SANGATTA – Janji manis Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur (Kutim) menyelesaikan keluhan pedagang Pasar Induk Sangatta (PIS) terkait masalah listrik yang belum menyala, tak kunjung terealisasi. Akibatnya pedagang terus mengalami kerugian dari hari ke hari. Sebab selain pendapatan yang berkurang, pedagang juga terpaksa menambah biaya untuk pembelian solar, karena menggunakan generator set (genset) agar tetap bisa mendapat listrik.
“Katanya cepat mau diperbaiki masalah listriknya. Tapi sampai sekarang belum ada juga kepastiannya. Kalau begini terus, kami bisa rugi,” ucap Wati (28) salah satu pedagang sembako di PIS, Kamis (13/4) kemarin.
Dia mengaku, setiap hari selalu saja ada pengunjung yang mencari minuman dingin. Namun, karena listrik tak kunjung nyala, dirinya pun tak bisa memenuhi keinginan pengunjung tersebut. Padahal, minuman dingin merupakan salah satu pemasukan terbesar baginya.
“Waktu listrik masih nyala pendapatan sehari bisa Rp 500 ribu. Tapi sekarang, paling banyak Rp 200 ribu. Bahkan sehari kadang hanya dapat Rp 100 ribu,” akunya.
Lain halnya dengan, Iin (38) pedagang sembako yang mengaku mengalami kerugian hingga jutaan rupiah lebih. Pasalnya, beberapa barangannya rusak akibat lemari pendingin yang tak berfungsi karena listrik padam.
“Banyak yang rusak mas dan enggak ada gantinya. Sekarang, banyak pengunjung yang cari eskrim, minuman dingin, sosis, nugget, tapi saya enggak berani jual. Karena takut rusak lagi. Kalau listrik ada, masih bisa disimpan di kulkas,” ujar Iin.
Dia pun harus merogoh kocek lagi untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) genset pribadi. Itu pun hanya mampu bertahan dari pukul 06.00 hingga pukul 13.00 Wita. Sebab, jika lebih, biaya yang dikeluarkannya akan semakin besar.
“Sehari saya harus siapkan Rp 50 ribu untuk beli BBM. Itu saja enggak nutup. Makanya, saya tidak jualan es lagi. Kulkasnya saja sudah saya suruh yang punya ambil kembali. Karena percuma saja kalau tidak ada listrik,” paparnya.
Sementara, Nurhayati (48) pedagang sembako lainnya juga mengaku, rugi akibat listrik yang padam. Sebab, pendapatan yang diperolehnya setiap hari terus menurun. Bahkan, kini dirinya tidak mampu membayar retribusi pasar, karena tak memiliki pemasukan.
“Sehari cuma dapat Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu. Buat bayar cicilan bank dan beli barang saja kurang. Apalagi mau bayar retribusi, carikan uangnya dari mana,” keluhnya.
Lain halnya dengan Roni (41) yang melayani servis perbaikan elektronik dan peralatan rumah tangga di PIS. Akibat, listrik tak menyala otomatis semua pekerjaannya terganggu. Karena semua pekerjaan yang dilakukannya berhubungan langsung dengan listrik.
“Kalau dulu, jika ada yang minta diperbaiki alat elektroniknya. Bisa langsung saya cek dan perbaiki di pasar. Kalau sekarang, harus dibawa pulang dulu ke rumah untuk diperbaiki. Karena dipasar enggak ada listrik. Jadi sangat menghambat kerja,” sebutnya.
Dirinya pun mengaku tak sanggup jika harus menyiapkan genset sendiri. Karena biaya yang dikeluarkan akan jelas bertambah banyak lagi. Sementara pendapatan yang diperolehnya tidak seberapa.
“Yah harapan saya listrik cepat bisa nyala,” harapnya.
Ditawari Pasang Listrik Sendiri
Karena kondisi listrik yang tak kunjung menyala, membuat sebagian pedagang putus asa. Sebab, sampai sekarang belum ada kejelasan dari pemerintah, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), maupun pengelola pasar terkait kejelasan masalah tersebut. Bahkan, kini mulai muncul tawaran pihak luar agar pedagang memasang listrik sendiri ke PLN. Tentu dengan biaya yang dikeluarkan dari dana pribadi.
“Ada yang nawari pasang listrik ke PLN. Tapi, pasang sendiri, bukan dari pemerintah. Masalahnya, kalau nanti sudah dipasang, kalau listrik dari pemerintah masuk, yang sudah saya pasang itu mau dikemanakan,” ucap Hayati salah seorang pedagang sembako di PIS.
Belum lagi biaya yang dikeluarkan, kata dia Rp 3 juta untuk pemasangan. Tentu akan semakin menambah beban bagi pedagang.
“Kecuali, jika pemerintah nanti mau gantikan biaya pasangnya saya rasa bisa saja. Tapi kalau saya sendiri yang tanggung biayanya yah jelas memberatkan,” akunya.
Senada, Rusmilawati pedagang PIS lainnya mengaku, jika pendapatan yang diperoleh besar, tentu tidak masalah jika harus mengeluarkan biaya sendiri untuk pasang listrik. Namun, masalahnya pendapatannya belum mencukupi. Sebab jika dipaksakan justru akan menggangu anggaran modal.
“Yah kami harap, pemerintah bisa kasih kejelasan. Bukan hanya sekedar janji-janji saja,” sebutnya.
Seperti diketahui, pada akhir Januari lalu, kondisi listrik PIS yang padam sempat menjadi sorotan pedagang. Pemerintah sendiri langsung menyikapi keluhan itu dengan berjanji akan melakukan perbaikan dalam satu minggu. Namun, faktanya hingga memasuki pertengahan April, janji tersebut tak kunjung terealisasi. (aj)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post