BONTANG – Jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kota Bontang semakin tahun makin meningkat. Selama 3 tahun terakhir ini, jumlah ODGJ di Bontang sudah mencapai 65 orang. Sementara itu, penanganannya masih terbentur dengan birokrasi. Sehingga menjadi salah satu keluhan tim Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Bontang.
Dari data yang dimiliki Dinas Sosial Kota Bontang dalam hal ini LK3 Bontang, mulai tahun 2015, 2016 dan 2017 jumlahnya memang sudah 65 orang. Tetapi jumlah tersebut dijelaskan Pegawai Sosial (Peksos) Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Pemberdayaan Masyarakat (Dissos-P3M) Kota Bontang Suratmi, tidak termasuk di ODGJ yang baru ditemukan di tahun 2018.
“Tahun 2018 belum terekap, untuk jumlah ODGJ selama tiga tahun terakhir, di 2015 ada 28 orang, 2016 ada 18 orang dan 2017 ada 24, sehingga total ada 65 orang,” jelas Suratmi, Selasa (13/3) kemarin.
Sementara penanganan ODGJ sendiri, dijelaskan Suratmi, banyak suka dukanya. Pasalnya penanganan ODGJ tidaklah sama dengan orang normal, harus ekstra sabar dan lebih sabar terhadap klien. Selain itu juga harus ekstra mawas, karena ditakutkan sewaktu-waktu akan kambuh penyakitnya.
Hal ini diakui Bhabinkamtibmas Tanjung Laut Indah Bripka Mulyono, dan tim penjangkau LK3 Tri Lelonowati, saat membawa satu kliennya ODGJ ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Bontang untuk perekaman biometrik, Selasa (13/3) kemarin.
Saat membawa salah satu klien ODGJ, yang tidak diketahui asal usulnya dari mana, dan siapa namanya ini, tim LK3 agak kesulitan.
Dari pantauan media ini yang ikut dalam tindakan LK3 terhadap ODGJ, klien laki-laki (ODGJ) dijemput di simpang tiga Pasar Rawa Indah, untuk dibawa ke Disdukcapil guna perekaman biometrik, agar tahu asal usul klien dari mana.
Sayangnya, saat tim LK3 sampai di Disdukcapil, terjadi miss komunikasi, dan tim LK3 diminta melakukan perekaman biometrik ke Kecamatan Bontang Utara. Sehingga tim LK3 pun beranjak pergi ke Kecamatan Bontang Utara. Begitu sampai di kecamatan, lagi-lagi tim LK3 yang membawa ODGJ ini ditolak, dan diminta ke Disdukcapil, lantaran di kecamatan tidak bisa lakukan perekaman biometrik.
Setelah agak lama di “ping-pong”, akhirnya ODGJ bisa perekaman di Disdukcapil.
Dikatakan Tri Lelonowati, perekaman biometrik dilakukan untuk memudahkan pelayanan LK3. Selain itu, jika diketahui bahwa ODGJ tersebut adalah penduduk Bontang, maka akan dibuatkan Jamkesda. Dan seandainya dari data biometrik diketahui ODGJ tersebut warga dari kota lain, maka pihak LK3 akan berkoordinasi dengan dinas sosial kota asal ODGJ tersebut, dan ODGJ akan dipulangkan ke daerah asalnya. “Kalau tidak terdata sama sekali, maka kami akan meminta pihak RT dan lurah membuatkan KTP, sehingga kami bisa membuatkan Jamkesda,” ujar Tri.
Kondisi birokrasi yang ribet ini dikeluhkan oleh Bhabinkamtibmas Tanjung Laut Mulyono, yang ikut pendampingan ODGJ dari awal ditemukan.
Menurut Mulyono, kondisi birokrasi yang serba kaku sering ia jumpai saat melakukan pendampingan klien LK3.
“Saya dapat laporan ada ODGJ dari warga, Kalau tidak ada penanganan atau tidak ada rasa peduli dari pihak terkait tentu jadi keresahan, sehingga kami ada wadah lintas sektoral LK3 yang didalamnya ada beberapa instansi,” kata Mulyono.
Namun, lanjutnya, ketika ada penanganan klien, kadang birokrasi itu timpang dan tidak ada perhatian dari mereka (instansi terkait). “Jujur saya katakan, dalam penanganan permasalahan sosial ODGJ selalu dihadapkan namanya birokrasi, yang tidak ada rasa peduli dan tidak pernah merasakan di lapangan, ini justru menghambat penanganan ODGJ,” keluhnya. (mga)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: