Sebut Hanya Permohonan, Desak Wali Kota Setop Proyek PLTMG
BONTANG – Ketua DPRD Bontang Nursalam berang atas statement Manajer Teknik UPP 3 PLN Sektor Mahakam Samarinda Wahyu Widodo yang menyatakan sudah melengkapi semua izin untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) 30 megawatt (MW) di Kelurahan Telihan. Menurutnya, manajemen PLN ternyata tidak dapat membedakan antara izin dengan permohonan izin.
“PLN harus membedakan mana izin mana permohonan izin. Yang mereka kantongi itu permohonan izin yang belum selesai diproses. Artinya belum berizin baru permohonan. Aneh sekelas manajer tidak bisa membedakan mana izin mana permohonan izin,” tegasnya.
Politisi Golkar ini mengatakan, bahwa izin prinsip yang dikeluarkan oleh Badan Perizinan dan Penanaman Modal (BPPM) saat itu, sesuai isi surat nomor 503/013/BPPM/IP/X/2016, kemudian pengesahan site plant nomor 650/1029/DTRK-B pertanggal 29 Desember 2016, tahapan lain semisal Surat Kesesuaian Tata Ruang (SKTR) nomor 650/128/XII/SKTR/DTRK-B itu merupakan permohonan.
Ia berujar hingga saat ini Pemkot Bontang belum mengeluarkan yang namanya persetujuan UKL-UPL melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH). “Dinas Pekerjaan Umum dan Pentaan Ruang Kota (PUPRK) juga baru mempelajari belum mengeluarkan yang namanya rekomendasi site plane baru permohonannya saja revisi. Tanggal 6 itu baru dijadwalkan presentasi, itu untuk menentukan apa layak dia (PLN, Red.) mendapatkan izin,” tambahnya.
Salam – begitu akrab disapa – memaparkan bahwa ada beberapa tahap yang harus dilengkapi oleh PLN. Pertama, harus mendapatkan rekomendasi site plane dari Dinas PUPRK, dari site plane itulah yang kemudian menjadi dasar DLH mengeluarkan UKL-UPL. “Yang dimaksud Wahyu Widodo adalah permohonan, bermohon untuk mendapatkan rekomendasi site plane,” ujarnya.
Berdasarkan analisisnya, adapun kesalahan yang dilakukan ialah belum keluarnya UKL-UPL site plane, tapi sudah melakukan pembangunan. UKL-UPL begitu penting karena di izin tersebut terdapat analisa mengenai dampak lingkungan, kebisingan, dan ruang terbuka hijau. Setelah pengurusan UKL-UPL, keluar izin mendirikan bangunan (IMB).
“Jadi bagaimana mungkin dia mengatakan mempunyai izinnya kalau IMB nya tidak ada. PLN itu jangan asbun (asal bunyi),” katanya.
Keadaan tersebut diperparah ketika Wali Kota Bontang mengeluarkan izin pemanfaatan ruang revisi dengan catatan tidak boleh membangun sebelum izin-izin yang lain keluar. Akan tetapi hal tersebut dilanggar juga oleh manajemen PLN.
Terkait perubahan luas lahan pengerjaan dari 4.000 m2 menjadi 13.100 m2, hal tersebut karena Dinas Penanaman Modal, Tenaga Kerja, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu melakukan pengecekan di lapangan. Dikatakan Nursalam, perubahan itupun dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan Pemkot Bontang.
“Tapi karena pemerintah masih beritikad baik, mereka (PLN, Red.) suruh mengurus revisi lokasi yang 4.000 m2 menjadi 13.100 m2 padahal belum keluar IMB nya,” paparnya.
Salam berharap Pemkot Bontang agar memiliki sikap tegas kepada siapapun yang melanggar peraturan daerah (perda), termasuk Badan Usaha Milik Negara sekali pun. Saat ini ia berpendapat agar pengerjaan pembangunan dihentikan.
“Saya mendesak Wali Kota agar menghentikan proyek, kalau tidak akan menjadi presenden buruk penegakkan peraturan di daerah,” tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, PLN Sektor Mahakam Samarinda yang memiliki otoritas terkait pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) 30 megawatt (MW) di Kelurahan Telihan, Kecamatan Bontang Barat angkat suara.
Mereka membantah pembangunan pembangkit listrik tidak sesuai tahapan atau tak berizin seperti yang disoal anggota DPRD beberapa waktu. Dalam pembangunan PLTMG, PLN ternyata baru mengantongi izin prinsip. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: