Oleh: Dirhanuddin (Wartawan sekaligus Koordinator Iklan & Pemasaran Sangatta Post)
Terik matahari begitu sangat terasa. Ditambah seliuran butiran debu yang berhembus sepanjang jalan membuat kota Gerbang Desa seakan penuh sesak. Kebisingan kendaraan yang hilir mudik semakin mendaulat siapa saja menjadi terasa kikuk untuk beranjak ke luar. Terlebih saya yang sedang berteduh juga ikut-ikutan engan untuk beranjak, apalagi dahaga sedang mencair bersama secangkir minuman es kelapa khas kota seribu masjid, Mataram, NTB.
Beberapa saat kemudian, di balik kantong celana saya terasa ada getaran, gerrrr…..gerrr…..gerrr. Kesegaran yang mulai larut melenyapkan dahaga mendadak dibuatnya buyar. Ini getaran nada SMS yang berasal dari ponsel saya. Setelah saya cek, ternyata ini adalah pesan dari seorang manajer perusahaan yang sebelumnya telah meminta saya untuk meliput kegiatannya siang ini.
Karenanya, rasa engan beranjak sedari tadi, mau tidak mau harus saya tepis dan membiarkannya menyatu bersama matahari yang semakin terik. Di bawah rindang pohon ketapang, saya kemudian bergegas naik motor dan mengebernya menuju lokasi acara. Padatnya kendaraan yang berlalu lalang sepanjang Jalan Yos Sudarso Sangatta, ditambah gumpalan debu yang berhamburan, tak sedikit pun saya hiraukan. Motor tetap saya geber hingga kecepatan 60 Km, berliuk-liuk di tengah ruang-ruang jalan yang terbuka.
Beberapa saat setelah memacu kendaraan, tiba-tiba terlintas dalam pikiran, jika sebelum mengeber motor tadi, saya lupa membawa koran yang telah saya simpan di atas meja penjual es kelapa. Ya, rencananya, koran tersebut akan saya tunjukan sebagai bagian dari promo koran media tempat saya sekarang bernaung, Sangatta Post. Baru sepekan lalu, koran lokal konten ini telah berganti nama jadi Sangatta Post sebelumnya adalah Radar Kutim.
Kecepatan kendaraan kemudian perlahan tapi pasti saya perlambat, dan mengambil lajur kiri. Dua bola mata ini, kemudian melirik ke kiri dan ke kanan jalan untuk mencari tempat-tempat outlet Koran, berharap dapat menemukan koran Sangatta Post, dengan alasan karena saya engan memutar kembali motor mengambil koran yang tertinggal sebelumnya. Beberapa waktu kemudian, saya mendapati outlet korannya di sebuah bangunan berdinding kayu, beratap seng berkarat.
Di dalam bangunan yang perlahan mulai kusam oleh waktu itu, terpajang deretan kaset-kaset lawas. Di bagian dinding sudut kanan bangunan terpajang enam eksamplar koran media Kaltim Post dan beberapa eksamplar koran lain. Sementara koran Sangatta Post, tampak terselip diantara kedua koran tersebut. Jika tidak jeli melihatnya, ya, dua eksamplar koran berlabel koran lokal daerah ini, nyaris tidak terjamak mata sama sekali.
“Cari apa mas, koran atau kaset?,” suara parau dibalik rak-rak kaset yang tertata lurus dan terkesan mulai kusam, karena digelumuri debu jalanan.
Sontak mata saya yang terjerembab yang sejak tadi menelusuri setiap kolom-kolom koran yang bergelantungan, mendadak kembali tersadar dengan suara pria berambut pirang tersebut.
“Iya kang, saya lagi nyari koran Sangatta Post,” sambut saya menjawab tanya pria berbadan ceking dengan wajah yang seakan mulai lapuk oleh kibasan debu jalanan.
“Berapa harganya Sangatta Post ini, kang?,” tanya saya.
“Kalau yang itu Rp 5 ribu, sama harganya dengan Kaltim Post. Tapi kalau koran yang itu cuman Rp 3 ribu aja, mas,” ucapnya.
