Oleh: Habib Al Maruf Muhammad (Mubaligh Muhammadiyah)
Firman Allah,(Arti)”Katakanlah ( Muhammad kepada kaum musyrikin),’ Maka terangkanlah kepadaku tentang apa-apa yang kamu seru selain Allah,jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku,apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu,atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku,apakah mereka mereka dapat menahan rahmat-Nya? Katakanlah,’Cukuplah Allah bagiku’.Kepada-Nya lah orang-orang berserah diri bertawakkal”.QS.Az-Zumar 39:38.
Ibnu Katsir Rohimahullah berkata : Maksudnya segala macam yang mereka seru selain Allah itu tidak dapat melakukan sesuatu sama sekali.Lihat Fathul Majid.
Muqatil berkata dalam menafsirkan ayat tersebut,”Lalu Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada mereka,kemudian mereka diam,”maksudnya karena mereka tidak meyakini bahwa berhala-berhala itu dapat berbuat demikian.Lihat Fathul Majid.
Akan tetapi mereka menyembahnya dengan maksud agar berhala-berhala itu menjadi perantara dan pemberi syafa’at di sisi Allah,bukan karena berhala-berhala itu menghilangkan bahaya dan mengabulkan do’a orang yang sangat terhimpit keadaan.Karena mereka mengetahui,bahwa hal itu adalah hanya pada kekuasaan Allah saja.Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman : “Dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan,maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.kemudian apabila Dia telah menghilangkan kemudharatan itu daripada kamu,tiba-tiba sebagian daripada kamu mempersekutukan Tuhannya dengan ( yang lain ).QS.An-Nahl 16 : 53-54.Lihat Fathul Majid.
Aku berkata : Ayat ini dan ayat-ayat yang senada dengannya membatalkan ketergantungan hati kepada selain Allah dalam menarik manfaat atau menolak bahaya,dan bahwa itu adalah syirik kepada Allah.Dalam ayat ada keterangan,bahwa Allah Ta’ala telah menandai ahli syirik dengan menyeru dan berharap kepada selain Allah.Sedangkan tauhid kebalikan dari itu.Lihat Kitab Fathul Majid.
Oleh karena itu dilarang keras memakai gelang,benang dan sejenisnya untuk maksud-maksud tersebut diatas,sebagaimana disebutkan dalam hadits : Imran bin Hushain Radhiyallahu ‘anhu menuturkan,bahwa Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki yang ditangannya terdapat gelang kuningan.Lalu beliau bertanya,”Apakah ini?” Orang itu menjawab: Penangkal sakit. Nabi pun bersabda :”Lepaskan itu,karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu,sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu,kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.HR.Imam Ahmad dengan sanad yang bisa diterima.Lihat Fathul Majid,hal.140,terj hal.211.Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh.
Abu As-Sa’adat ( Ibnu Al-Atsir ,lahir tahun 544 H,dan wafat tahun 606 H ) berkata Al-waahinah (penangkal sakit /makna hadits diatas) ialah : Kenyerian urat yang merambah ke pundak dan tangan,lalu diruqyah ( di jampi-jampi ) darinya.Dikatakan : Ia adalah penyakit yang menjangkiti di lengan atas,dan itu menimpa laki-laki bukan perempuan.Hal itu dilarang,karena seseorang menjadikannya sebagai penangkal sakit.Disini terdapat pelajaran bahwa suatu tindakan dinilai dari sisi tujuannya.Lihat Fathul Majid.
Termasuk dalam hal ini adalah apa yang dilakukan orang-orang sekarang yaitu memakaikan gelang besi pada anaknya.Mereka meyakini bahwa gelang itu dapat menjaga dari kematian yang menimpa kawan-kawannya yang telah mati terlebih dahulu.Diantaranya juga memakai gelang perak untuk meminta berkah atau untuk menolak penyakit bawasir,dan memakai cincin yang bermata batu khusus untuk menjaga dari jin dan lain sebagainya.Lihat Fathul Majid.
Dalam hal ini sering kita dapati orang membeli gelang/kalung untuk kesehatan dengan harga sampai jutaan (penulis).Juga terdapat dalam sebuah hadits oleh Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Hudzaifah,bahwa ia melihat seorang laki-laki ditangannya terdapat benang untuk mengobati sakit panas,maka dia putuskan benang itu seraya membaca firman Allah (arti): “Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah,melainkan dalam mempersekutukan Allah (dengan sesembahan-sesembahan lain)QS.Yusuf 12:106.Lihat Kitab Fathul Majid.
Juga dalam riwayat Imam Ahmad dari Uqbah bin Amir dalam hadits marfu’,Barangsiapa menggantungkan tamimah (jimat),semoga Allah tidak akan mengabulkan keinginannnya,dan barangsiapa menggantungkan wada’ah (kerang),semoga Allah tidak akan memberi ketenangan pada dirinya. Dalam riwayat lain disebutkan “Barangsiapa menggantungkan tamimah,maka dia telah berbuat syirik. Lihat Kitab Fathul Majid.
