bontangpost.id – Di tengah kemeriahan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Republik Indonesia yang berlangsung megah di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, sebuah kisah menarik mencuri perhatian publik.
Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura, Aji Muhammad Arifin, tidak menerima undangan resmi untuk menghadiri upacara bersejarah tersebut.
Namun, dengan kebijaksanaan yang mencerminkan kedewasaan seorang pemimpin tradisional, Sultan Aji Muhammad Arifin menegaskan bahwa ketidakhadirannya bukanlah isu yang perlu dipermasalahkan.
“Kami tidak mendapat undangan, jadi saya memilih untuk merayakannya di sini,” ujar Sultan Aji Muhammad Arifin saat ditemui di halaman Kantor Bupati Kutai Kartanegara.
Di tempat itulah, Sultan memilih untuk melaksanakan upacara HUT RI dengan sederhana namun penuh makna.
Dengan sikap tenang, Sultan menjelaskan bahwa keputusannya untuk tidak hadir lebih disebabkan oleh ketidaksempatan daripada kekecewaan.
“Tidak ada perasaan, itu terserah orang mau undang atau tidak. Tergantung panitianya,” lanjutnya, menunjukkan sikap yang mengutamakan esensi perayaan kemerdekaan daripada sekadar formalitas seremonial.
Meskipun tidak diundang, Sultan Aji Muhammad Arifin tetap memberikan izin kepada Presiden Joko Widodo untuk mengenakan pakaian adat Kustin dalam upacara di IKN.
Kustin, sebagai busana kebesaran Kesultanan Kutai Kartanegara, memiliki makna mendalam dan biasanya hanya dikenakan oleh Sultan dalam acara-acara penting.
“Pakaian ini bukanlah sembarang busana. Kustin adalah simbol kebesaran, hanya dikenakan oleh raja dalam lingkungan keraton. Artinya, orang yang memakainya haruslah seseorang yang memiliki kedudukan dan tanggung jawab yang sangat besar,” tegas Sultan, menekankan filosofi yang terkandung dalam pakaian tersebut.
Menurut Sultan, pihak Istana Negara telah meminta izin terlebih dahulu untuk penggunaan Kustin dalam upacara kenegaraan.
Meskipun pakaian ini memiliki makna yang sakral, Sultan tidak mempermasalahkan penggunaannya oleh Presiden Jokowi sebagai bagian dari peringatan 17 Agustus.
“Silakan saja dipakai, pakaian kesultanan dipakai untuk menghormati peringatan 17 Agustus, bukan dipakai setiap hari,” ungkapnya dengan bijaksana.
Di balik semua ini, sikap Sultan Aji Muhammad Arifin memperlihatkan kedewasaan seorang pemimpin yang memahami bahwa kemerdekaan lebih dari sekadar upacara megah.
Baginya, yang paling penting adalah makna dari perayaan itu sendiri—sebuah momen untuk mengingat kembali perjuangan bangsa dan terus menjaga semangat kebangsaan di hati setiap warga negara, di manapun mereka berada.
Sementara upacara berlangsung megah di IKN, Sultan Aji Muhammad Arifin tetap berpegang pada nilai-nilai yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya, merayakan kemerdekaan dengan cara yang mungkin lebih sederhana, tetapi tak kalah bermakna.
“Kita sama-sama merayakan kemerdekaan kita bersama Indonesia,” tutup Sultan, menegaskan bahwa meski terpisah oleh jarak, hati dan semangat tetap bersatu dalam merayakan kemerdekaan Indonesia. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post