaya.
“Kami berupaya menutup jalur masuk narkoba ini. Tetapi upaya kami tidak selamanya sukses menindak pelaku. Karena itu kami mengharapkan kerja sama semua pihak,” katanya.
Sementara itu hingga akhir Desember 2017, terdapat 145 orang yang direhabilitasi BNNK Samarinda. Padahal target setiap tahun hanya 75 orang. Hal itu disesuaikan dengan kapasitas dan sumber daya yang dimiliki BNNK Samarinda.
“Dari kasus yang diungkap, ada pecandu narkoba yang tidak ingin direhabilitasi. Sebab terpengaruh anggapan bahwa rehabilitasi menimbulkan efek samping. Padahal kenyataannya rehabilitasi itu menyembuhkan,” tambah Kepala Humas BNNK Samarinda, Ahmad Fadholi. (*/um)
Data Pecandu Narkoba Direhabilitasi
BNNK Samarinda 2017
Bulan Jumlah
Januari 5 orang
Februari 14 orang
Maret 11 orang
April 21 orang
Mei 30 orang
Juni 11 orang
Juli 12 orang
Agustus 13 orang
September 8 orang
Oktober 11 orang
November 4 orang
Desember 5 orang
TOTAL 145 orang
Sumber Data: BNKK Samarinda 2018
Kasus Narkoba Diungkap
BNNK Samarinda 2017
Bulan Jumlah
Januari 3 orang
Februari 2 orang
Maret 5 orang
April 2 orang
Mei 4 orang
Juni 3 orang
Agustus 4 orang
September 1 orang
Jumlah 26 orang
Sumber Data: BNKK Samarinda 2018
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: