bontangpost.id – Tidak adanya dividen dari kedua BUMD yakni Perusda AUJ dan PT Bontang Migas Energi (BME) pada 2020 membuat legislator geram. Ketua Komisi II DPRD Rustam menyatakan bakal memanggil kedua pimpinan dari kedua perusahaan tersebut. Tujuannya untuk dimintai keterangan mengapa kondisi itu bisa terjadi.
“Kami akan panggil di pertengahan bulan ini,” kata Rustam.
Politikus Golkar ini juga menyayangkan statemen yang keluar dari direksi PT BME. Bahwa penyetoran dividen bukanlah suatu kewajiban. Padahal modal awal terbentuknya perusahaan ini berasal dari APBD Bontang.
“Untuk apa penyertaan modal kalau tidak menghasilkan dividen,” ucapnya.
Sebelumnya, PT BME mendapat kucuran penyertaan modal senilai Rp 3 miliar. Dari angka usulan yakni Rp 10,5 miliar. Besaran ini sesuai kebutuhan deposit yang dipersyaratkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bagi perusahaan yang akan mengelola program city gas.
PT BME baru sekali menyetorkan dividen. Tepatnya pada 2016 lalu. Nilainya Rp 495 juta. Padahal unit usahanya cukup menjanjikan. Sebab perusahaan daerah ini bergerak di bidang gas. Mencakup pengelola jaringan gas (jargas) rumah tangga dan pembangkit listrik tenaga gas untuk membangkitkan generator di BBRI.
Sebelumnya diberitakan, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) menyatakan dua BUMD belum menyetorkan dividen ke kas daerah. Meliputi Perusda AUJ dan PT Bontang Migas Energi (BME). Kepala Bidang Perencanaan, Pembukuan, dan Pengendalian Operasional Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Moch Arif Rochman mengatakan baru mendapat informasi potensi dividen bersumber dari BPD Kaltimtara.
“Belum ada dari BME dan Perusda AUJ,” kata Arif.
Rencananya, Bapenda akan memanggil pimpinan BUMD pada bulan depan. Tujuannya untuk rekonsiliasi dan evaluasi. Sembari menanyakan progres usaha selama satu tahun tersebut. “Kami akan menanyakan bisa tidak tahun ini atau tahun depan ada dividennya,” ucapnya.
Sementara Direktur PT BME Siti Hamnah Ahsan menjelaskan perusahaan ini bersifat penugasan. Dari negara untuk city gas di Bontang. Nantinya direksi akan membuat suatu regulasi terlebih dahulu untuk pembuatan dividen.
“Akan kami buatkan SOP untuk itu (dividen). Tidak bisa langsung berapa. Harus ada perjanjian kerja sama (PKS). Ada aturan yang mengikat,” ujarnya.
Sebagaimana dengan mitra kerja perusahaan itu. Baik dari BUMN dan BBG. Menurutnya tidak bisa asal memberi tanpa ada kejelasan payung hukumnya. “Karena penugasan maka bukan suatu kewajiban untuk diberikan. Karena kami pelayanan kepada masyarakat. Bukan bisnis sepenuhnya,” terangnya.
Salah satu bisnis bersumber dari pelanggan komersial (PK-2). Akan tetapi jumlahnya tidak banyak, hanya 42. Seperti usaha restoran dan kafe. Sementara total pelanggan rumah tangga sebesar 18 ribu. “Tapi kami tidak akan menutup mata. Karena ada permintaan dari BPK. Setelah ada ketentuannya,” sebut dia.
Tahun lalu, nominal pendapatan yang diperoleh secara unaudit sebesar Rp 2,1 miliar. Dari angka ini efisiensi sejumlah Rp 500 juta, selebihnya income. Capaian ini bentuk tata kelola perusahaan secara holistik dan komperehensif dari beberapa bidang. Dijelaskan dia, pada tahun sebelumnya tercatat kerugian. Nominalnya mencapai ratusan juta rupiah.
“Modal Rp 3 miliar tergerus kala itu,” pungkasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: