BONTANG – Desas-desus pengkajian pemindahan proyek grass roof refinery (GRR) kilang Bontang membuat tim percepatan pembangunan bentukan Pemkot Bontang wajib bergerak cepat. Salah satu upaya yakni menanyakan kepada pemerintah pusat dan PT Pertamina terkait kepastian pembangunan kilang Bontang.
Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan (Bapelitbang) Amiruddin mengatakan sebenarnya Pemkot Bontang telah meminta audiensi dengan pimpinan Pertamina. Permohonan itu diajukan melalui surat bernomor 005/097/Bapelitbang.2. Tertanggal 14 Januari lalu.
“Tetapi sampai saat ini belum ada jawaban dari Pertamina. Sebelumnya kami minta audiensi dapat dilakukan pertengahan Februari lalu,” kata Amiruddin.
Meski demikian, upaya komunikasi tetap dilakukan dengan pejabat terkait yang selama ini menangani rencana Kilang Bontang. Hasil pelacakan surat masih berada di meja Dirut Pertamina. Artinya belum ada disposisi. Diharapkan kegiatan ini dapat berlangsung di bulan ini. Tujuannya agar informasi dan perkembangan proyek dapat diketahui secara cepat.
Sejauh ini, Amiruddin masih optimistis kilang tetap dibangun di Kota Taman. Pasalnya, hingga kini belum ada revisi peraturan presiden (Perpres) berkenaan percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional.
Ia pun membenarkan ada kabar pemindahan pembangunan kilang sebelumnya. Tepatnya pada November 2019 silam. Informasi itu didapatkan dari surat salah satu kementerian. Konon, terjadi perbedaan pendapat mengenai lokasi pembangunan kilang. Pihak Pertamina menginginkan agar titik kilang berada di lahan milik Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang selama ini digunakan oleh PT Badak LNG.
Akan tetapi, investor yakni Overseas Oil and Gas (OOG) asal Oman lebih menyukai opsi dua titik kilang yang diajukan Pemkot Bontang. Lokasi itu ialah Bontang Lestari. Termasuk di dalamnya lahan eks lapangan terbang layang.
“OOG saat itu ingin membangun satu kesatuan dengan industri turunannya. Sementara Pertamina menilai lokasi LMAN layak,” sebutnya.
Akhirnya Pertamina memutus kerja sama dengan OOG. Pasalnya tidak ada perkembangan pasca kerja sama. Sementara, anggota Komisi II DPRD Nursalam menilai Pemkot tidak bisa tergantung dari Perpres. Apalagi kini OOG telah dibatalkan kerja samanya dengan Pertamina.
“Ini sinyal yang harus direspon cepat. Jangan bergantung Perpres kosong. Kapanpun bisa tiba-tiba pemindahan itu terjadi. Ini harus segera diantisipasi,” kata Salam.
Apalagi wakil rakyat telah menyelesaikan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Meskipun pembahasan regulasi ini diselesaikan dalam kurun tiga tahun. Akan tetapi semangat revisi perda itu ialah untuk mengakomodasi proyek strategis nasional ini.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Puguh Harjanto mengatakan diperlukan tiga sisi pendekatan menanggapi wacana pengkajian pemindahan kilang ini. Meliputi sisi politik yang menjadi peran legislator, sisi teknis sehubungan kajian, dan sosial-kultural yakni pendekatan dengan masyarakat. (*/ak/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post