Roda pemerintahan tak melulu dikuasai pria. Ada pula tangan dingin perempuan. Dan mereka sudah menjawab tantangan itu. Emansipasi adalah niscaya.
Adiel Kundhara, Bontang
Panggung politik bukan hal baru bagi Najirah. Wakil wali kota Bontang itu mengawalinya saat ikut dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) anggota DPD 2019. Kala itu, ia gagal duduk sebagai Senator di Senayan. Capaian suara istri almarhum Adi Darma ini hanya 69.298 atau berada di peringkat keenam. Namun kegagalan itu tak membuatnya patah semangat.
Setahun kemudian, takdir menggariskan untuk ikut bursa pemilihan kepala daerah Bontang. Semula, namanya belum muncul. Sebab kala itu PDI Perjuangan dan PKB merekomendasikan Adi Darma-Basri Rase.
“Di awal saya tidak ada niatan untuk maju di pemilihan kepala daerah. Karena saat itu ada kesempatan Bapak (Adi Darma) untuk maju,” kata Najirah.
Apalagi sosok almarhum masih melekat di warga Kota Taman. Namun, pada 1 Oktober suami meninggal dunia lantaran terpapar Covid-19. Duka mendalam dirasakannya. Partai pengusung menghubungi Najirah untuk membicarakan mekanisme penggantian sang suami. Mereka mematok bahwa figur pengganti dari keluarga almarhum.
“Pada malam Jumat itu saya sempat memutuskan agar anak saya (Ferza Agustia) yang maju. Saya masih dalam keadaan syok waktu itu ditinggal bapak,” ucapnya.
Tetapi terjadi perubahan komposisi. Kala itu Basri diusung menjadi calon wali kota dan Ferza calon wakil wali kota. Kesepakatan ini berubah sehari kemudian. Najirah memiliki niat untuk maju. Tepatnya setelah melaksanakan Salat Istikharah.
“Saya berpiki saat itu apakah anak saya dengan Pak Basri bisa menang. Terpikirkanlah bahwa saya harus maju. Apalagi lawannya juga terdapat sosok perempuan,” tutur dia.
Sempat terjadi pembahasan yang alot dengan Ferza. Pembahasan ini terjadi selama satu hari. “Sempat anak saya bilang Mama (Najirah) jangan maju. Tetapi saya sudah punya tekad. Saya bilang biar Mama yang maju. Saya juga minta restu ke dia (Ferza). Akhirnya sepakat,” terangnya.
Sebelumnya Najirah memiliki latar belakang di dunia perbankan. Selama 24 tahun ia berkerja. Ia mengakui amanah sebagai pimpinan daerah itu berat. Tetapi setelah dijalani dengan keseriusan ditambah amanah yang didapat dari suami, semua dimudahkan.
Menurutnya sehebat apapun pembangunan yang dilaksanakan, kalau tanpa mensejahterakan rakyat bisa dianggap gagal. Apalagi saat menjabat tantangan yang dihadapi ialah pandemi Covid-19. Kondisi keuangan daerah tentu berimbas. “Pelan-pelan dengan semua program yang ada bisa direalisasikan,” urainya.

Beberapa program yang sudah bisa dinikmati warga Bontang ialah BPJS Gratis, WiFi gratis, rantang kasih. Ke depan pihaknya bertekad untuk menjadikan Bontang sebagai destinasi wisata, memajukan UMKM, dan ramah investasi. Meski periodesasi pemerintahan nantinya hanya sampai 2024.
“Kami akan mengejar hal ini bisa diwujudkan. Apalagi Bontang menjadi penyangga IKN. Bontang harus bisa dijadikan kota pariwisata,” sebutnya.
Tatangan lain pada masa pandemi ialah ikut membantu masyarakat khususnya yang terpapar. Keluhan masyarakat terkadang dalam satu keluarga membutuhkan uluran tangan untuk memenuhi kebutuhan pangan. “Kadang-kadang datang dengan berbagi sembako. Hal ini yang saya lakukan dan menjadikan kepuasan untuk berbuat kepada rakyat,” urainya.
Pandemi ini juga memiliki sejarah yang kelam bagi dirinya pribadi. Merasakan ditinggal suami akibat virus dari Wuhan, Tiongkok, itu. Di situlah saya benar memperhatikan orang yang terdampak. Dari aspek keluarga, sebagai status sebagai pemimpin daerah tetap memperhatikan keluarga. Di samping menjalankan amanah. Di sela-sela tidak ada kesibukan, waktu diberikan kepada keluarga.
“Kalau ada waktu kadang makan bersama. Tetapi jujur saya tidak menghilangkan kodrat sebagai perempuan. Menjadi seorang ibu dan ayah karena anak sudah tidak memiliki bapak lagi,” terang Najirah.

Setelah salat subuh rutin ia membuat masakan bagi anak-anaknya. Walaupun di rumah ada asisten rumah tangga. Kebetulan di rumah jabatan ada satu yang tinggal bersama. Sementara Ferza berada di Samarinda. Terkadang kalau ada tugas di Kota Tepian, ia memanggil anaknya. Termasuk tiap hari rutin berkomunikasi dengan anak melalui sambungan video.
“Saya juga sempatkan ziarah ke makam suami. Sesibuk apa pun. Terkadang selesai rapat ada jeda waktu saya ke sana. Hampir tiap hari ke makam. Selain itu doa selalu saya kirim setiap saat,” sebutnya. Ia beranggapan merasa ketenangan jika pergi ke makam suami. Ada spirit tambahan untuk menjalankan amanah. Bagi dia, sosok almarhum masih ada.
Pada Hari Kartini ini, Najirah berpesan bahwa sosok perempuan harus bangkit dan punya pegangan dalam hidup. Jangan hanya meminta dan meremehkan kaum pria. Tetapi harus punya keahlian. Sehingga tidak dipandang sebelah mata.
“Supaya tidak syok dalam menghadapi kehidupan itu. Artinya bisa mandiri. Apa yang bisa menghasilkan bisa menghidupi keluarga dan membantu ekonomi keluarga,” ulasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini:
Komentar Anda