SAMARINDA – Tiga kabupaten di Kaltim tercatat masih memiliki permasalahan dalam hal belanja daerah. Hal ini terungkap dari laporan hasil pemeriksaan semester II 2018 yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Kaltim, Senin (17/12) kemarin.
Kepala Perwakilan BPK Kaltim, Cornell Syarief Prawiradiningrat menuturkan, selama semester II 2018, BPK telah melakukan sembilan kegiatan pemeriksaan. Yang terdiri lima pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT), serta empat pemeriksaan kinerja.
PDTT yang dilakukan terdiri atas empat PDTT atas Belanja Daerah 2017 sampai dengan Triwulan III 2018. Pada Provinsi Kaltim, Kabupaten Paser, Kabupaten Mahakam Ulu, serta Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
“Pemeriksaan ini bertujuan menilai apakah Sistem Pengendalian Intern (SPI) belanja daerah telah memadai. Apakah pengadaan barang dan/atau jasa, pelaksanaan pekerjaan, dan pelaksanaan pembayaran atas realisasi belanja daerah telah sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku,” jelas Cornell dalam keterangan resminya.
Berdasarkan hasil PDTT, BPK masih mendapati permasalahan-permasalahan pada belanja daera Provinsi Kaltim dan tiga kabupaten tersebut. Diuraikan, di Kutim terdapat kelebihan pembayaran 18 paket pekerjaan senilai Rp 2,05 miliar pada empat organisadi perangkat daerah (OPD). Serta Denda keterlambatan senilai Rp 432 juta.
Di Paser, ditemukan kelebihan pembayaran sembilan paket pekerjaan senilai Rp 1,2 miliar. Dan pembayaran jasa konsultasi yang tidak tepat senilai Rp 183 juta.
Untuk Mahakam Ulu, kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas pada empat OPD senilai Rp 150 juta. Kelebihan belanja jasa Konsultasi pengawasan tidak sesuai kontrak sebesar Rp 188 juta. Kelebihan Pembayaran dua paket pekerjaan senilai Rp 175 juta. Kelebihan Pembayaran atas Realisasi Belanja Barang senilai Rp 370 juta. “Serta Denda Keterlambatan senilai Rp 51.090.000,” imbuhnya.
Untuk Provinsi Kaltim sendiri, Cornell menyebut BPK mendapati kelebihan pembayaran sebesar Rp 36 juta, potensi kelebihan pembayaran pada 16 paket pekerjaan senilai Rp 48,4 miliar. Denda keterlambatan senilai Rp 170 juta. Serta pertanggungjawaban biaya langsung nonpersonel pada empat paket pekerjaan tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 315 juta.
Sedangkan satu PDTT lain dilakukan atas kepatuhan dan pengelolaan kredit tahun buku 2017 dan semester I 2018 pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kaltimtara. “Pemeriksaan ini bertujuan menilai apakah kegiatan pengelolaan kredit tahun buku 2017 dan semester I 2018 pada Bank Kaltimtara telah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” terang Cornell.
Atas PDTT ini, dia menyatakan BPK masih menemukan permasalahan. Seperti pemberian kredit yang bermasalah hingga saat ini dikarenakan perubahan situasi ekonomi.
“Selanjutnya ketentuan Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, mengamanatkan Gubernur, Bupati/Walikota untuk memberitahukan secara tertulis tindak lanjut hasil pemeriksaan kepada BPK,” tutur Cornell.
“Dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, mengamanatkan DPRD untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan sesuai dengan kewenangannya,” sambungnya. (drh/luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post