Al-Mundziri berkata :”Tamimah adalah kantung berjahit berisi rajah-rajah yang mereka gantungkan pada bagian tubuh mereka dengan keyakinan,bahwa ia dapat menolak segala bahaya dari mereka.Ini merupakan kebodohan dan kesesatan,karena tidak ada yang membentengi dan menangkis kecuali Allah Ta’ala.Lihat Fathul Majid.
Abu Sa’adat ( Ibnu Al-Atsir wafat tahun 544 H ) berkata:Allah menjadikannya syirik,karena mereka berkeinginan untuk menolak taqdir yang telah ditulis atas mereka dan meminta kepada selain Allah untuk menolak bahaya.Sedangkan Allah,Dialah semata yang berkuasa menolaknya.Lihat Fathul Majid.
Hadits ini sebagai syahid (penguat) untuk perkataan sahabat,bahwa syirik yang kecil (Al-Ashghar) lebih berat ketimbang dosa-dosa besar,dan syirik tidak dimaafkan karena ketidak tahuan.Hadits ini menunjukkan pengingkaran yang sangat keras terhadap orang yang berbuat demikian.Lihat Fathul Majid.
Maka perhatikanlah akibat dari orang yang menggantungkan tamimah (penulis),diriwayatkan oleh Ahmad.Dia berkata:Abdus-Shamad bin Abdul Warits bercerita kepada kami,Abdul Aziz bin Muslim bercerita kepada kami,Yazid bin Abi Manshur bercerita kepada kami dari Dukhain Al-Hajri dari Uqbah bin Amir Al-Juhani,bahwasannya Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam kedatangan sekelompok orang,lalu beliau menerima baiat Sembilan orang dan menolak satu orang,maka para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah,kenapa engkau menerima baiat Sembilan orang dan engkau menolak orang ini? Maka beliau menjawab:”Karena dia membawa tamimah”.Lalu dia memasukkan tangannya dan memotongnya.Setelah itu beliau menerima baiatnya,dan beliau bersabda:”Barangsiapa menggantungkan tamimah,maka ia telah musyrik.(Al-Hakim meriwayatkannya dengan riwayat yang sama dan rowi-rowinya tsiqoh).
Hudzaifah Rodhiyallahu ‘anhu berdalil dengan ayat tersebut(yakni :”Dan sebagian besar dari mereka itu beriman kepada Allah,hanya saja mereka juga berbuat syirik kepada-Nya.QS.Yusuf 12:106).Ini menunjukkan kebenaran berdalil atas syirik kecil dengan ayat yang Allah turunkan dalam konteks syirik besar.Karena ayat ini mencakup jenis-jenis syirik dan masuknya perbuatan ini kedalam makna syirik.Lihat Fathul Majid.
Dalam Shohih Bukhori dan Shohih Muslim dari Abu Basyir Al-Anshari Rodhiyallahu ‘anhu,bahwa dia pernah bersama Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu perjalanan beliau.Lalu beliau mengutus seorang utusan (untuk memaklumkan): Supaya tidak terdapat lagi dileher unta kalung dari tali busur panah atau kalung apapun,kecuali harus diputuskan.
Al-Baghawi berkata dalam Syarah As-Sunnah,Malik menafsirkan perintah Nabi Shollallahu ’alaihi wa sallam tersebut supaya memotong kalung yang ditujukan untuk menolak ‘ain (tertimpa sakit karena pandangan mata).Dahulu mereka mengikatkan tali-tali dan tamimah itu dan menggantungkan perlindungan kepada binatang-binatang…Lihat Fathul Majid
Al-Hafizh berkata: Hadits Uqbah bin Amir diperkuat dengan marfu’nya,”Barangsiapa menggantungkan tamimah,semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya”. HR.Abu Dawud ,yaitu kalung yang digantungkan karena takut ‘ain dan sebagainya.
Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘anhu menuturkan: Aku telah mendengar Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Sesungguhnya ruqyah,tamimah dan tiwalah adalah syirik.HR.Imam Ahmad dan Abu Dawud.Lihat Fathul Majid.
Apa sebenarnya definisi dari tamimah :Tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan dileher anak-anak untuk menangkal atau menolak ‘ain.Lihat kitab Fathul Majid dan dalam kitab Tauhid,Syaikh Fauzan menambahi penjelasan:Terkadang benda ini juga dipakai oleh orang dewasa baik laki-laki maupun wanita.
Al-Khalkhali berkata: Tama’im adalah jamak dari tamimah,yaitu sesuatu yang dikalungkan dileher anak-anak yang berupa kantung berjahit berisi rajah atau tulang untuk menolak ‘ain.Perbuatan ini dilarang,karena tidak ada yang dapat menolak kecuali Allah dan tidak dibenarkan meminta untuk menolak penyakit kecuali dengan menyebut Allah,asma-Nya dan sifat-sifat-Nya.Lihat kitab Fathul Majid.
