SAMARINDA- Setelah minus 1,21 persen pada 2015 lalu dan masih minus 0,38 persen pada 2016, perekonomian Kaltim berhasil mencatatkan pertumbuhan pada 2017 sebesar 3,13 persen. Meski mengalami perlambatan, perekonomian Kaltim tahun lalu juga berhasil tumbuh sebesar 2,67 persen.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim Muhamad Nur mengatakan, walau terjadi perlambatan, namun ekonomi Kaltim tetap tumbuh 2,67 persen dibandingkan 2017. “Ekonomi Kaltim bukan menurun, namun tumbuh tak setinggi pada 2017,” tegasnya, Rabu (6/2/2019).
Dia mengungkapkan, penyebab ekonomi Kaltim tak setinggi 2017 salah satunya berasal dari pertambangan. Karena sampai saat ini Kaltim masih bergantung pada satu sektor. Di sisi lapangan usaha, kontraksi pertambangan disebabkan cuaca Kaltim pada semester I 2018 yang kurang mendukung aktivitas pertambangan.
“Akibatnya sebagian besar pelaku usaha tambang kesulitan untuk memenuhi target produksi 2018. Sehingga ekonomi tumbuh lebih lambat,” ungkap Nur.
Ekonomi Kaltim baru terdorong ketika ada peningkatan kinerja lapangan usaha pertambangan dan industri pengolahan pada triwulan IV 2018. Perbaikan kinerja pertambangan, bersumber dari pelaku usaha yang akan mendorong produksi untuk mencapai target produksi tahunan serta permintaan. Di samping itu, permintaan batu bara India juga masih tinggi untuk pemenuhan kebutuhan energi.
Di sisi lain, kinerja industri pengolahan gas lebih baik sejalan dengan peningkatan suplai gas mentah dari produsen. “Tahun ini, kami optimistis ekonomi Kaltim tumbuh positif lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya,” terangnya.
Terpisah, Kepala Badan Pusat Statistik Kaltim Atqo Mardiyanto mengatakan, tahun lalu terdapat kecenderungan perlambatan ekonomi global, akibat perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok pada 2018. Hal ini berdampak kepada perekonomian nasional, dan juga perekonomian Kaltim melalui transaksi perdagangan internasional yang cenderung melemah.
“Namun demikian, secara tahunan masih terdapat pergerakan positif harga di sektor energi pada 2018, cukup untuk menciptakan pertumbuhan positif bagi Kaltim,” ujarnya di kantornya Jalan Kemakmuran, Samarinda, Rabu (6/2/2019).
Secara kumulatif, perekonomian Kaltim pada 2018 tumbuh sebesar 2,67 persen. Walaupun mengalami perlambatan perekonomian Kaltim 2018 masih tumbuh positif, kondisi ini dipengaruhi kinerja seluruh lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan positif. “Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha pengadaan listrik dan gas yang tumbuh sebesar 9,76 persen,” katanya.
Lalu, tambah Atqo, disusul lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum yang tumbuh sebesar 9,14 persen, lapangan usaha jasa lainnya yang tumbuh sebesar 9,02 persen, lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial yang tumbuh sebesar 8,05 persen. Selanjutnya, diikuti lapangan usaha jasa pendidikan dengan pertumbuhan sebesar 7,47 persen pada 2018. “Sedangkan 12 lapangan usaha lainnya juga tumbuh positif di bawah 7,45 persen,” tuturnya.
Struktur perekonomian Kaltim menurut lapangan usaha 2018 masih didominasi oleh lima lapangan usaha utama. Yaitu pertambangan dan penggalian dengan peranan sebesar 46,35 persen, lalu industri pengolahan dengan peranan sebesar 18,27 persen, konstruksi dengan peranan sebesar 8,50 persen, pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan peranan sebesar 7,88 persen, dan yang terakhir lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor berperan sebesar 5,59 persen. “Sedangkan lapangan usaha lainnya peranannya masih di bawah 5 persen,” ungkapnya.
Jika dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi pada 2018, lapangan usaha pertambangan dan penggalian merupakan lapangan usaha dengan andil sumber pertumbuhan tertinggi sebesar 0,53 persen. Lalu diikuti lapangan usaha konstruksi yang memiliki andil sebesar 0,51 persen, dan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan andil sebesar 0,42 persen. (*/ctr/ndu/k15/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post