Pada dasarnya diri ini menyadari, tau dan paham dengan perbedaan harga ketiga koran tersebut. Tapi entah kenapa, saya tergelitik saja ingin tau harga koran-koran tersebut langsung dari outletnya. Apalagi mungkin, sang outlet tidak tau atau menyadari bahwa yang sedang mengobrol dengannya adalah wartawan yang sehari-hari mengisi pemberitaan Sangatta Post. Apalagi tulisan Sangatta Post yang melekat di baju kerja saya, tepat berada di bagian punggung, dan tertutup tas hitam yang saya pakai.
***
Dari percakapan ini, rasa penasaran, bisa dibilang nalarusi keingin tahuan diri ini sebagai seorang jurnalis mendadak bergelayut, bahkan bergeliat aktif di kepala. Berkocar kacir karena ingin tau tentang sudut pandang sang outlet tentang ketiga koran yang sedang ada dihadapan kami berdua di siang yang begitu terik. Yang kalau burung atau serangga melintas di bawah teriknya, bisa jadi akan langsung jadi hewan panggang (Saking panasnya siang itu).
“Kang, dari tiga koran ini, mana yang paling banyak dicari orang (Pembaca),” tanya saya.
“Kebanyakan sih, ya Kaltim Post, setelah Sangatta Post, atau koran yang lain,” jawabnya dengan nada lugas, yakin dan pasti.
“Kok bisa gitu, kang”.
“Ya, begitu memang, mas. Katanya, kalau Kaltim Post, itu banyak beritanya, tebal halamannya, bagus juga kualitas cetaknya,”. Terdiam sejenak, menghela napas panjang.
“Terus, kalau Sangatta Post, gimana kang,” tanya ku lagi.
“Sebenarnya sih, banyak juga yang cari koran Sangatta Post,” sang outlet kembali menghela napas. “Tapi cuman itu,” lanjutnya.
“Cuman itu apanya, kang” sergap ku dengan rasa antusias yang begitu tinggi, tak sabar menanti apa jawabannya.
Tapi sejenak kami berdua sama-sama terdiam. Kini yang terdengar hanya kebisingan laju kendaraan yang tiada henti-hentinya berseliuran, hilir mudik.
“Katanya pembeli sih, berita-beritanya bagus aja, tapi korannya tipis, terus harganya mahal. Katanya juga, ya mending baca berita Kaltim Post, biar mahal, tapi beritanya juga banyak. Apalagi ada yang cuman dijual Rp 3 ribu, tebalnya ya sama kayak Kaltim Post. Itu sih kata pembelinya,” jelasnya dengan wajah cengigisan.
Di antara waktu yang berputar, kebiusuan saya yang ditampar dengan jawaban lugas, membuat saya benar-benar tak tau harus menjelaskan apa tentang perkataan sang outlet. Kebinggungan membuat saya limbung dalam perasaan tak menentu. Dengan rasa ingin membela, saya coba menyusun kata-kata yang tepat untuk menjelaskannya, lugas namun mengena pada sasaran.
“Kalau Sangatta Post kan, banyak berita-berita lokal. Jadi biarpun tipis halamanannya, tapi hampir seluruh isinya adalah berita, informasi di Sangatta atau Kutai Timur. Jadi kalau orang membeli, saya kira mungkin tidak rugi,” tutur ku membela, sembari berharap apa yang saya jelaskan bisa dijelaskannya juga jika ada pembeli yang mempertanyakan mengapa Sangatta Post korannya tipis.
Kendatipun demikian, sang outlet terlihat berpikir keras, apa sih maksudnya orang nih, mau beli koran atau mau buka pameran bahasa, atau dia ini???, aaaahhhh, sudahlah, ngak usah dipikirkan panjang, apalagi sampai harus kali lebar, kali sudut segita, segi empat dan sebagainnya. (hehehehehe, sedikti berguyon).
***
“Selain harga, apa sih yang paling suka dibaca orang dari ketiga koran ini, kang,” tanya ku mencoba memperdalam rasa ingin mengetahui. Harap maklumi, sejak bergelut di dunia jurnalistik, khususnya di media Sangatta Post sekitar 3 tahun silam, apalagi sekitar sepekan lalu, pimpinan kantor Bontang Post, induk Sangatta Post, telah mengamanatkan saya sebagai koordinator iklan dan pemasaran di wilayah Sangatta. Obrolan dengan outlet bisa dibilang kali pertama, karena baru kali itu saya turun langsung bersentuhan dengan para outlet, meskipun secara tidak kebetulan, atau tidak disegaja untuk berdiskusi seperti yang sedang kami lakukan ini.
