BONTANG – Upaya praperadilan akhirnya ditempuh Direktur PT Harlis Tata Tahta (HTT), Hartoyo. Upaya hukum itu dilakukan setelah sebulan lebih pengumuman tersangka. Atas dugaan gratifikasi pada proyek preservasi jalan Samarinda, Bontang, dan Sangatta yang terjaring OTT KPK pada 15 Oktober 2019.
Permohonan praperadilan Hartoyo diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Dasarnya adalah sah atau tidaknya penetapan tersangka. Dengan termohon KPK, dalam hal ini pimpinan KPK.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, Permohonan praperadilan Hartoyo melalui kuasa hukumnya pada 22 November 2019. Gugatan itu teregistrasi dengan nomor 144/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL.
Dalam permohonannya, Direktur PT HTT asal Bontang ini meminta hakim tunggal praperadilan menyatakan surat perintah penyidikan (Sprindik) dengan nomor Sprin.Dik.136/DIK.00/01/10/2019 dan surat perintah penahanan bernomor Sprin.Han/129/DIK.01.03/01/10/2019 yang diterbitkan oleh KPK tidak sah, dan tidak berdasar atas hukum. Oleh karena itu, penetapan Hartoyo sebagai tersangka tidak mempunyai kekuatan mengikat.
“Menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon yang dilakukan oleh termohon adalah tidak sah. Selain itu, menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon oleh termohon,” isi permohonan praperadilan Hartoyo.
Namun, belum ada informasi lebih lanjut terkait sidang perdana praperadilan yang diajukan Hartoyo. Sejak didaftarkan tiga pekan lalu, belum ditetapkan jadwal sidang yang akan dijalaninya. Begitu pun dengan hakim tunggal yang akan memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan praperadilan itu juga belum ditampilkan pada laman SIPP PN Jakarta Selatan. (prokal)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: