bontangpost.id – Upah minimum provinsi (UMP) Kaltim yang berlaku mulai tahun 2024 diputuskan naik sebesar 4,98 persen atau sekitar Rp159 ribu dari UMP 2023. Nilainya Rp3.360.858 dari sebelumnya Rp3.201.396.
Penetapan UMP itu tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Kaltim Nomor 100.3.3.2/K.814/2023 yang diumumkan Selasa (21/11).
Dalam keterangan persnya, Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik menerangkan, penetapan UMP 2024 merujuk pada Surat Menteri Ketenagakerjaan tertanggal 15 November 2023.
Kemudian, mengakomodasi keinginan buruh dan pelaku usaha yang tergabung dalam Dewan Pengupahan. Termasuk mempertimbangkan kondisi ekonomi.
“Upah minimum itu berlaku bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun, dan upah bagi pekerja dengan masa kerja satu tahun atau lebih berpedoman pada struktur dan skala upah,” tegasnya.
Dengan demikian, sambung dia, kenaikan 4,98 persen dinilai yang dinilai paling realistis.
“Awalnya alpanya 0,20, setelah rapat, kami mencoba kembali mempertimbangkan, sehingga alpa perhitungan diambil maksimal yakni 0,30,” tegasnya.
Akmal melanjutkan, pengambilan keputusan tersebut juga mempertimbangkan keseimbangan antara provinsi lainnya. Sebab, bila dibandingkan dengan daerah tetangga, yakni Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat, Kaltim masih tertinggi.
“Kami telah melakukan perbandingan (provinsi lain), sesuai arahan, untuk memastikan tidak terjadi ketimpangan signifikan.
“UMP di Kalsel yakni Rp3.282.812, serta Kalimantan Barat Rp2.702.616,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Apindo Kaltim Slamet Brotosiswoyo menyebut, kenaikan UMP sebesar 4,98 persen masih dalam koridor kepantasan. Kendati pada 16 November lalu, dilakukan perundingan oleh Dewan Pengupahan dan disepakati kenaikan di angka 4,34 persen dengan indeks alpa 0,20.
“Tiba-tiba berubah pikiran lalu buruh menuntut kenaikan 15 persen. Kemudian, mengadakan demo akhirnya ada rapat darurat Dewan Pengupahan lagi pada 20 November,” jelasnya.
Sehingga, diputuskan untuk menggunakan perhitungan maksimal, yakni alpa 0,30.
“Sebetulnya, selisih nilai rupiahnya tidak terlalu signifikan, kurang lebih Rp 20 ribu dengan keputusan awal. Tapi apapun itu, kami menghargai tuntutan dari serikat pekerja, ya masih dalam kepantasan. Dan para pelaku usaha sanggup untuk menjalankan itu,” terangnya.
Pada bagian lain, penetapan UMP 2024 yang begitu rendah disayangkan Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar. Ia menilai, kenaikan hanya Rp35 ribu atau berkisar 1 persen ini tak layak. Bahkan, ia mempertanyakan metode kenaikannya..
”Kalau pakai Pasal 26 PP 51/2023 kan inflasinya pasti sudah di atas 3 persen, ditambah pertumbuhan ekonomi kali indeks. Harusnya bisa 4,5 persen. Kalau Aceh misalnya hanya 1 persen, agak bingung saya,” ujarnya kemarin.
Dia berharap, seluruh gubernur melihat kondisi riil inflasi di daerahnya. Khususnya, inflasi kebutuhan pokok buruh yang memang tingkat inflasinya di atas inflasi umum. Seperti misalnya, kebutuhan beras, gula, minyak goreng, dan lainnya yang saat ini inflasinya sudah di atas 5 persen. Apalagi dalam PP 51/2023, indeks tertentu yang disebut alpa ditetapkan sangat rendah oleh pemerintah. Menurutnya, menetapkan kenaikan UMP di luar PP 51/2023 bukan hal yang salah karena kewenangan sepenuhnya ada di gubernur.
Terpisah, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menyebut, dari 38 provinsi sudah 26 provinsi yang melaporkan besaran UMP-nya pada pihaknya di hari terakhir penetapan UMP, kemarin sore. Dia meyakini, seluruh provinsi akan melakukan penetapan sesuai batas yang ditentukan.
Dari laporan tersebut, untuk penetapan UMP terendah ada pada angka 1,2 persen atau Rp35.750 dan tertinggi 7,5 persen atau Rp223.280.
”Hingga pukul 16.53 WIB, alhamdulillah sudah lebih dari 40 persen. Ini kan masih ada sisa waktu ya sampai nanti malam,” ujarnya dalam temu media secara daring, kemarin. Diakuinya, dari data sementara, ada dua provinsi yang penetapan UMP 2024-nya tidak sesuai dengan aturan. Ia sendiri enggan menyebutkan provinsi mana saja.
Namun yang jelas, pihaknya akan berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait pelanggaran yang ada.
”Tapi yang jelas, kalau tidak sesuai dengan PP, ini kan lebih tinggi dari permenaker tahun lalu, bisa dipahami kalau ada wilayah tidak taat PP itu kan bagaimana ya. Tapi, kita serahkan pada Kemendagri nanti, mulai dari pembinaan hingga sanksinya,” jelasnya. (riz2/k15)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post