Utamakan Pendekatan Ketimbang Tilang
SANGATTA – Operasi Patuh Mahakam 2017 yang mulai dilaksanakan pada 9-22 Mei 2017 dianggap berlebihan. Pasalnya, petugas razia tidak memandang antara pelanggaran fatal, sedang, ringan, dan ketidaktahuan. Semua dihantam rata. Dianggap melanggar langsung ditilang tanpa ampun.
Padahal, banyak cara bijak untuk menyadarkan masyarakat dalam tertib berlalu lintas. Tidak harus ditilang, akan tetapi lakukan pendekatan persuasif dan peringatan mendidik. Dengan cara itulah masyarakat segan dan menghargai keberadaan polisi. Namun sebaliknya, jika menggunakan jurus tilang, niscaya masyarakat semakin geram dan hilang rasa kepercayaan.
Contoh kasus, seperti STNK mati, lampu tidak menyala, tidak membawa SIM, dan bonceng tiga tidak harus ditilang. Ini semua cukup diberikan peringatan. Tidak harus berakhir sidang dan membayar denda. Jika ini terjadi maka akan memberatkan masyarakat. Terlebih bagi mereka yang miskin ataupun kendaraan pinjaman.
Tilang bisa saja diterapkan, asal pelanggaran yang dilakukan pengendara terbilang fatal. Seperti melawan arus di jalan poros, menerobos lampu merah, dan ugal-ugalan di jalan hingga membahayakan pengendara lain. Kalaupun bisa, pelanggaran demikian ini cukup diberikan peringatan yang sama.
“Jadi petugas razia harus bijak. Berikan kesempatan bagi mereka yang dianggap melanggar memberikan alasan. Utamakan nilai kemanusiaan dan dampak positif kedepannya. Gunakan penilayan objektif.
Saya yakin kalau polisi merubah pola tilang dengan pendekatan dari hati ke hati, semakin banyak yang cinta dan menghargai polisi. Dengan begitu masyarakat akan sadar dengan sendirinya. Toh yang kita cari kesadaran, bukan berapa banyak yang akan ditilang,” ujar Rahmat Warga Sangatta Selatan yang tertangkap tilang lantaran tidak membawa SIM.
Curhatannya cukup beralasan. Jika ditelisik lebih mendalam, bukan dirinya yang melakukan kesalahan, hanya saja ia tidak diberikan kesempatan untuk mendapatkan SIM. Ia mengaku sudah beberapa kali mencoba membuat SIM namun dianggap gagal. Lolos teori, akan tetapi gagal praktek.
“Saya sudah usaha beberapa kali untuk mencoba buat SIM. Tetapi gagal terus di praktek. Seharusnya ada kebijakan minimal dua kali gagal dan ketiganya diloloskan. Karena praktek itu hanya formalitas saja. Tidak sebodoh itu saya naik motor. Mau balapan ayo. Saya yakin, polisi yang bertugas itu sudah ribuan kali tes prakteknya makanya lolos. Coba suruh yang lain, mungkin lebih parah dari saya,” katanya mengeluhkan.
Tak kalah dikeluhkannya, dirinya terkena tilang di Jalan Diponegoro. Padahal setahunya hanya tiga lokasi saja yang difokuskan dalam Operasi Patuh Mahakam 2017 ini. Yakni Jalan Poros Yos Sudarso, Jalan Poros Sangatta-Bontang dan Jalan Poros Sangatta-Bengalon. Namun faktanya, anggota kepolisian menyebar dibeberapa titik. Seperti Diponegoro, Jalan Inpres, Margo Santoso, dan beberapa titik lainnya.
“Teman saya ditilang di Jalan Inpres dan APT. Pranoto. Hanya sepele saja. Karena lupa bawa perlengkapan kendaraan. Parahnya, kalau yang di Inpres dan Diponegoro hanya dua orang saja. Setahu saya kalau operasi seperti ini harus gabungan,” kata Rahmat. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post