“Kebanyakan sih, yang paling banyak dicari pembaca itu, berita-berita kriminal, semisalnya kasus pembunuhan, pencabulan, pemerkosaan, pencurian dan perampokan. Ya, intinya yang berkaitan dengan berita-berita kriminal. Dan biasanya sih, kalau ada berita kayak itu, yang paling dicari adalah koran Sangatta Post, atau Kaltim Post. Apalagi kalau kejadiannya itu di Sangatta, pasti banyak yang mencarinya.
“Selain itu, misalnya ada berita kasus orang dimakan buaya, atau digigit buaya, pasti koran laku terjual, bahkan terkadang ngak cukup,” jelasnya dengan nada sedikit sinis.
“Oh gitu ya, kang,” jawab ku dengan nada lirih dan penuh rasa keheranan, tapi juga kagum dengan penjelasan yang dipaparkan oleh sang outlet.
“Oke deh, kang, saya beli Sangatta Post, satu,” sambung ku dengan menyodorkan uang Rp 5 ribuan.
***
Setelah mendapatkan koran, dengan tergesa-gesa koran tersebut saya lipat sebelum saya masukan di dalam tas. Masih dengan penuh keterburu-buruan, motor saya tunggangi dan nyalakan, lalu saya geber ke lokasi tujuan. Namun sejenak dalam perjalanan tergelayung sejuta pikiran, bahwa betapa ada banyak hal-hal remeh temeh, yang selama ini sering dipandang sepela dan kecil, namun jarang terjamah dengan baik oleh para pelakon media.
Sebagai seorang jurnalis, saya hanya tau bagaimana mencari dan memproduksi informasi seapik mungkin agar menarik untuk dibaca ketika disajikan. Sebab pedoman yang selalu menjadi fatwa disetiap kali rapat redaksi, maupun lintas divisi, bahwa kualitas dan mutu pemberitaan sangat menentukan seperti apa koran bisa laku terjual di pasaran. Nah, mempermak informasi seapik mungkin, juga sudah jadi keharusan jika ingin koran memiliki pengemar dan pembaca setia.
Namun ternyata, persaingan harga, kualitas percetakan, hingga kesadaran informasi masyarakat yang hanya membuat penilaian selintas, dengan hanya ukuran kuantitas, tebal dan tipisnya koran, juga ternyata banyak berpengaruh terhadap minat beli seorang pembaca. Memang tidak ada yang salah dengan itu. Karena masyarakat butuh banyak informasi. Menginggat saat sekarang ini masyarakat moderen telah disajikan dan dimanjakan dengan informasi online.
Sehingga wajar saja, ketika muncul gelak lelucon dari banyak kalangan gejet, “Kalau sudah ada handphone android, buat apalagi kita membeli dan membaca koran, bukan kah sekarang sudah cukup membuka internet. Berita apa saja, dan informasi apa saja sudah bisa kita dapatkan hanya dengan satu kelikan,” demikian yang pernah saya dengar.
Lalu apa yang harus dilakukan pelakon media cetak di tengah gempuran dunia maya saat ini?. Tentunya, optimisme memang masih sangat dibutuhkan. Hanya saja hal tersebut tidak boleh dibiarkan berdiri sendiri. Menata dan melakukan rekayasa manajerial sangat dibutuhkan, salah satunya bagaimana menata pangsa pasar yang mulai memudar. Caranya, bisa dengan terus melakukan inovasi pada tampilan koran, menyajikan informasi-informasi yang berbasis langsung dengan kebutuhan masyarakat.
Maka berupaya terus mendorong peningkatan kaulitas informasi adalah kunci yang tidak boleh dilepaskan media cetak.
Dengan demikian, dahaga pembaca terhadap informasi yang aktual, mendalam, sistematis, lengkap, dan penuh analisis tetap dapat terbayarkan. Ini mungkin hanya sedikit metode, dan saya kira masih banyak metode-metode lainnya yang bisa diracik untuk memikat para pembaca. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: