SANGATTA – Banyaknya bibit sawit palsu yang beredar di Kutim menjadi salah satu perhatian penting. Sehingga Dinas Perkebunan (Disbun) Kutim, meminta masyarakat jangan asal beli bibit murah.
Menurut Sekretaris Disbun Kutim, Kasiyanto telitilah dalam membeli bibit sawit. Pasalnya, masih banyak di sini ditemukan bibit palsu beredar, dengan hasil di bawah standar.
Dia menjelaskan perbedaan bibit asli dan palsu. Menurutnya, jika sawit memiliki legalitas atau dokumen resmi, maka dapat dikategorikan legal. Maraknya peredaran bibit palsu di Kutim masih ada dan merata di seluruh kecamatan.
“Kalau bibit palsu itu tidak ada dokumennya. Terus harganya murah yakni Rp 2.000 – Rp 2.500 perkecambah. Sedangkan yang asli perkecambah Rp 7.500 – Rp 9.000,” jelasnya.
Sebagai upaya dan antisipasi agar warga tidak mudah dikelabui, pihaknya telah melakukan imbauan melalui spanduk. Tidak hanya itu, disbun menggalakkan sosialisasi ke warga hingga tokoh masyarakat, untuk tidak membeli yang harganya sangat murah dan jauh dari standar.
“Kami hanya bisa mencegah, harapannya masyarakat bisa paham,” ungkapnya.
Lebih lanjut, dirinya memaparkan ciri buah yang dihasilkan dari bibit palsu. Menurutnya, yang tidak asli hanya mampu menghasilkan sekira 50 persen berat dari buah pada bibit asli. Baginya bibit asli bisa mencapai berat dua kali lipat.
“Kalau yang asli bisa mencapai 50 persen, yang palsu paling hanya setengahnya. Belum lagi kualitas kandungan minyaknya, hingga ketebalan tempurung pasti berbeda pula,” terangnya.
Dia menuturkan, bibit sawit hanya dijual oleh toko yang ditunjuk Kementerian pertanian. Tidak dapat dijual bebaskan tanpa ada perizinan. Semua penjual harus memiliki tanda daftar dari gubernur. Jika memang terbukti tidak memiliki kelengkapan berkas yang dimaksud, maka penjual bibit palsu akan dikenai sanksi sesuai Undang – Undang (UU) Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman Pasal 60 huruf c, yang berisi bagi pengedar benih yang tidak sesuai dengan label akan dikenai sanksi pidana kurungan maksimal lima tahun dan denda Rp 250 juta.
“Banyak perizinan yang harus dimiliki oleh penjual bibit,” pungkasnya.
Sesuai dengan hasil survei Disbun Kutim, ia mengatakan masih adanya penggunaan bibit palsu di masyarakat disebabkan banyak faktor. Salah satunya karena minimnya modal. Adapun dikarenakan petani yang ingin cepat mendapat keuntungan.
“Kami hanya bisa mengimbau, keputusan kembali ke warga, karena mereka yang punya modal,” tandasnya. (*/la)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: