BONTANGPOST.ID, Kubar – Di Kampung Geleo Asa, Kecamatan Barong Tongkok, Kutai Barat (Kubar), terdapat tiga lubang bekas tambang yang dibiarkan terbengkalai. Cekungan tanah yang kini menjadi kolam berair keruh itu diduga ditinggalkan PT KW, perusahaan tambang batu bara yang tidak menjalankan kewajiban reklamasi setelah izinnya berakhir.
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim menegaskan bahwa persoalan ini bukan sekadar kelalaian administrasi, tetapi kejahatan lingkungan. Mereka mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim segera turun tangan.
“Lubang yang dibiarkan tanpa reklamasi, tanpa tanggung jawab sosial ke warga, jelas menghadirkan bencana ekologis dan sosial,” ujar Fauzan Koordinator Lapangan JATAM Kaltim.
PT KW memperoleh izin operasi ketika Ismail Thomas memimpin Kubar. Izin tersebut berakhir pada 21 Desember 2023. Menurut JATAM, perusahaan meninggalkan lahan terbuka seluas 37,5 hektare, termasuk tiga lubang tambang dengan total luas 6,4 hektare—setara 12 lapangan sepak bola.
Kondisi ini disebut berpotensi mengancam sumber air warga, memicu longsor, dan merusak lanskap lingkungan. “Bersama warga Kampung Geleo Asa, kami telah melaporkan dugaan tindak pidana ini ke Kejati Kaltim pada 19 Juni 2025,” katanya.
Namun, penanganan laporan dinilai berjalan lambat. Kejati baru memanggil beberapa warga untuk dimintai keterangan dan memeriksa titik koordinat area tambang.
“Setiap kali menanyakan perkembangan kasus, kejaksaan selalu beralasan masih akan menggelar ekspose perkara. Tapi sampai sekarang belum ada hasil nyata,” tambah Fauzan.
Padahal, UU 3/2020 tentang Mineral dan Batu Bara, khususnya Pasal 161B ayat (1), secara tegas menyebut pemegang izin yang tidak melakukan reklamasi atau pascatambang dapat dipidana hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Karena itu, JATAM Kaltim mendesak Kejati Kaltim segera membuka perkembangan resmi kasus tersebut dan membawa perusahaan ke pengadilan. “Perusahaan harus mempertanggungjawabkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan,” tegasnya. (KP)







