bontangpost.id – Sebuah retakan sekira sepanjang 1 meter dengan lebar 10 cm muncul di dinding kamar mandi Subroto. Retakan di rumah ketua RT 43, Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara, Kota Balikpapan, itu mulai terlihat bulan lalu.
Subroto mengatakan, retakan tak hanya muncul di kamar mandi, ada juga di dapur hingga kamar tidur. Lebarnya beragam, namun yang paling besar adalah retakan di kamar mandi.
“Retakan itu muncul akibat pemancangan siring (dinding penahan) besi di sekitar sutet di belakang rumah saya oleh kontraktor pembangunan tol dan mobilisasi alat berat,” ujar Subroto ditemui media ini, Rabu (31/7/2024) siang, di kediamannya.
Sutet yang dimaksud Subroto berada sekitar 20 meter dari rumahnya. Tak jauh dari lokasi pembangunan Jalan Tol Balikpapan-IKN Seksi 3A-2 Segmen Karang Joang-KKT Kariangau.
Posisi sutet sempat miring lantaran tanah di sampingnya dikeruk untuk proyek tol.
Subroto bukan korban satu-satunya. Setidaknya ada 27 warga di RT 43 yang rumahnya mulai mengalami retak. Ada yang ringan, sedang hingga berat.
Kondisi ini membuat sejumlah warga waswas, apalagi kontraktor jalan tol juga bakal segera memulai pemancangan di RT 43 dalam waktu dekat.
“Warga minggu lalu sempat rapat membahas ini (pemancangan beton). Intinya kami meminta agar pemasangan menggunakan bor pile, jangan ditumbuk,” ujar dia.
Mereka khawatir pemancangan dengan sistem tumbuk semakin memperparah kerusakan rumah warga, yang hingga saat ini tak kunjung diperbaiki.
Belum lagi suara bising yang dihasilkan saat pemancangan dipastikan akan mengurangi kenyamanan warga.
“Warga merasa cemas jika pemancangan tersebut menyebabkan rumah mereka roboh dan menimbulkan korban jiwa,” tutur dia.
Senada, Zainuri, salah satu warga juga ingin agar pemancangan tidak menggunakan sistem tumbuk.
“Kami berharap diuruk saja atau dibor (bor pile) sehingga rumah kami tidak terdampak. Sebab jaraknya dengan rumah kami itu dekat,” tuturnya.
Zainuri menjelaskan, berdasarkan pertemuan dengan kontraktor pekan lalu, rencananya dilakukan pemasangan 380 lebih tiang pancang. Dengan estimasi waktu kerja sekitar dua bulan.
“Bayangkan, selama dua bulan akan ada ratusan tiang pancang yang ditumbuk. Bagaimana kami tidak takut. Makanya warga akhirnya berembuk dan sepakat agar pemancangan tak menggunakan sistem tumbuk,” beber dia.
Warga, sebut Zainuri juga meminta agar kontraktor memperbaiki jalanan yang rusak dan berdebu akibat menjadi akses keluar masuk alat berat.
“Bahkan ada beberapa warga yang sempat terjatuh saat naik motor karena jalan yang berlubang,” ujar dia.
Selain kerusakan jalan dan rumah warga, Subroto menyebut pembayaran ganti rugi lahan warga juga masih menyisakan persoalan. Di RT 43, Subroto menyebut ada 70 lebih KK yang terdampak pembebasan lahan untuk pembangunan tol ini.
“Ada perbedaan harga, padahal lahan dan rumah itu berada di satu hamparan. Ini yang membuat beberapa warga tak terima,” kata dia.
“Kami tegaskan bukan menolak pembangunan tol. Warga hanya ingin aspirasi kami didengar dan diperhatikan.”
Ganti Rugi Tak Sesuai
Suara mesin alat berat terus menderu saat media ini berkunjung ke rumah Setiyo Indro Purnomo di RT 43, Jalan Wanayasa, Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara, Rabu (31/7/2024).
Indro, sapaan akrabnya, sudah akrab dengan deru mesin alat berat di depan rumahnya, baik buldozer, ekskavator hingga truk pengangkut material.
Sejak proyek pembangunan jalan tol Balikpapan-IKN Seksi 3A-2 dimulai tahun lalu, saban hari alat berat wara-wiri di depan rumah bapak tiga anak ini.
“Setiap hari mulai jam 8 pagi sampai jam 10 malam alat berat bekerja terus,” kata dia.
Rumah Indro, merupakan satu dari dua rumah di RT 43 yang masih berdiri di tengah proyek Jalan Tol Seksi 3A-2 Segmen Karang Joang-KKT Kariangau. Satu rumah lagi letaknya persis di belakang rumah Indro.
Sebagai akses keluar masuk, Indro menggunakan satu-satunya jalan cor yang lebarnya hanya cukup untuk satu kendaraan.
Di tengah bising alat berat yang bekerja, Indro mengaku kekeuh bertahan dan ogah pindah. Alasannya, persoalan ganti rugi belum tuntas.
“Saya masih tidak terima dengan nominal ganti ruginya. Sampai saat ini juga belum jelas kelanjutannya,” ucap Indro.
Berdasarkan perhitungan Indro ditawari ganti rugi senilai Rp 1,3 miliar. Duit itu untuk mengganti bangunan rumah seluas 286 meter persegi, tanah seluas 587 meter persegi dan tanam tumbuh.
