SELAMA puluhan tahun warga di Kampung Sidrap di perbatasan Bontang-Kutai Timur (Kutim) kesulitan air bersih. Status lahan yang terus berpolemik membuat akses air bersih dari PDAM seperti hal yang mustahil bagi warga di tujuh RT Guntung, yang wilayahnya berada di Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, Kutim tersebut.
Sebagaimana dikemukakan Ahmad Husein, Ketua RT 21 Guntung saat ditemui BontangPost.id. Kata dia, sejak kampung ini dirintis 1980 silam, fasilitas air bersih PDAM tak pernah dirasakan warga. Sehingga selama puluhan tahun sudah warga di RT-nya mengandalkan sumur air tanah sebagai sumber air bersih utama.
“Tapi yang punya sumur hanya beberapa saja yang punya. Ada yang punya, ada juga warga yang tidak memiliki,” tutur Husein.
Meskipun begitu, penggunaan air sumur juga tidak sepenuhnya menjawab kebutuhan air bagi warga. Lantaran kerap kering ketika musim kemarau melanda. Dibeberkan Husein, saat kemarau panjang, air yang didapatkan dari sumur hanya bisa mencapai satu drum saja. Itu pun penggunaannya untuk dua rumah.
Selain air sumur, warga juga menggantungkan bantuan sambungan air bersih dari perusahaan Pupuk Kaltim. Khususnya bagi warga yang tidak memiliki sumur. Sumber air dari perusahaan ini terdapat di dua titik. Yang mesti diambil secara mandiri oleh warga yang membutuhkan secara bergiliran. Namun kualitas airnya dianggap tak layak untuk diminum.
“Tidak bisa diminum karena berbau lumpur. Hanya bisa untuk cuci dan mandi. Itu pun mesti diendapkan semalam kalau mau dipakai mandi. Karena kalau baru diambil, airnya berminyak. Tapi untung ada bantuan dari perusahaan. Kalau tidak ada kami ini mau bagaimana,” terangnya.
Sulitnya air bersih tersebut rupanya menjadi celah bagi pengusaha air bersih. Mereka menjual air bersih kepada warga dengan harga Rp 60 ribu per 1.200 liter. Harga ini tentu dianggap memberatkan warga. Namun lantaran kesulitan air bersih, mau tak mau warga pun terpaksa membelinya.
“Mahal di sini air yang dijual keliling itu. Yang untung pengusaha sementara warga susah,” sebut Husein.
Dikisahkan Husein, sejatinya warga telah mengusulkan pemasangan sambungan air bersih kepada PDAM Tirta Taman Bontang di 2014. Namun usulan tersebut jauh panggang dari api dan tak kunjung terealisasi. Kata Husein, pihak PDAM sempat berencana masuk membangun sambungan ke Sidrap pada 2016. Namun dilarang oleh pihak Kutim.
“Susah daerah perbatasan ini. Yang satu mengklaim, yang satu memberi tidak berani juga. Dari Bontang mau memberi tapi wilayah orang, nanti melanggar aturan. Sementara Kutim tidak juga memberi,” urainya.
Karena itu Husein beserta 160-an kepala keluarga yang dipimpinnya sudah merasa jenuh dengan penantian air bersih dari PDAM selama ini. Ketidakjelasan ini menurutnya semakin membuat warga merana lantaran air bersih merupakan kebutuhan vital dalam kehidupan sehari-hari. Dia bahkan mengibaratkan warga seolah sedang “dibunuh” pelan-pelan.
“Secara pelan-pelan kami ini mau dibunuh kali ya,” tutur pria yang aktivitas sehari-harinya berkebun ini. (luk)
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Saksikan video menarik berikut ini:
Komentar Anda