Tamimah (jimat) ada dua macam :
A.Jimat yang diambil dari Al-Qur’an,seperti menuliskan beberapa ayat dari Al-Qur’an atau nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala atau sifat-sifat-Nya kemudian dipakai dengan tujuan sebagai obat.Untuk masalah ini para ulama berbeda pendapat :
Pendapat pertama: Mengatakan bahwa hal itu boleh.Sebagaimana pendapat sekelompok ulama dari kalangan sahabat seperti Abdullah bin Amru bin Al-‘Ash,salah satu dari riwayat ‘Aisyah,Abu Ja’far Al-Baqir dan salah satu riwayat Imam Ahmad bin Hanbal.Mereka memahami hadits Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam tentang larangan memakai tamimah (jimat) yaitu yang mengandung syirik.Lihat kitab Fathul Majid dan Tauhid.
Riwayat tentang itu adalah lemah dan tidak menunjukkan terhadap permasalahan ini.Karena dalam riwayat tersebut,Ibnu Amr waktu itu mengajarkan hafalan kepada anak-anaknya yang besar-besar,dan dia menulisnya dipapan serta menggantungkannya dileher-leher anak-anak kecil.Maka secara dzahir,waktu itu dia menggantungkannya dipapan supaya anak-anak kecil menghafalnya bukan karena tamimah.Karena tamimah ditulis dikertas bukan dipapan dan dengan dalil bahwa dia mengajarkan hafalan kepada anak-anaknya yang besar-besar.Bagaimanapun juga itu adalah pekerjaan pribadi Abdullah bin Amr.Dia tidak meninggalkan hadits Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatan pembesar-pembesar sahabat yang tidak mengerjakan seperti apa yang dikerjakan Abdullah bin Amr Rodhiyallahu ‘anhu.Lihat Kitab Fathul Majid.
Pendapat kedua: Mengatakan bahwa hal itu tidak membolehkannya (haram).Ini merupakan pendapat sebagian kalangan dari para sahabat,diantaranya : Ibnu Mas’ud,Ibnu ‘Abbas dan pendapat ini juga yang zhahir dari perkataan Hudzaifah dan ‘Uqbah bin Amir,Ibnu Ukaim dan juga pendapat sekelompok tabi’in diantara mereka adalah sahabat-sahabat Ibnu Mas’ud,dan Imam Ahmad dalam suatu riwayat yang dipilih oleh kebanyakan pengikut dekatnya,dan dimantapkan pula oleh ulama-ulama muta’akhirin dikalangan madzhab Ahmad.Mereka berdalil dengan hadits ini dan yang semakna.Lihat Fathul Majid.
Sementara dalam kitab Tauhid (At-Tauhid Li Ash-Shiaff Al-Awwal Al-‘Ali oleh DR.Syaikh Sholih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan disebutkan kelompok ini beralasan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud,dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”sesungguhnya jampi-jampi,jimat dan pelet adalah syirik.HR.Ahmad,Abu Dawud,Ibnu Majah dan Al-Hakim.
Pendapat yang kedua (yakni pendapat yang mengharamkan) adalah pendapat yang benar,dengan beberapa alas an:
1.Keumuman dari hadits larangan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam ,kemudian tidak ada dalil yang mengkhususkannya.
2.Larangan ini sebagai tindakan preventif,karena jika hal itu dibolehkan akan berakibat seseorang memakai kalung yang diharamkan oleh syari’at ( karena untuk menutup jalan (Saddu Adz-Dzari’ah) dimana hal itu akan merembet kepada penggantungan kepada selain hal tersebut).
3.Jika hal itu digantungkan,maka orang yang membawanya akan menghinanya pada saat ia melakukan hajat ( membuang air besar),istinja (bersuci setelah berhajat) dan sejenisnya.Lihat Kitab Fathul Majid dan Kitab Tauhid.
B.Tamimah (jimat) yang bukan dari Al-Qur’an yaitu jimat yang terbuat dari merjan,tulang,rumah kerang,benang/tali,sandal,nama-nama setan atau jin serta rajah.Semua jenis itu hukumnya haram dan termasuk syirik karena menggantungkan sesuatu kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala,nama-nama-Nya, dan sifat-sifat-Nya serta ayat-ayat-Nya.
Wajib bagi setiap muslim untuk menjaga aqidahnya dari hal-hal yang dapat merusak atau membatalkannya.Tidak boleh menggunakan pengobatan-pengobatan yang haram,pergi ketempat-tempat paranormal dan dukun untuk meminta kesembuhan dari mereka,sebab mereka malah membuat hati dan aqidah menjadi tambah sakit.Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala maka Dia akan mencukupinya.Lihat Kitab Tauhid.
Sumber rujukan kitab disetujui oleh : Ust.Rifqi Rosyidi Lc.M.Ag Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Kaltim dan Ust.Abdul Ghofir Lc.MA Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Bontang.
Muraja’ah : Ust.Abdul Ghofir Lc.MA Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Bontang
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post