Nilai itu, disebut dia jauh lebih kecil dibandingkan nilai yang dia taksir. Setidaknya, Indro ingin ganti ruginya Rp 2,5 miliar.
Pria yang juga merupakan pendeta ini beranggapan, ganti rugi tak dilakukan secara fair dan terbuka. Misalnya, soal bangunan.
Rumah yang dia bangun sejak 2013 dan sudah berpondasi beton lengkap dengan cakar ayam ini masuk kategori semi permanen. “Rumah saya ini permanen, kenapa ditulis semi permanen,” kata Indro.
Lantaran tak setuju dengan nilai yang ditawarkan, Indro mengaku diarahkan untuk konsinyasi di PN Balikpapan.
“Kan surat-surat dan sertifikat saya lengkap, tidak ada tumpang tindih, tidak ada masalah, kok dikonsinyasi,” ungkapnya heran.
“Tapi saya siap saja dengan proses hukum apapun.”
Di sisi lain, Indro tak menampik kenyamanannya terganggu lantaran tinggal di tengah lokasi proyek. Suara mesin alat berat membuat jam istirahatnya terganggu.
“Apalagi anak saya masih sekolah. Istri juga sempat sakit. Karena selain bising, debu proyek juga sangat banyak,” katanya.
“Saya tegaskan bahwa kami tidak anti pembangunan. Kami hanya ingin pemerintah menilai dengan adil dan transparan.”
Tempat Ibadah 25 Kepala Keluarga
Selain sebagi tempat tinggal bersama istri dan anak-anaknya, bangunan rumah Indro juga merupakan Kantor Yayasan Sifra Puah Borneo, yang bergerak di bidang penyelamatan aborsi serta tempat ibadah bagi 25 kepala keluarga jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Ebenhaezer.
Indro mengatakan, sejak 2015 silam, rumahnya memang sudah difungsikan sebagai tempat ibadah. Setiap Jumat malam dan Minggu pagi, puluhan warga di Jalan Wanayasa menjalani ibadah di rumah ini.
Bagian depan rumah Indro disulap menjadi tempat ibadah, dilengkapi altar dengan alat musik dan bangku plastik yang berjejer rapi.
“Sejak pembangunan tol dimulai, jemaat yang beribadah di sini juga berkurang. Mereka sebagian pindah karena rumah dan tanahnya terkena pembangunan tol,” ujar Indro.
Indro bercerita, sempat mendapat tawaran untuk memindahkan lokasi ibadah dari Kementerian Maritim dan Investasi.
Bahkan, dia sempat mencari ruko sebagai lokasi ibadah di Kilometer 13 dan Kilometer 14, Jalan Soekarno-Hatta. Sayang, banyak pemilik ruko yang menolak rukonya dijadikan tempat ibadah.
Pemilik ruko berdalih, rukonya hanya disewakan untuk kegiatan usaha. “Sempat ada sebuah ruko yang bersedia menyewakan, tapi harga sewanya terlalu tinggi sehingga tidak jadi,” katanya.
Jawaban Adhi-Hutama-Nindya KSO
Manajer Proyek Jalan Tol Balikpapan-IKN Seksi 3A-2 Segmen Karang Joang-KKT Kariangau, Arief Indriyanto, mengatakan, pihaknya sudah mendengar masukan dan keluhan soal rencana pemasangan tiang pancang maupun kerusakan jalan dan rumah warga.
Namun, dirinya menyebut proses pemasangan tiang pancang tetap akan dilakukan dengan sistem tumbuk. Arief beralasan, penggunaan sistem tumbuk lebih cepat.
“Schedule (jadwal) kami ini kan sangat ketat, jadi kami akan tetap melakukan metode pemancangan tumbuk. Karena kalau menggunakan bor pile dipastikan tidak bisa selesai tepat waktu,” kata dia dikonfirmasi.
Soal protes warga, Arief mengaku tak hanya datang dari warga RT 43. Sejumlah titik pembangunan jalan tol juga diwarnai dengan protes warga, yang takut pemancangan akan membuat rumah retak hingga roboh.
“Dari awal memang selalu ada protes, tapi kami juga selalu rapat dengan warga. Jadi warga ini memang ingin ada kepastian, jika ada kerusakan dalam bentuk apapun kami tanggung jawab. Kami komitmen,” tegas dia.
Wujud komitmen itu juga dilakukan dengan membubuhkan tanda tangan di atas materai. Bahkan, warga yang meminta kontraktor menyediakan uang stand by sebagai bentuk tanggung jawab.
Meski selalu mendengar masukan dan keinginan warga, Arief mengaku tak sepakat dengan pembagian level kerusakan, mulai dari kecil, sedang hingga berat.
”Kami lebih memilih agar segala kerusakan dikembalikan sepenuhnya. Bahkan kalau bisa lebih bagus. Jadi kami memang tidak menggunakan kategori ringan, sedang hingga berat,” kata dia.
Sementara soal jalan lingkungan yang rusak, pihaknya juga berjanji akan segera melakukan perbaikan.
“Kami berkomitmen apapun dampak yang dihasilkan dari pembangunan ini akan kami perbaiki, termasuk jalan,” tegas Arief. (Erik Alfian)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post