Soal Izin Toko Waralaba, BW Sebut Kepentingan Pelaku Usaha Lokal Perlu Dilindungi

Salah satu bangunan di Tanjung Laut yang masih dalam tahap pengerjaan diduga akan dibangun diklaim DPMPTSP bukan waralaba melainkan toko modern (Nasrullah/bontangpost.id)

bontangpost.id – Kabar bertambahnya toko modern waralaba di Kota Bontang mendapat perhatian publik. Apalagi persepsi waralaba ini masih kurang jelas pada Perwali 34/2018. Anggota Komisi II DPRD Bakhtiar Wakkang mengatakan dalam regulasi tersebut definisi waralaba masih kurang spesifik.

“Jadi seolah-olah waralaba itu hanya taraf nasional. Sementara yang lokal Kaltim tidak masuk,” kata legislator yang akrab disapa BW ini.

Padahal jika toko swalayan lokal Kaltim itu masuk sebenarnya masuk waralaba. Karena mereka juga membuka bisnis skema frenchise. Mengingat toko swalayan ini juga membuka cabang di daerah lain. Bahkan lingkup Bontang sudah ada tiga toko.

“Berarti itu masuk kategori waralaba. Definisi waralaba ketika memiliki lebih dari tiga cabang dalam usaha sama. Artinya tidak hanya nasional,” ucapnya.

Politikus Partai NasDem ini juga menanyakan bagaimana upaya pemkot terhadap toko modern yang berkamuflase dalam nama. Sementara isi dalam toko tersebut kemasannya sudah masuk waralaba.

“Aspek hukum perwali itu seperti apa. Karena ini sudah kejadian di Bontang. Jadi harus jelas waralaba itu, apa menjurus yang taraf nasional saja,” tutur dia.

Ia pun bersedia untuk mendengarkan aspirasi dari Asosiasi Pedagang Kota Bontang (APKB). Termasuk mengusulkan untuk memanggil OPD terkait dan pemilik bangunan tersebut. Supaya lebih jelas mengenai peruntukkan dari bangunan yang berada di Jalan Jenderal Soedirman tersebut.

Sebelumnya, Ketua APKB Syamsuar menegaskan selama ini merek toko swalayan itu memang tidak termasuk dalam waralaba. Tetapi ia meminta agar Perwali 34/2018 direvisi. “Seharusnya status waralaba itu tidak hanya bagi perusahaan yang bertaraf nasional, tetapi yang lingkup Kaltim juga perlu dibatasi,” kata Syamsuar.

Apalagi terdapat beberapa poin yang menabrak regulasi. Salah satunya ialah kehadiran toko waralaba di Loktuan. Pasalnya diatur dalam perwali jarak dengan pasar tradisional ialah 1.000 meter, namun kondisinya hanya 357 meter. Jarak ini mengacu lokasi bangunan pasar lama.

Belum lagi di Bontang Utara sesuai data hasil laporan kajian toko swalayan terdapat empat toko modern waralaba. Padahal sesuai perwali hanya diizinkan tiga. Dua toko memang saat ini masih berkamuflase nama. Sementara dua lainnya sudah memakai nama waralaba yakni di Gunung Elai dan Bontang Baru.

Sejauh ini APKB belum dilibatkan dalam penambahan toko modern merek tersebut di Bontang. Ia menegaskan jika keran ini dibuka seluasnya maka perusahaan tersebut bisa membuka lagi beberapa cabang di Bontang. Akibatnya toko modern lokal justru menuai dampak.

Ini perlu diantisipasi adanya monopoli pasar, karena jika tidak ada pembatasan bisa merusak tatanan pasar untuk toko lokal,” ucapnya.

APKB bakal menyampaikan aspirasi ini kepada DPRD dalam waktu dekat. Tujuannya agar ada solusi mengenai potensi penambahan toko modern. Sejatinya pemkot harus melakukan pembinaan kepada toko modern lokal, sehingga bisa bersaing dengan waralaba.

Pembinaan menyangkut tata kelola manajemen maupun penataan. Supaya jika waralaba masuk toko modern lokal sudah menyamakan diri dalam berbagai aspek. “Sehingga kami tidak waswas kalau mereka masuk, karena kualitas dan pelayanannya sama,” tutur dia.

Berdasarkan media sosial milik perusahaan toko modern tersebut telah menawarkan bisnis franchise toko modern. Utamanya bagi warga yang memiliki ruko siap pakai minimal ukuran 15×20 meter persegi. (ak)

Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News

Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:


Exit mobile version