JAKARTA – Kasus masuknya e-KTP milik warga negara asing (WNA) di daftar pemilih tetap (DPT) menjadi sorotan dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR dengan sejumlah penyelenggara pemilu kemarin (13/3). Kalangan DPR meminta jajaran KPU, Bawaslu, dan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri lebih serius menindaklanjuti temuan tersebut.
Kasus temuan e-KTP WNA yang masuk DPT belakangan menyedot atensi masyarakat. Kasusnya berawal saat WNA asal Tiongkok Guohui Chen masuk DPT Kabupaten Cianjur. Setelah ditelusuri di sejumlah daerah, ternyata banyak WNA yang tercantum di daftar pemilih tetap Pemilu 2019.
Pada Senin lalu (11/3) saja, KPU mencoret 101 WNA dari DPT. Data tersebut terus bertambah. Hingga kemarin (13/3), KPU sudah mencoret 370 WNA yang masuk DPT. ’’Memang, benar, itu merupakan hasil kerja tim teknis KPU, Bawaslu, dan Dukcapil Kemendagri yang bersinergi untuk mengeliminasi WNA yang masuk DPT,’’ ujar Komisioner KPU Viryan Aziz dalam RDP.
Berdasar hasil penyisiran, posisi pertama WNA yang masuk DPT dipegang Jawa Barat. Di provinsi tersebut, total 86 WNA masuk DPT. Posisi kedua ditempati DKI Jakarta (76 WNA). Selanjutnya, posisi ketiga Bali. Di provinsi dengan jumlah WNA pemegang e-KTP terbanyak di Indonesia itu memiliki 74 WNA yang masuk DPT. Hingga kemarin, WNA yang masuk DPT tidak ditemukan lagi.
Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria menyesalkan tidak transparannya pemerintah, khususnya Ditjen Dukcapil, untuk membuka data jumlah WNA di tanah air. Terutama mereka yang sudah tercatat memegang e-KTP. ’’Seharusnya data 1.685 WNA (yang memiliki e-KTP) itu diberikan ke KPU agar bisa disisir satu per satu. Jadi, bukan hanya mereka (Ditjen Dukcapil) yang menyisir, terus hasilnya diberikan ke KPU,’’ ucap Riza.
Menurut Riza, dengan keterbukaan data sejak awal, otomatis penyisiran akan berlangsung lebih efektif. Apalagi, bila dibantu oleh tim sukses dua paslon capres-cawapres. Jika dimungkinkan, tim sukses sebenarnya bisa membantu melakukan penyisiran sehingga prosesnya segera selesai dan tidak bertele-tele. ’’Sedari awal, pemerintah bilang tidak ada di DPT. Ternyata ada temuan WNA yang masuk DPT. Kenapa tidak disisir semuanya saja? Kami juga siap bantu untuk menyisir,’’ kata juru debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga tersebut.
Riza juga menambahkan, sikap pemerintah yang tidak transparan itu justru akan menghambat penyelenggaraan pemilu. Ditjen Dukcapil, kata dia, sepatutnya mencontoh kinerja KPU dan Bawaslu yang belakangan dinilai mampu mewadahi aspirasi dari kedua tim sukses. Dua lembaga tersebut selalu melayani saat diajak diskusi. BPN hampir setiap hari memberikan masukan kepada KPU yang juga direspons positif. ’’Pemerintah tidak perlu memproteksi diri, tapi membuka seluas-luasnya. Kami cukup senang dengan kinerja KPU dan Bawaslu selama ini. Ini tentu saja bukan hanya karena kepentingan 02 maupun 01 saja. Tapi, ini kepentingan masyarakat agar pemilu berlangsung transparan,’’ terang pria kelahiran Banjarmasin tersebut.
Anggota Komisi II DPR Yandri Susanto juga meminta Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh yang turut hadir dalam rapat kemarin tidak menganggap sepela kasus WNA masuk DPT. Dia tidak menginginkan nanti ada WNA yang benar-benar ikut memberikan suara dalam pemilu. Hanya karena masih ada WNA yang tercatat dalam DPT. Yandri juga meminta KPU dan Kemendagri lebih jeli dalam memperhatikan informasi dan masukan dari masyarakat.
’’Yang boleh memilih itu cuma WNI. Jangan membuat pemilih yang tidak memiliki hak menjadi memiliki hak untuk memilih tahun ini. Jangan juga berburuk sangka alias suuzon kepada informasi yang ada dan diberikan oleh masyarakat demi mendukung kualitas demokrasi yang ada di negara kita,’’ ucap Yandri. (bin/c4/agm/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: